TAR#4_

9 4 1
                                    

"Sudah aku katakan, jangan main-main dengan benda-benda yang ditandai khusus!"

Ruha berlagak mengomel sambil terus menyelesaikkan kegiatannya, tanpa menatap Anzan. Seolah dia sudah tahu akan terjadi hal seperti itu. Anzan hanya menatap Ruha dan tangannya bergantian.

"Kau tidak mengatakannya." Anzan mengeluh karena Ruha tidak mengatakan itu sebelumnya.

"Aku mengatakannya!" elak makhluk beruban itu sembari tersenyum miring. Ruha merencanakan itu sejak awal.

Taksa yang memperhatikan mereka dari balik meja kasir, terpaksa menengahi mereka. "Sepertinya Ruha sudah mulai melakukan hal iseng lagi," batin pria itu.

"Tidak ada!"

"Ada! Kau saja yang tidak mendengar." Ruha tampak tersenyum penuh kemenangan. Sepertinya makhluk itu merencanakan sesuatu.

Taksa menggapai bahu Anzan. "Sebaiknya segera cuci tanganmu. Aromanya bisa menempel sangat lama kalau terlambat dibersihkan."

Anzan mengela napas, segera beralih ke ruangan yang ditunjuk Taksa. Di ruangan itu ada cermin bulat yang dibingkai dengan dahan kayu masih menumbuhkan daun segar. Di bawahnya, ada sebuah mangkuk besar yang sepertinya memiliki fungsi serupa dengan watafel. "Yang menjadi pertanyaannya sekarang, di mana airnya?"

"Gunakan cairan yang berwarna hijau di balik cermin untuk membasuhnya. Cukup satu tetes saja. Lendir itu tidak akan hilang jika hanya dibalas dengan air." Seru seseorang yang entah sejak kapan berada di depan ruangan itu.

Anzan memperhatikannya sekilas. Seorang wanita yang tingginya mungkin hanya sedadanya. Ia kembali membuka lemberan kertas coklat usang di genggamannya setelah memberi tahu Anzan hal tadi.

"Dan ..." Wanita itu kembali berujar. "Kalau kau butuh air, genggam saja cermin di depanmu. Airnya akan mengalir sesuai kebutuhanmu." Setelah mengatakan itu, wanita itu berlalu menghampiri Taksa. Anzan masih memperhatikannya berinteraksi dengan pria itu.

"Aya? Aku pikir kau tidak masuk hari ini," ujar Taksa yang tengah mengambil alih pekerjaan Anzan sebelumnya.

"Hari ini Kyro mengantarkan barang. Bisa-bisanya dia mengirimkan pesan mendadak melalui ikan pelihaharaanku." Wanita yang disapa Aya oleh Taksa itu mengomel kesal. Tubuh kecilnya menggebu-gebu berkata. Padahal sebelumnya dia terlihat santai berkata memberi tahu Anzan menggunakan ruangan bersih-bersih itu. Seolah tak ada beban yang sedang ia hadapi.

Anzan mengangguk sekali. Wanita itu yang disebut Taksa pada pembicaraan mereka sebelumnya. Ia segera melakukan apa yang Aya sampaikan tadi. Di balik cermin berbingkai dahan itu, ada tempat penyimpanan. Banyak botol berbagai isi. Anzan mengambil salah satunya yang berisi cairan kental berwarna hijau. Saat dituang, aroma daun sirih dan manis jeruk membumbung ke udara. Sepertinya itu cairan ekstrak kedua bahan tersebut.

Meski toserba ini tampak janggal, beberapa hal di sini terlihat biasa sebagimana di dunia modern yang ia kenal. Yang unik lagi ialah air yang keluar dari cermin. Anzan hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Cermin di hadapannya ternyata bukan cermin biasa, melainkan genagan air yang menempel pada dahan. Itu kenapa dia sempat berpikir, apa maksud dari menggenggam cermin? Ternyata cermin itu adalah airnya.

Setelah selesai dengan acara bersih-bersihnya, Anzan mengalihkan diri kembali ke toko. Ia tidak mendapati siapa pun di sana. Pekerjaannya tadi pun sudah selesai. Anzan sedikit melipir saat mendengar suara berat seseorang dari depan toko. Sebuah pemandangan tak biasa dilihat Anzan dengan jelas.

Sesosok makluk berkulit biru dengan tubuh kekar sedang berbincang dengan Aya. Ia mengenakan seragam hitam tanpa lengan dan mempelihatkan seberapa besar tubuhnya. Anzan bisa melihat perbandingan antara makhluk biru itu dengan Aya yang mungil. Sangat jauh. Makhluk itu tampak tertunduk menggaruk kepalanya.

"Maaf menganggu waktu liburmu, Aya."

"Kau memang selalu begitu! Tidak bisakah kalian menunda pengiriman barangnya sampai besok?" Aya berujar sembari menandai kertas yang ada di hadapannya.

"Kau juga tau sendiri, kan. Ini semua harus tiba di Pegungungan Dimensi 7 sebelum 48 jam setelah di panen."

Aya mengela napas. "Baiklah-baiklah. Aku sudah menghubungi Veer untuk mengantarnya. Semoga saja dia tidak terlambat."

Tak lama Makluk biru itu pergi dengan mendorong gerobak melewati sebuah pintu di samping toko. Anzan mendekat mengahampiri Aya. Wanita itu sepertinya kesulitan mengangkat salah satu kotak di depannya.

"Ada yang bisa aku bantu?" Aya sedikit terkesiap mendengar suara Anzan.

"Aish! Kau mengagetkanku. Tapi, kebetulan sekali. Bisa tolong bantu masukkan satu kotak ini ke dalam?" pintanya dan langsung mendapat anggukan dari Anzan. Anzan melakukan apa yang diminta Aya dan mengikuti kemana wanita itu pergi.

"Terima kasih bantuannya. Kau pegawai baru di sini?"

Anzan mengangguk sekali. "Iya."

Aya mengela napas lega, seperti melepas beban yang sejak tadi dia tahan. "Ah, akhirnya ada pegawai lagi. Aku Aya. Siapa namamu?" Ia bertanya antusias.

"Anzan."

"Sepertinya kau manusia sepertiku. Apa tebakanku benar?" Anzan kembali mengangguk. "Hebat. Aku tidak sendiri kali ini. Di devisi apa kau ditugaskan Taksa?" sambungnya.

"Divisi yang sama dengan seseorang bernama Ruha."

Langkah Aya seketika terhenti. "Apa?! Kau berpartner dengannya?"

Anzan mengangguk sekali lagi. "Kenapa?"

"Aku rasa Taksa benar-benar kehabisan orang sampai menyuruhmu untuk menjadi partner Naga itu. Ah, tolong letakkan di sini saja!" Aya menunjuk pojokan ruangan dengan banyak kardus dan kotak berbagai ukuran.

"Naga?" Anzan mengulang kata yang disebutkan Aya sebelumnya.

"Iya. Yang kau maksud Ruha, kan? Satu-satunya makhluk yang bisa berwujud manusia sempurna hanya Ras Naga. Itu kelebihan mereka. Selebihnya, kau bisa melihatnya nanti."

"Apa makhluk biru tadi termasuk?"

Dari pada menerka hal-hal yang tidak masuk akal. Anzan memilih bertanya pada Wanita itu. Sesuai perkataan Taksa, dia pandai menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami.

"Oh, kau melihatnya?" Anzan mengangguk. (Author be like: Ini Anzan doyan banget ngangguk 🙄)

"Benar. Makhluk biru itu namanya Kyro. Dia dari Ras Orca lautan Dimensi Paxic. Kalau kau tanya itu di mana, aku juga tidak tau. Aku hanya mengenal sesuatu yang datang ke Toserba ini saja."

Aya meletakkan papan yang menyepit kertas-kertas usang. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya mengecek barang-barang yang baru saja datang.

"Sebagai sesama manusia, aku menyarankanmu untuk banyak bersabar. Ruha adalah makhluk menyebalkan kalau sedang kambuh sikap usilnya. Sejauh ini tidak ada yang bertahan menjadi partnernya. Tapi, tidak ada makhluk mana pun yang lebih baik darinya dalam menjalankan divisinya saat ini. Pandai-pandailah memilih perkataan mana yang benar darinya." Aya menepuk lengan Anzan dua kali sebelum keluar dari ruangan itu, meninggalkan Anzan yang masih setia menatap wanita itu menjauh.

"Hei! Kerjaan kita belum selesai. Apa yang kau lakukan di sini?"

Suara serak dari makhluk beruban mengejutkan Anzan. Lelaki itu menoleh ke sudut berbeda. Ternyata ada pintu lain di ruangan itu. "Mambantu Aya menyimpan barang."

***

Kaar_free
10-05/24

TOSERBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang