Penantian Ketiga: You Keep Me Up When the World Bring Me Down

21 0 0
                                    

Chaeyoung tengah berjalan dengan santainya sembari bersiul ria menyusuri lorong yang akan membawanya ke lapangan basket sekolah. Sebenarnya Chaeyoung bukan tipe pemuda atletis yang selalu mengklaim lapangan sebagai tempat kekuasaannya. Tetapi rasa-rasanya ia harus menjemput Pemuda Yoo agar laki-laki itu masih bisa kembali ke sekolah dengan selamat, mengingat ini sudah terlalu larut untuk menetap di sekolah.

Sahabatnya yang satu itu memang sangat menyusahkan. Beruntungnya ia juga merupakan orang yang cukup memberi beban pada Jeongyeon, itu yang membuatnya rela berjalan kaki dari rumah ke sekolah setelah mendapat kabar dari sumber masalahnya langsung.

"Kudengar dia anak seorang yakuza"

"Dari mana kau tahu?"

"Gadis Myoui itu jelas sekali memiliki sifat kejam dan tidak mempunyai hati, kau harus berhati-hati jika ingin mendekatinya"

"Bodoh. Apa kalian percaya rumor sampah itu?"

"Lalu apa kau benar-benar ingin mencobanya?"

"Aku yakin. Dia cantik. Lagi pula, dengan begini aku bisa memanfaatkan kekayaannya"

"Semoga saja Jeongyeon tidak mengetahui hal ini"

Chaeyoung hampir saja bersumpah untuk mengganti otak Jeongyeon jika lelaki itu terlibat dalam hal ini. Chaeyoung tidak bisa menahan amarahnya lagi, kakinya mulai memasuki ruang ganti olahraga dengan tenang. Tujuh pasang mata menatapnya terkejut, tapi selanjutnya mereka sama sekali tak terintimidasi dengan tatapan tajam chaeyoung.

"Son?" Nada mengejek salah satu pemuda dengan tubuh tegap nan kekar itu saat mengucapkan nama depan Chaeyoung.

####

Mina melewati lorong pintu utama sekolah dengan segala keanggunannya. Kecantikkannya mengintimidasi setiap makhluk yang ia lewati. Tak ada yang berani mendekat meski gadis cantik ini tak menunjukan tanda-tanda membahayakan.

Kakinya berhenti bergerak maju tepat di depan loker bertuliskan nama lengkapnya MYOUI MINA.

"Noona..." suara khas chaeyoung terdengar menyenangkan di telinganya. Senyumnya yang sedari tadi ia simpan sendiri, kini timbul juga untuk ia bagikan pada pemuda kecil itu. Hanya saja, sepersekian detik kemudian, lekung bibir manis pertamanya hari ini dengan cepat kembali menyembunyikan diri. Mulutnya yang semula membentuk bulan sabit, kini berganti menjadi bulan purnama, matanya terbuka sedikit lebih lebar.

Wajah tampan Chaeyoung dipenuhi luka lebam. Bahkan plester luka sudah terpasang rapi di pelipisnya.

"Chaengyoung-ah... Apa yang terjadi?" alih-alih menjawab pertanyaan lembut penuh kekhawatiran dari mulut mina, pemuda itu justru menampakan senyum menenangkan.

"Noona, apa pagi ini kau baik-baik saja?" Mina menyiratkan ketidaksukaannya dari tatapan mata tajamnya. Ia benci harus diacuhkan seperti ini.

"Aku baik-baik saja" Tutur Chaeyoung. Pemuda itu tau, Mina terlalu cerdas dan tegas. Tidak seharusnya Chaeyoung berani melakukan apa yang gadis ini tidak sukai.

"Chaeyoung-ah, kau tau benar aku tidak suka dibohongi"

"Baiklah, aku tak sengaja berurusan sekelompok pemabuk saat akan pulang dari cafe" Mina tau lelaki mungil ini berbohong. Tapi ia tak mau berlama-lama memaksakan kehendaknya.

"Noona jangan khawatir, eomma sudah mengobatiku" Mina tak bisa menutupi kekhawatirannya di mata Chaeyoung.

BRUGHH...

Tidak lagi.

Mina melirik tajam pemuda kekar yang tengah tersungkur di sampingnya itu. Tak menggubris lelaki di bawahnya itu, ia melangkah mendekati pemuda tampan yang tengah memburu napas di depannya. Kulit yang semula putih kini menjadi merah padam. Peluh sudah nampak membanjiri wajah hingga kemeja putihnya. Jeongyeon tidak kalah berantakannya dari pemuda kekar itu.

"Cepat minta maaf!" Titah Jeongyeon.

Mina menahan dada bidang itu saat sebuah tendangan sudah siap dilepas si empunya kaki.

"Mina-ya, diaa..." Rengekan Jeongyeon belum mencapai akhir, tapi Mina sudah menginterupsinya, "Oppa, tenangkan dirimu".

Chaeyoung hanya menatap keributan itu dengan santai. Ia bahkan sedang menyenderkan punggungnya ke barisan loker hijau di sana, mengunyah permen karet yang baru saja ia buka bungkusnya.

Mina mulai merengkuh Jeongyeon. Mengusap tengkuknya lembut, sedangkan tangan kirinya masih bertengger di bahu kanan Jeongyeon, berjaga-jaga jika emosi pemuda tampan itu kembali meluap. Membisikan kata-kata menenangkan, hingga berhitung pelan sampai angka sepuluh.

Jeongyeon mulai merasakan ketenangannya perlahan kembali. Ia mengikuti semua instruksi yang Mina berikan padanya. Mulai dari bernapas dengan baik, menekan emosinya, melepas tegang. Ia dapat merasakan sentuhan tangan lembut Mina mengusap pelan tengkuk dan bahu lebarnya. Apapun yang Mina lakukan padanya selalu bekerja dengan baik. Seluruh tubuhnya seolah dikontrol dengan baik oleh gadis cantik itu.

"Sudah?" Kini ia dapat melihat ketenangan yang mampu menguasai emosi meledak-ledak itu dari mata Jeongyeon. Pemuda itu mengangguk menjawab pertanyaan Mina.

"Pergi kau. Sebelum Hyungku benar-benar mencabut nyawamu di depan banyak orang" Titah Chaeyoung sembari memberikan senyum mengejeknya. Pemuda tak tau diuntung itu mendesis.

"Cihh... Kau hanya beruntung anak miskin"

"Kaauu..!!" Jeongyeon hampir saja kembali tersulut emosi jika saja Mina tak menahannya. Kini hanya tinggal mereka bertiga. Semua murid sudah puas melihat keributan ini. Yang ada hanya tatapan mengintimidasi Mina.

"Ada apa oppa?" Bukannya menjawab, Jeongyeon menatap Chaeyoung marah.

"Kau! Kenapa tak memberitahuku semalam kau dirisak?!" Kini perhatian Mina tak lagi ditaruhnya pada Jeongyeon. Ia ikut menatap Chaeyoung tajam, meminta penjelasan dari sang termuda.

"Son Chaeyoung"


===TBC===

Until the Last Snowflake in This WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang