TAR#6_

2 1 0
                                    

"Berarti ada dimensi netral yang lain di dunia ini?"

Aya mengangguk. "Ya, tapi setiap wilayah memiliki aturan yang berbeda untuk mengizinkan makhluk yang terdaftar untuk berkunjung."

Anzan mencoba mencernanya dengan baik. Ada banyak hal yang tidak dia ketahui sejauh ini. Dan sore ini saja sudah seperti kejutan tak terduga untuknya.

"Boleh jelaskan lebih detail, maksud dari dimensi Alam Ras?"

Aya melirik sejenak. Itu masuk akal. Sepertinya penjelasan yang laki-laki itu dapat sejak tadi hanya potongan-potongan aturan dan fakta-fakta yang tidak pernah terbahas di dunia mereka.

"Tentu. Mungkin ini akan jadi cerita yang panjang. Tapi, aku coba meringkasnya.

"Kita akan mulai dari fakta, bahwa di dunia ini ada banyak dimensi yang berjalan sama hal dengan kehidupan modern kita. Tapi, dengan penghuni yang berbeda. Setiap dimensi dihuni satu Ras dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda pula. Salah satunya adalah kita, Ras Manusia yang sempurna dari segi penampilan fisik dan berkembang dengan kemampuan otak.

"Dari sejarah dimensi yang pernah aku baca, ada juga penghuni dari dimensi lain yang menyerupai manusia. Tapi mereka unggul dalam hal lain."

Anzan mendengarkan dengan seksama, meski sesekali ia melirik ke arah langit yang mulai memerah, pertanda sore segera berubah menjadi malam. Hening menyelimuti setelah kata-kata terakhir Aya, dan Anzan mencoba memproses apa yang baru saja ia dengar.

"Jadi, ada dimensi lain di luar sana, yang dihuni oleh makhluk lain... sejenis manusia, tapi dengan kemampuan yang berbeda?" Anzan mengulang, mencoba memastikan ia mengerti dengan benar.

Aya mengangguk perlahan. "Tepat. Setiap dimensi ini berjalan beriringan dengan dimensi kita, namun tidak sepenuhnya terlihat oleh manusia biasa. Hanya makhluk terpilih atau yang memiliki keterampilan khusus yang bisa berinteraksi di antara dimensi-dimensi tersebut."

"Dan kita berada di mana? Maksudku, dunia kita?" Anzan bertanya lagi, merasa sedikit bingung.

Aya tersenyum, mengerti kebingungan Anzan. "Kita berada di dimensi Ras Manusia. Dimensi ini adalah pusat dari banyak dimensi lain, karena di sini, perkembangan fisik dan kecerdasan manusia berada di puncaknya. Tapi, itu bukan berarti kita paling unggul dalam segala hal. Dimensi lain memiliki kelebihannya masing-masing."

Anzan merasakan hawa dingin dari angin sore yang bertiup. Ia melipat tangan di dada, mencoba menenangkan pikiran yang semakin berat. Semua yang ia ketahui hingga kini tentang dunia seakan-akan hanya bagian kecil dari kebenaran yang jauh lebih besar.

"Tunggu," Anzan mengerutkan kening, "bagaimana kau tahu semua ini, Aya?"

Aya tertawa kecil, tapi bukan tawa bahagia. Ada nada getir di sana. "Aku punya... akses ke informasi ini. Bisa dibilang aku beruntung mengetahui banyak hal sebelum orang lain. