Bab 12

750 208 8
                                    

Haven meminta disiapkan makan malam. Widi bergegas memerintahkan pelayan di dapur untuk membantunya memasak. Mika tetap di tempatnya, duduk di samping Alika dan bicara dengan Haven soal kuliah. Awalnya Mika tidak berani mengutarakan keinginannya tapi Haven mendesak.

"Hanya ide, Pak. Belum fix. Sayang kalau harus cuti, apalagi Mama sudah mulai sehat."

"Kampusmu di mana?"

"Kampus Anumerta."

"Oh, nggak jauh dari kantorku ternyata."

Mika terbelalak. "Pak Haven kantornya di mana?"

"Deretan gedung samping kampusmu, kantorku di situ." Haven melepas jas dan dasi, memanggil pelayan agar barang-barangnya diantar ke kamar. Mencuc tangan dan kembali duduk di depan Alika. "Kapan kamu kuliah lagi?"

"Sekitar satu bulan lagi, Pak."

"Seminggu berapa kali?"

"Lima kali, kadang satu mata kuliah, kadang juga dua."

Haven terdiam, memikirkan perkataan Mika. Ia mengerti kalau gadis di depannya ingin mengejar cita-cita sekaligus menjaga anaknya. Sayangnya itu hal yang sulit dilakukan bila mengingat kalau usia Alika sedang masa pertumbuhan yang harusnya banyak teman.

"Pak, saya hanya mengutarakan niat. Kalau nggak bisa, saya sangat mengerti. Maaf sebelumnya," ucap Mika dengan tidak enak hati, melihat Haven yang serius dalam berpikir.

"Nggak apa-apa, Mika. Namanya juga kita lagi diskusi. Justru aku senang kalau ada apa-apa kamu ngomong sama aku, kita akan cari jalan keluar bersama."

"Terima kasih, Pak."

Saat Haven makan, Mika membawa Alika ke ruang tengah untuk menonton televisi. Ia sendiri berniat untuk makan di dapur tapi Haven justru mengajaknya makan di meja yang sama.

"Nggak, Pak. Saya makan sama yang lain di dapur."

"Duduk, ini perintah! Ayo, ambilkan aku nasi dan sup."

Mika menatap Widi seolah ingin minta pendapat. Kepala rumah tangga itu tersenyum, mengangguk pada Mika.

"Duduk, Mika. Kamu layani Pak Haven makan."

Dengan sedikit enggan serta malu, Mika duduk di depan Haven. Mengambil piring dan menyendokan lauk pauk. Tidak lupa menuang sop daging ke dalam mangkuk kecil.

"Mamamu udah pindahan hari ini?"

"Sudah, Pak."

"Berarti kamu lebih tenang sekarang. Tinggal berdekatan dan nggak usah jauh-jauh."

"Bener, Pak. Selain itu juga aman dari labrakan."

Haven mengernyit bingung. "Labrakan? Maksudnya?"

Mika menyeringai malu-malu. "Bebas dari orang-orang yang selama ini selalu menganggu Mama. Maksuda saya begitu."

Menunduk di atas piring dan mulai mengunyah, Mika memaki diri sendiri karena keceplosan bicara. Harusnya ia tidak mengatakan pada Haven tentang mamanya yang sering dilabrak. Sampai sekarang di rumah ini termasuk Haven, tidak ada yang tahu asal usulnya. Siapa papanya dan bagaimana kondisi keluarganya. Mereka hanya tahu kalau dirinya anak seorang janda.

"Soal kuliah, mungkin kamu harus memikirkan kondisi Alika lebih dulu. Lihat apakah dia nyaman ke kampus bersamamu atau nggak. Kalau dalam Minggu ini ada kegiatan di kampus, kamu bawa dia."

Mika terbelalak. "Boleh, Pak?"

Haven mengangguk. "Tentu saja, hanya ingin tahu reaksinya. Sekalian kamu cari di sekitar kampus ada sekolah TK yang bagus nggak? Bukankah menyenangkan kalau Alika sekolah dan kamu kuliah di waktu bersamaan?"

Pesona Papa MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang