TAR#3_

12 3 1
                                    

"Seperti namanya, Toserba Alam Ras adalah toko yang menyediakan berbagai kebutuhan makhluk dari berbagai dimensi. Semua makhluk dari berbagai ras bisa datang dan mendapatkan keperluan mereka di sini. Tugas kita adalah untuk menyediakan dan membantu beberapa kepentingan mereka. Kau harus ingat baik-baik hal itu, Anzan!"

Taksa mengatakan setiap kata penuh penekanan. Semua itu pasti terdengar tidak masuk akal untuk remaja seperti Anzan. Tetapi, raut wajahnya tidak menunjukkan keheranan. Biasa saja.

"Dan lagi, kau tidak diperkenankan untuk menceritakan apa pun yang kau lihat dan dengar dari toserba ini, keluar!"

Anzan berkedip pelan mencerna apa yang dikatakan Taksa. Sekarang semua menjadi masuk akal. Kenapa beberapa hal yang ia lihat tadi terasa tidak biasa. Dari letak toko, suasana, prabot, bahkan makhluk beruban di sampingnya. Anzan kembali melirik pada Ruha yang masih memasang wajah masam.

Taksa menyadari gerak-gerik Anzan. "Ada yang ingin kau tanyakan?" Anzan mengalihkan pandangannya perlahan. Mengangguk sekali.

"Apa Anda dan dia-" Anzan melirik Ruha sejenak, "Makhluk dari dimensi lain?" Taksa tersenyum mendengar pertanyaan itu. Entah Anzan memang penasaran dengan hal itu atau pertanyaannya hanya sekadar mengisi kesenyapan saja.

"Bisa dibilang begitu, bisa juga tidak." Taksa tidak mendapat keluhan soal jawabannya. Malah, Anzan seperti hilang fokus melihat Ruha yang masih bersungut-sungut kesal.

"Baiklah, kembali bekerja! Anzan, untuk hari ini kau bisa membantu Ruha menyusun barang. Besok kau bisa datang ke sini satu jam lebih cepat dari hari ini. Aku akan memberimu perbekalan untuk bekerja besok."

Anzan yang mulai mengalihkan pandangannya dari Ruha mengangguk sekali. "Baik!"

"O, ya. Cobalah sedikit lebih sering bicara! Ruha akan senang jika diajak bicara lebih dulu."

Demi mendengar namanya yang disebut, Ruha menatap Taksa tajam. Ia tampak tak suka dengan ide pria itu. Apa lagi dia harus menjadi partner manusia seperti Anzan. Ruha segera berbalik dan meninggalkan ruangan itu, menyisakan Anzan dan Taksa yang menatapnya pergi.

"Dia memang seperti itu. Aku yakin kau akan cepat terbiasa dengannya." Taksa mengangkat bahunya, tampak terbiasa dengan sikap Ruha yang mudah terbakar.

Anzan kali ini memperhatikan Taksa lebih detail. Rambut coklat pria itu tampak tergulung pada ujungnya. Perawakannya tinggi dengan bahu tegap dan bentuk wajah yang tegas. Bisa dibilang dia terlihat rupawan. Ditambah warna matanya yang berbeda menambah kesan aura misteriusnya.

"Boleh aku bertanya satu hal?"

Anzan kembali melontarkan pertanyaan setelah banyak diam. Taksa sembat berpikir ia mengalami liberosis. Karena terlihat tak peduli dengan apa yang baru saja dia dengar. Atau mungkin Anzan sudan mengetahui tentang adanya dimensi lain selain tempat tinggalnya?

"Aku juga ingin bertanya satu hal lagi," sahut Taksa menimpali.

Anzan tak langsung merespon. Bukan karena otaknya telat menangkap. Hanya saja kebiasaan menunggu lawan bicara benar-benar selesai mengatakan sesuatu itu terbawa hampir di berbagai kondisi.

"Tentang?"

"Apa kau pernah datang ke sini sebelumnya?" Anzan menggeleng. "Kalau begitu, kenapa kau begitu santai mendengar perkataanku tadi?"

Anzan menimbang-nimbang apa yang akan ia katakan. "Karena aku rasa, apa yang Anda katakan cukup masuk akal dengan ketidakbiasaan yang aku lihat setelah menemukan brosur dan melihat toserba ini secara langsung."

"Ternyata kau benar-benar seorang pemikir, ya. Dan ... kau tidak perlu bicara formal di sini. Dunia ini lebih bebas dari dimensi kita. Kau bisa santai dalam penyebutan. O, ya. Apa yang ingin kau tanyakan tadi?"

