04

3 0 0
                                    

Laily, dia terlahir di keluarga yang cukup namun kurang jika untuk hal hal yang mewah. Setelah menyelesaikan sekolahnya, Laily memutuskan untuk tidak bergantung lagi dengan keluarga. Laily mencoba berdiri sendiri walaupun kedua orangnya terus terus memberitahu tidak perlu sekeras itu. Namun Laily tetap kekeh dengan pendiriannya. Dia berpikir

Dunia ini saja sudah keras,

Bagaimana aku bisa diam saja?

Setidaknya aku bisa untuk diriku sendiri dahulu.

Sedangkan Radi, sama halnya dengan Laily. Namun berbeda sedikit, Radi berdiri untuk adiknya. Radi masih mempunyai tanggung jawab adiknya. Satu satunya yang Radi punya hanyalah adiknya, kedua orang tuanya sudah tiada. Keluarganya? Keluarganya tidak ingin menerima keduanya, entah apa alasannya.

Hari berlalu dengan cepat, sore hari Radi tidak kunjung mengirim pesan kepada Laily. Laily tidak sabar menunggu lagi, dia ragu namun terbesit rasa khawatir kepada Radi. Laily yang tadinya senang dan tenang sekarang mendadak merasa khawatir.

Laily yang sudah berada dirumah, segera mengambil handphone nya dengan tujuan jelas ingin menghubungi Radi.

Radi

Radiiii |
Kamu kemanaa Di??? |

10 menit Radi tidak membalas pesan Laily, Laily mencoba berpikir positif. Mungkin Radi masih ditempat kerja. Setiap notifikasi yang masuk, Laily dengan cepat melihat. Harapnya Radi telah membalasnya, namun nihil kenyataannya hanya notifikasi operator.

Setelah setengah jam Laily menunggu, akhirnya yang ditunggu datang. Radi membalas pesannya.

Radi

| Laa, maaf ya baru balas
| Kenapa La?

Gapapa Di |
Aku khawatir, kamu bilang |
kemarin mau chat aku. Tapi 
gak kirim, khawatir aja kirain kamu 
kenapa kenapa 

| Ehh astagaaa
| Aku lupaa Laa. Maaf ya?
| Kemarin aku sampe rumah
   langsung ketiduran
| Maaf ya Laa, udah bikin kamu khawatir

Iyaa Di, syukur deh kalo kamu gapapa |

| Maaffff ya Laaa

Iyaaa Radi |

"Radi lupa?" Gumam kecil Laily dengan nada kecewa. Sakit hatinya.

Bagaimana tidak sakit hati? Diawal sudah diterbangkan namun dijatuhan seketika. Dada Laily terasa sesak, tidak menyangka seorang Radi akan seperti ini. Laily berpikir perkataannya yang serius itu hanya omong kosong saja.

| Minggu kosong gak Laa?

Rasa sakit hati Laily masih ada. Namun, setelah membaca itu Laily tidak bisa menolak. Entah apa yang ada dipikirannya, Laily tidak bisa menolaknya.

Kosong Di, kenapa? |

| Jalan mau?
| Sebagai permintaan maaf haha

Boleeeh deh |

| Sipp, Minggu nanti aku jemput dirumah

Iyaa deh |
Aku tidur duluan ya Di |
cape banget, baru pulang  

| Oke La
| Selamat tidur

Bohong. Tidak mungkin seorang Laily tidur di jam delapan malam. Menurutnya ini masih sore. Namun alasannya karena dia sedih, seperti bahasa gaulnya. Laily overthinking  bagaimana kelanjutan hubungan Radi dan Laily? Bagaimana kalo Laily gagal? Bagaimana kalau ternyata itu hanya kata penenang saja?

Isi pikiran Laily hanya Radi, Radi, dan Radi. Semakin lama dipikirkan Laily mulai menangis. Tidak tahu kenapa air matanya keluar begitu saja. 

"Mungkin, nanti Minggu Radi mau ngomong ya?" Kata penyemangat yang diucapkan Laily sendiri. Laily mencoba menguatkan dirinya sendiri. Sejujurnya Laily ingin membahas menanyakan terlebih dahulu ke Radi. Namun di pikirnya terlalu gengsi.

Masa aku harus ngomong duluan?

Nanti aku kaya berharap banget gak si?

Takutnya Radi cuman main main ngomongnya

Aku kelihatan banget ya naksirnya 

Itu yang selalu Laily pikirkan. Dia terlalu overthinking dengan jawaban Radi. Takut jawabannya akan menjadi penyakit.

Sekarang hari Jum'at, terpantau kurang dua hari menuju Minggu. Lama, lama sekali Laily menunggumu dua hari ini.

Namun dua hari itu Laily ada senang ada sedihnya saat kepikiran akan bertemu dengan Radi. Senangnya karena, ada rasa rindu Laily kepada Radi. Sedihnya, Laily merasa digantung dengan ucapan Radi kala itu.

Kesannya memang bodoh dan sedikit berlebihan memikirkan hal itu itu saja. Namun hatinya tidak bisa berbohong, dia merasa sedih karena tidak ada sesuatu yang special setelah hari itu.

CHOOSE ME [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang