Hinata kembali terbangun dalam keadaan kacau, peluh dingin membasahi pelipisnya. Mimpinya semalam terlalu hidup, mengingatkan dia pada masa lalu yang ingin sekali ia lupakan. Kali ini, mimpi itu berputar di sekitar kebenaran pahit—bahwa Sasuke, orang yang dia cintai, berpacaran dengan Sakura.
"Pembohong! Benar-benar bajingan!" teriaknya dalam mimpi, suaranya menggema di dalam kepalanya. Gambar wajah Sasuke yang dingin dan tanpa ekspresi muncul di pikirannya.
"Kenapa? Daripada kamu yang seenaknya membuli adik tirimu?" jawab Sasuke dalam mimpi, nada suaranya penuh penekanan, seolah menghakimi.
"How many times should I say that I never touched her?" frustrasi Hinata, air mata mengalir di pipinya dalam mimpi yang kelam itu.
"Omong kosong! Semua yang terbukti, aku tidak percaya berpacaran dengan pembuli sepertimu. Kemana Hinata baik hati itu? You're just an attention seeker, bully, and thief! Aku kecewa," ujar Sasuke, kata-katanya seperti belati yang menusuk jantung Hinata.
"Kau kecewa? Lalu aku apa? Satu-satunya harapanku ternyata sama saja dengan orang-orang itu. Bagaimana bisa kalian tidak melihat seberapa busuknya Sak—"
Hinata terhenti, merasakan panas pada pipinya.
"Cukup! Tidak cukup kau membuli dia, kau bahkan berani mengatakan itu di depanku!"
"Im your GF! Mengapa kau membela sialan itu?" Sasuke membalas dengan suara tinggi.
"Cukup! Apa kau ingin kita berakhir?" Hinata merasa jantungnya berdebar, kata-kata itu terasa menakutkan.
"Kau memutuskan aku demi jalang itu?" tantang Sasuke, tatapannya tajam.
"Stop it, Hinata! She's not—"
"Oh yeah? Then what did you do last night? Playing cards in her bedroom? She is my f****ng stepsister, Sasuke!"
"Kau tahu itu, then what? I admit we had a night together."
"You crazy bastard! Okey then, let's break up!" suara Hinata semakin menegaskan keputusannya.
Sasuke nampak murka setelah kalimat itu terucap dari mulut kekasihnya."Kau hanya cemburu! Kamu ingin seperti itu? Then let's play, baby," ujar Sasuke dengan nada merendahkan.
Hinata merasa seakan dunia runtuh di sekelilingnya. Dia berjuang sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari Sasuke, yang telah mengambil semua harapannya dan menghancurkannya. Dia sangat takut saat itu, merasa terjebak dalam kekacauan yang diciptakan oleh orang yang dia kira sebagai harapan satu-satunya. Namun, kenyataan membuktikan bahwa dia salah.
Semalam, dia telah menangis sepanjang malam, rasa sakitnya semakin dalam ketika Sasuke, dengan dingin dan tanpa perasaan, menghamilinya.
Mimpi-mimpi itu seperti bunga tidur yang terus menghantui, mengingatkan Hinata pada semua ingatan kelam yang ingin dia lupakan. Tubuhnya bergetar, dan dia merasa kacau, seperti setiap bagian dari dirinya tertekan oleh beban masa lalu yang tidak bisa dia singkirkan. Butuh beberapa menit hingga dia bisa mengendalikan tubuh dan pikirannya kembali, menarik napas dalam-dalam dan mencoba mengusir bayangan itu.
Memori lain menyerang ingatan Hinata, menambah rasa sakit yang terpendam. Dia teringat saat itu, ketika dia menghadapi ayah dan kakak kandungnya, Neji, yang dengan tegas menyuruhnya untuk mengakhiri hubungannya dengan Sasuke demi kebahagiaan Sakura.
"Kau, putuslah dengan Sasuke! Sasuke mencintai Sakura, dan jangan halangi kebahagiaan Sakura!" perintah ayahnya dengan nada datar, seolah semua ini sudah menjadi keputusan yang final.