Anzan mengembuskan napas sekali, mencoba bicara lebih santai. "Dimensi kita ... Apa kau juga seorang manusia?"

Taksa seketika tertawa mendengar penuturan tersebut. "Tentu saja aku manusia. Meski setengah dari darahku adalah Ras Rubah. Tapi, keluargaku sudah memutuskan untuk menjadi Ras Manusia seutuhnya. Itu memang bukan sesuatu yang biasa di Alam ras, karena pernikahan lintas dimensi bisa menjadi masalah pada keseimbangan Alam Ras."

"Itu kenapa kau berada di sini?"

Taksa mengacungkan telunjuknya pada Anzan ketika mendengar lelaki itu menyimpulkan. "Tepat sekali! Itu pekerjaanmu juga saat ini. Tempat ini adalah titik pertemuan atau kau bisa menyebutnya dimensi netral. Gampangnya, toserba ini adalah irisan dari berbagai dimensi Alam ras. Kita punya tugas khusus di sini. Termasuk memastikan setiap dimensi berjalan dengan baik. Ah, aku tidak begitu pandai menjelaskan. Aku harap kau mengerti. Kau bisa bertanya-tanya dengan Aya besok, jika ingin penjelasan yang lebih masuk akal. Jangan tanya dari Ras apa dia berasal! Karena dia manusia biasa. Dia suka kesal saat ada yang bertanya Rasnya."

Anzan mengangguk mengerti. Untuk saat ini dia cukup mendengar banyak hal baru. Mau setertarik apa pun dia pada dimensi Alam Ras ini. Dia hanya perlu mencari tahunya perlahan nanti, karena masih ada perkerjaan yang harus diselesaikannya saat ini.

"Kalau sudah tidak ada pertanyaan. Ayo, kembali ke depan! Ruha bisa-bisa membakar seluruh isi toserba karena kesal pada kita. Anzan seketika menatap Taksa. 

Taksa tertawa melihat ekspresi Anzan yang spontan terkejut, tetapi berusaha ia tutupi. "Aku hanya bercanda! Dia tidak akan bisa melakukan itu. Sampai dia benar-benar bisa menyelesaikan ritual kedewasaannya."

"Memangnya dia bisa mengeluarkan api?" Anzan berujar sembari terus mengekori Taksa. Mereka sudah keluar dari ruangan sebelumnya.

"Menurut legenda begitu. Aku sendiri belum pernah melihat makhluk lain dari rasnya selain dia dan adik perempuannya. Yang aku tahu ras mereka memang sangat tertutup."

"Dari ras apa dia berasal?"

Belum sempat Taksa menjawab pertanyaan Anzan. Makhluk beruban yang tengah mereka bicarakan sudah kembali mengangkat beberapa kardus yang berada tak jauh dari pintu depan. Ia berseru ketus, "Apa pun yang membuatmu penasaran, itu bisa dijawab nanti. Segera pindahkan barang-barang ini sebelum barang yang lain masuk!"

Taksa hanya tertawa masam sembari menggaruk belakang kepalanya. "Kenapa posisinya terasa berbeda, ya?"

Tanpa banyak tanya, Anzan segera membantu Ruha menyimpan tumpukan kardus itu ke dalam gudang. Setelahnya, mereka menata kembali stok barang yang sudah hampir habis. Anzan bisa melihat dengan saksama barang-barang yang dijual toserba ini. Beberapa memang terlihat seperti barang umum manusia. Tapi, beberapa lainnya tampak tak biasa. Meski beberapa lagi tak begitu aneh bentuknya. Tetap saja, bagaimana kalau manusia lain melihat benda-benda tak wajar ini?

Anzan menatap tanaman yang ada dalam genggamannya. Itu tampak seperti tanaman lamun laut yang cahaya.

"Sebaiknya kau segera letakkan itu pada tempatnya. Atau kau mau lendir cahaya  itu menempel pada tanganmu." Ruha berujar tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan snack kentang yang dia tata.

Benar saja. Saat Anzan meletakkan tanaman itu pada raknya, tertinggal segumpal cahaya berubah menjadi lendir dalam sekejap. Ia perlahan mengendusnya. Bau tak sedap seketika menyeruak menusuk hidung.

"Sudah aku katakan. Jangan bermain-main dengan benda-benda dengan lambang khusus!"

***

Kaar_free
10-04/24

TOSERBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang