Author POV
Zee memutuskan untuk melangkah lebih jauh dalam menghadapi ancaman yang datang. Dia tidak akan lagi menunggu musuh menyerang. Baginya, menyerang terlebih dahulu adalah pilihan yang lebih masuk akal dalam situasi seperti ini. Dia sudah cukup lama bermain defensif; sekarang, waktunya untuk mengambil alih kendali.
Pagi itu, Zee memanggil tim elitnya ke ruang pertemuan rahasia di dalam kediaman utama. Kilan sudah menyiapkan segala sesuatu, mulai dari data intelijen terbaru hingga peta strategis tentang lokasi-lokasi yang menjadi pusat pergerakan musuh mereka.
“Kita sudah tahu siapa musuh kita,” ujar Kilan, memulai pertemuan dengan nada tegas. “Tapi, yang belum kita ketahui adalah siapa pengkhianat di antara kita.”
Zee duduk di ujung meja, kedua tangannya saling bertautan di depan wajahnya. Mata tajamnya menatap para anggota tim satu persatu. Mereka semua adalah orang-orang yang telah bekerja dengannya selama bertahun-tahun, namun kini, siapa pun di antara mereka bisa saja terlibat dalam pengkhianatan.
“Mulai dari sekarang, kita harus waspada. Tidak ada informasi yang keluar dari lingkaran ini tanpa persetujuan saya,” ucap Zee dingin. “Pengkhianat itu harus kita temukan sebelum mereka menyerang lagi.”
Salah satu anggota tim, Rana, mengangkat tangannya perlahan. “Bos, bagaimana jika kita memasang jebakan? Jika ada pengkhianat di sini, mereka pasti akan menggigit umpan yang kita lempar.”
Kilan mengangguk setuju. “Aku setuju dengan ide itu. Kita bisa menyebarkan informasi palsu dan melihat siapa yang mencoba menggunakannya.”
Zee mempertimbangkan ide tersebut. Itu masuk akal, tetapi ada risiko besar jika jebakan itu terlalu mencolok. Musuhnya mungkin tidak bodoh dan bisa dengan mudah melihat strategi semacam ini.
“Kita akan lakukan,” ujar Zee akhirnya, memutuskan untuk mengambil langkah agresif. “Tapi pastikan rencana ini dieksekusi dengan hati-hati. Aku tidak mau ada satu pun kesalahan yang bisa memperingatkan mereka.”
Setelah memberikan instruksi lebih lanjut, pertemuan selesai, dan Zee meminta Kilan untuk tetap tinggal. Mereka berdua berbicara secara pribadi.
“Adel aman di Distrik A, bukan?” tanya Zee, meski dia sudah tahu jawabannya.
“Ya,” jawab Kilan. “Dia sudah tiba dan tidak ada yang mencurigakan di sekitar sana.”
Zee menghela napas lega. Meskipun dia bersikap keras dan dingin di hadapan timnya, Adel adalah satu dari sedikit orang yang dia pedulikan. Dia tidak ingin gadis itu terlibat lebih jauh dalam bahaya, meskipun sudah terlambat untuk menariknya keluar sepenuhnya.
“Saat ini, Adel lebih baik tetap di sana. Kita tidak tahu seberapa besar rencana musuh kita,” lanjut Zee.
Kilan mengangguk setuju. “Aku akan memastikan tidak ada yang bisa mendekati Distrik A tanpa izin.”
Zee berdiri dari kursinya, menatap peta di dinding yang penuh dengan tanda merah—titik-titik yang menunjukkan lokasi musuh dan pusat-pusat kekuasaan mereka. “Kita akan menyerang balik, Kilan. Aku tidak akan duduk diam dan menunggu. Ini waktunya kita bertindak.”
Kilan tersenyum kecil. “Seperti biasanya, Zee. Kau selalu yang pertama menyerang.”
Zee membalas senyum itu dengan dingin. “Dan aku selalu menang.”
---
Di lain tempat, Adel berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan di Distrik A. Tempat itu berbeda dari yang dia bayangkan. Meski tampak tenang, ada atmosfer tegang yang menyelimuti setiap orang di sana. Tidak ada yang berbicara sembarangan, dan setiap langkah terasa dipantau dengan cermat.
![](https://img.wattpad.com/cover/318282315-288-k488506.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shakhara: Legacy of the Shadow King
Ficção Científica( ON GOING ) ⚠️Mengandung kata kata kasar⚠️ Seorang Laki-laki tangguh, terbiasa hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan kuasa, tak sengaja bertemu dengan seorang perempuan cantik yang penuh teka-teki. Dalam sebuah pertemuan takdir yang tak terduga...