Un poco de feicidad || Sedikit kebahagiaan

20 17 3
                                    

Askara menangis sejadi jadinya karna saat ini tak ada yang membelanya.

Askara meratapi foto saat dirinya masih kecil. "Gue gak inget rasanya di sayang," Askara tertawa hambar.

"Ara cuma mau kalian peluk Ara, cium Ara, dan kasih Ara perhatian. Ara gak minta lebih."

Askara membuka laci nakas dan mengambil ipad nya dari dalam sana.

Dirinya melupakan itu, yang di ambil Papanya hanya Handphone, bukan ipad.

"Ais, kenapa malah mati sih!" Askara melempar ipad nya ke atas kasur.

"Mau cari casan nya dimana coba? Pintu aja di kunci," Lanjutnya.

Askara kembali termenung beberapa saat.

Lima menit berlalu. Dari arah luar, dirinya mendengar suara deru motor yang tak asing di telinganya. Siapa lagi jika bukan Bumantara.

Senyum Askara langsung merekah saat mendengar suara yang dirinya kenal tersebut.

Dengan segera, Askara berlari ke arah balkon lalu membuka pintu dan melambaikan tangan ke arah Bumantara.

Bumantara yang melihat Askara melambaikan tangannya dari arah balkon langsung membalasnya dengan lambaian tangan juga.

Dari kejauhan, Bumantara melihat bahwasanya mata Askara sembab yang menandakan bahwa perempuan itu habis menangis.

"Nangis lagi pasti," Batin Bumantara.

Bumantara memarkirkan motornya di seberang rumah Askara, jika dirinya meletakkan motor di halaman rumah Askara, maka Fander dan Aruna akan memarahinya habis habisan.

Dari bawah, Bumantara langsung berbicara menggunakan bahasa isyarat kepada Askara.

Bumantara menggerakkan tangannya dan membentuk simbol yang menanyakan "Lo kenapa?"

Askara pun membalas nya dengan gerakan tangan.

Mereka belajar bahasa isyarat jurang lebih satu tahun. Mengapa mereka mempelajari bahasa tersebut? Jawabannya karna jika Bumantara datang ke rumahnya, dirinya tak perlu berteriak sehingga Fander keluar dan menyuruhnya kembali.

"Lo di kunciin lagi?" Tanya Bumantara menggunakan bahasa tubuh.

Askara mengangguk. Mau tak mau, dirinya harus mencari cara bagaimana Askara bisa keluar dari rumah itu.

Loncat? Tidak mungkin. Lewat pintu? Yang ada dirinya malah babak belur.

Sebenarnya, Askara bisa saja mencongkel pintu itu. Tapi, dirinya tak mau karna Fander pasti akan menghukumnya dua kali lipat.

Bumantara melihat tangga yang lumayan tinggi di samping rumah Askara.

Dengan segera dirinya mengambil tangga tersebut dan membawanya ke dekat Askara.

Berhubung disain balkon Askara sedikit menurun kebawah, itu malah mempermudah pergerakannya untuk melarikan diri.

"Gue takut." Askara memperagakannya dengan bahasa isyarat.

Bumantara membentuk tangannya seperti ingin menggendong seseorang yang berarti jika Askara terjatuh, dirinya akan menangkapnya.

Pasti kalian bertanya tanya, kenapa tidak ada yang menangkap Bumantara di depan gerbang? Apa tidak ada satpam nya?

Jawabannya adalah tidak, Fander dan Aruna tidak memiliki satpam. Bahkan, ART saja mereka hanya punya satu, dan ART mereka sedang pulang kampung.

Askara mulai melangkahkan kakinya ke salah satu besi yang ada di tangga itu.

Askara mengumpulkan keberaniannya dan mulai berjalan turun secara perlahan.

Setelah sampai di bawah, buru-buru Bumantara mengajak Askara untuk pergi.

Askara hanya bisa berdoa, semoga saat ia pulang nanti esok hari ia masih bisa melihat dunia.

♪♪♪

Askara merasa bahagia saat dirinya di jemput oleh Bumantara untuk mengelilingi kota Jakarta.

"Lo mau kemana?" Tanya Bumantara.

"Ke selatan yuk, ke rumah Wira." Ajak Askara yang tentu saja langsung di angguki oleh Bumantara.

Perjalanan dari Jakarta pusat menuju Jakarta selatan memakan waktu kurang lebih tiga puluh satu menit.

Sepanjang perjalanan, mereka berbagi cerita pada hari ini dan apa yang akan di lakukan keesokan harinya.

"Tadi lo kenapa bisa di kunci sama Bokap lo?" Tanya Bumantara penasaran.

Askara menghela nafasnya. "Hal sepele, tapi di permasalahin. Makanya jadi ribut."

Mendengar nada bicara Askara yang berubah, Bumantara segera mengganti topik pembicaraan mereka mengenai sekolah dan lain sebagainya.

Singkatnya, mereka telah sampai di kediaman Raden Wiratama Nugroho.

"Wih ada motor Cakra tuh." Askara menunjuk motor Cakrawala yang terparkir du depan rumah Wiratama.

"Iya, kebetulan banget."

Askara dan Bumantara melepaskan helm nya dan berjalan masuk ke arah rumah milik Wiratama.

"Assalamu'alaikum." Salam mereka berdua saat sampai di depan pintu rumah Wiratama.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Cakrawala dan Wiratama. "Loh? Kalina kok bisa sampai disini?" Tanya Wiratama.

"Biasa, Ara mau main kesini."

Wiratama bergeser sedikit memberikan tempat duduk untuk mereka berdua.

"Bentar gue ambilin minum." Wiratama beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan ke arah dapur untuk mengambil dua gelas minuman untuk Askara dan Bumantara.

Selang sepuluh menit, Akhirnya Wiratama kembali dengan dua gelas minuman.

"Ada yang mau gue omongin sama kalian," Ujar Wiratama tiba-tiba.

"Kumpulin dulu anak-anak geng, baru gue omongin," Lanjutnya.

Bumantara dan Cakrawala langsung membuka grup chet dan menghubungi mereka.

Libertad gang

Anda
Bisa ke rumah Wira sekarang?

Chandra
Bisa, kenapa memangnya?

Tanaya
Bisa banget

Cakrawala
Cepat ke selatan sekarang, Wira mau ngomong sesuatu, tapi harus kumpul semua.

Nara
10 menit gue nyampe

Wira
Awas lo 10 gak nyampe @Nara

Allea
@Tanaya Nay, jemput gue. Motor gue mogok

Tanaya
Siap

♪♪♪

Hai Hai, jangan lupa Follow akun author ya kuecubittampol

Jangan lupa tinggalkan jejak, Terima kasih semuaa.

Bawa Aku, Tuhan [Berhenti Sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang