03.

255 32 8
                                    

Beberapa bulan ini, akhir pekan Sean berjalan dengan tujuan tertentu.

Hari Minggu ini Sean berada di sebuah green house besar penuh dengan bunga warni-warni. Bunga tulip cantik berwarna pink tak jauh darinya tak jemu ia pandangi. Bunga lain yang familiar seperti mawar, lily, anggrek, dan krokot menyebar bersamaan dengan tanaman hias lain. Daun hijau dan warna bunga yang bermacam-macam cukup menyegarkan pikiran dari suntuknya kegiatan selama sepekan.

Di ujung green house tempatnya berada, kolam hidroponik dengan lusinan sawi hijau di atasnya tampak begitu cantik dan rapi. Sayuran itu tumbuh subur dan hijau meskipun tanpa tanah. Sama halnya seperti selada yang ditanam di pipa yang disusun berjejar ke atas tak jauh dari kolam hidroponik. Jika bagian depan green house adalah tempat para bunga dan tanaman hias, bagian lain dari ruang berkanopi plastik UV ini dipergunakan untuk budidaya sayuran.

"Seperti yang kita praktikkan sebelumnya, bahan-bahan apa yang kemarin kita pakai untuk media tanam, Pak, Bu? Ada yang masih ingat?" Wanita dengan rambut sepunggung di depan mereka bertanya, mencoba mengulang pelajaran di pertemuan sebelumnya.

Audien merespon dengan serempak. Sean yang sudah memakai sarung lateks dan siap berkebun menjawab dalam hati. Tanah, kohe, arang sekam, dan trico powder.

“Ya, betul. Untuk media tanam yang baik kita bisa pakai tanah, kohe kambing sebagai pemicu pertumbuhan mikroorganisme, arang sekam untuk meningkatkan porositas dari tanah, kemudian trico powder sebagai fungisida dengan perbandingan yang telah kita pelajari di pertemuan sebelumnya.”

Bu Rosie, tentor berkebun mereka kembali menjelaskan ulang pelajaran minggu lalu. Wajahnya cantik meskipun usianya tidak lagi muda. Senyumnya yang selalu cerah saat mengajar mengindikasikan ia begitu menikmati pekerjaannya sekarang.

Wanita itu juga menjadi alasan Sean berada di green house ini saat akhir pekan. Alasan yang sama yang membuatnya menonton pertandingan berkuda kemarin Sabtu.

Seperti yang ia sebut sebelumnya, beberapa bulan ini akhir pekan Sean berjalan dengan tujuan tertentu. Bukan sebuah kebetulan ia berada di tempat sangat hijau ini sembari memakai sarung tangan lateks dan belajar berkebun. Ia bahkan bersusah payah "war" kelas berkebun gratis sebulan yang lalu. Menghabiskan weekend berkutat dengan tanah dan pupuk alih-alih mengajar bimbel atau mengerjakan tugas.

Semua itu Sean lakukan untuk mengenal lebih banyak wanita di depannya. Rosita Sanjaya, istri dari Januar Sanjaya. Keluarga yang menyita perhatiannya beberapa bulan ini.

Hasilnya tidak begitu terburuk. Tujuannya "sedikit" tercapai. Selain itu, ia bisa membantu Pak Rahmat merawat kebun dan apotek hidup di panti tempatnya tinggal.

"Untuk pertemuan kedua ini, kita akan belajar menyemai bibit tanaman bersama-sama. Semai ini memang kegiatan mudah-mudah susah karena tanaman pada tahapan ini masih rentan sehingga perlu diberi perhatian khusus. Ibu dan Bapak bisa menyemai di pot atau polybag langsung, tapi saya menyarankan untuk memakai tray semai apalagi kalau bibitnya cukup banyak.”

Bu Rosie tampak menyiapkan bahan yang disebut tray semai itu. Alat seperti bahan pencetak jelly itu bertumpuk di atas meja. Jumlahnya cukup banyak.

Atensi Sean kembali terfokus pada penjelasan wanita di depannya. Bu Rosie mempraktikkan cara menyemai bibit di tray semai. Wanita itu mengambil media tanam di karung dengan sarung tangan lateks, mengisi lubang di alat itu dengan tanah yang telah mereka campur dengan bahan-bahan lain di pertemuan sebelumnya.

“Ada 21 lubang di tray ini. Ibu, Bapak, bisa masukkan bibit apa pun di sana. Nggak perlu dalam-dalam, ya. Untuk awal-awal bisa siram sehari sekali. Setelah daun muncul, jangan siram dari atas, tapi kita siram dari bawah.”

osean | sion ft. jaeroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang