Bab 8

777 225 12
                                    

Nola keluar dari mobil, perjalanan panjang dari kampus, ke rumah teman lalu pulang membuatnya kelelahan. Ia bergegas masuk, ingin segera mandi lalu tidur. Langkahnya terhenti saat melihat sang mama duduk melamun di ruang tengah menghadap televisi yang menyala. Entah apa yang ada dalam pikiran sang mama sampai melamun dengan pandangan kosong. Nola menghenyakkan diri di samping sang mama dan mengerling.

"Ma, kenapa melamun?"

Iyana menghela napas panjang. "Kamu udah pulang? Kenapa malam sekali?"

"Oh, ke rumah Anita tadi. Kenapa Mama melamun? Ada apa? Masalah sama Papa?"

"Ya, namanya juga rumah tangga. Masalah apa lagi kalau nggak sama pasangan. Mama heran sekali sama papamu itu, udah jelas-jelas perempuan itu penyakitan, burik lagi, masih aja perhatian."

Nola mengibaskan rambut ke belakang. Mengamati kukunya yang baru saja dihias rapi dengan kuku palsu bunga-bunga.

"Bukannya kemarin minta uang udah ditolak."

"Memang, tapi kamu tahu nggak kalau papamu malah beliin obat dan minta sopir ngirim ke rumah mereka. Kesal nggak kamu jadi mama? Udah capek-capek ngelarang anaknya kemari, malah disamperin ke sana. Heran, apa yang ada di otak papamu itu."

"Masih cinta kali sama perempuan itu?"

"Mana mungkin?" tukas Iyana cepat. "Itu jelas nggak mungkin. Kalau memang masih cinta, papamu nggak akan ngebiarin perempuan itu hidup kekurangan! Lagian, dia juga istilahnya hanya mantan istri!"

Nola terdiam, mengamati sang mama. Pertikaian dan perseteruan antara istri pertama dan kedua seolah menjadi sandiwara yang tidak ada habisnya di keluarga ini. Ia ingat dari semenjak kecil, persaingan antara sang mama dan perempuan tua itu sudah dimulai, ditambah dengan kelahirannya dan Mika yang tidak jauh beda. Kalau bukan karena kepintaran sang mama dalam mengambil hati papanya, sudah pasti mereka tidak akan menempati rumah ini.

"Ma, perempuan tua itu sakit-sakitan. Mana mungkin masih ada tenang untuk ngerayu Papa. Dibandingkan sama Mama yang masih muda dan cantik, jelas jauh sekali perbedaannya."

"Memang, kalau soal penampilan mama penuh percaya diri. Tapi nggak percaya sama perempuan tua itu dan anaknya. Menurutmu kita harus bagaimana, Nola? Kita nggak bisa diam saja'kan?"

Nola memikirkan perkataan sang mama. Memang benar tidak bisa diam saja menghadapi Mika dan mamanya yang penyakitan itu. Mereka menggunakan penderitaan untuk menarik perhatian sang papa dan itu tidak bisa dibiarkan. Bagaimana bisa seorang mantan istri masih merusuhi suami yang sudah bahagia dengan istri baru?

"Sepertinya yang harus kita kasih pelajaran itu Mika. Percuma kalau sama mamanya"

Iyana menggeleng. "Nggak bisa. Mamanya juga harus kita kasih pelajaran. Mika itu bebal, tempo hari datang dihajar sama papamu, tetap aja nggak ada kapoknya. Darah tinggi ngadepin dia itu."

"Maa, perempuan tua dan penyakitan gitu, mau diapain? Emangnya Mama bisa terima konsekuensi kalau sampai dia kena serangan jantung dan mati?"

"Kamu benar juga. Repot urusannya kalau soal penyakit. Sialan mereka itu! Bikin hidup kita runyam aja. Mana bisnis papamu lagi menurun. Bisa-bisanya mereka ngerecokin kita melulu. Mama takut kalau jatah untuk kamu ke salon dan ke mall bakalan berkurang buat mereka!"

Kali ini Nola ikut merasa takut, kalau benar jatah belanjanya dikurangi. Ia tidak mau kalah saing dengan teman-temannya yang lain. Mereka punya tas, sepatu, baju, atau barang elektronik terbaru, ia juga harus punya. Sebagai salah satu cewel paling populer di kampus, Nola tidak akan membiarkan dirinya kalah.

"Mika itu sebenarnya bukan siapa-siapa, cuma gadis tolol yang kampungan. Di kampus, dia juga jadi bahan bulian karena meskipun otaknya pintar tapi gembel. Kalau bukan karena temannya yang selalu ngebela, udah dimasukin ke got dan diinjek-injek dia itu."

Pesona Papa MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang