1. Unexpected Meeting

6 2 0
                                    

Gadis kecil bermata bulat menatap kosong kearah jalanan desa yang ditumbuhi bunga liar beragam warna, matanya menerawang jauh seakan berkelana menyusuri perbukitan indah yang bersusun menyundul langit.

"Kalau sudah sampai di rumah nenek, Yaya bisa istirahat. Capek ya sayang Bunda. Sabar ya sayang." Bunda mengacak gemas puncak kepala putrinya. Gadis mungil itu hanya menoleh sekilas dan kembali mentatap jalan berkelok.

"Kenapa sih, kita harus pindah kesini Bund? Kan Yaya sekolahnya di kota. Gak seru disini. Pasti banyak nyamuk dan anak-anak desa ini pasti nakal. Yaya gak mau!" Bunda hanya tersenyum nelihat tingkah putri mungilnya yang berbadan gembul itu. Bibirnya yang mengerucut lucu tandanya si mungil lagi protes besar-besaran.

"Sayang.." Bunda mengelus rambut jelaga gadis kesayangannya. "Kan Yaya udah janji sama Bunda, kalau kita tinggal sama nenek Yaya bakalan senang banget. Masih ingatkan..?"

"Tapi, bukan pindah Bunda. Maksud Yaya cuma main sebentar terus pulang. Yaya kan punya teman di sekolah, kalau disini?" Gadis kecil itu masih merungut, disertai dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Melihat hal itu, Bunda lagsung mendekap putrinya dan menepuk-nepuk bahunya.

"Bunda sayaaaaang banget sama Yaya. Jangan sedih ya nak, kita bakal bahagia banget disini. Bunda janji" Duya memeluk pinggang Bunda pasrah namun juga lega.

"Janji..?" Bunda mengangguk, meng-iyakan.

***
Sedan hitam berhenti di sebuah rumah bertingkat berukuran sedang. Rumah nyaman dan khas pedesaan. Di sisi kanan kiri, di tumbuhi berbagai macam tanaman cantik yang memesona mata. Di depan terdapat pagar kayu rendah yang disisipi tanaman anggrek beragam jenis dan warna.

Saat penumpang turun dari mobil, perempuan paruh baya menyembul dari balik pintu dengan senyuman khas dan langsung menuju tamunya dengan wajah bahagia.

"Ya ampun, Yaya udah besar sekali. Nenek sampe pangling loh sayang." Sambil memeluk cucu kesayangannya, Nenek menyambut uluran tangan putrinya dan mencium kedua sisi pipinya.

"Ibu, apa kabar?" Setelah melepas pelukan cucunya, Nenek mengamit tangan putri dan cucunya.

"Alhamdulillah, sehat dan masih bisa ketemu si cantik." Ekor mata Nenek menggoda cucunya yang terlihat sangat lelah.

Mereka memasuki rumah berhalaman indah itu, menuju ruang tamu. Disana, sudah tersedia teh dan berbagai cemilan lezat yang menggiurkan.

Suasana yang asri dan nyaman membuat Bunda sangat senang.  Tapi, tidak begitu bagi si mungil. Rupanya, Nenek bisa menangkap kejanggalan yang terjadi pada cucunya. "Yaya istirahat dulu yah, nanti Nenek masakin makanan kesukan Yaya. Ok?"

Si kecil hanya mengangguk, dan berlalu meninggalkan ruang tamu.

"Dia kenapa?" Nenek menoleh kepada putrinya dengan penasaran.

"Biasa, lagi bete. Gara-gara pindah kesini. Dikirain gak ada temanya dan ga seru." Bunda mengedikkan bahunya dengan jenaka.

"Oh begitu, Ibu gak tau kalau dia kesal kalau harus tinggal disini. Biasanya dia senang."

"Iya, Bu. Kalau cuma berkunjung dia senang. Tapi, kalau menetap... Kayak nya dia agak... Gak mau. Dia kan susah kalau harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sekolah dan temanya yang dulu udah fix banget buat dia.  Maklum, dia terlalu menikmati hidup menjadi orang kota. Apa-apa beneran harus fix-fixan" Nenek mengangguk setuju seraya tersenyum mendengar penjelasan putri semata wayangnya.

"Kalau gitu, kamu istirahat jugalah. Pasti capek bangetkan. Ibu tau kamu tadi nyewa supir supaya bisa tidur diperjalanan. Tapi, malah gak bisa tidur kan?"

Bukan Supernova (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang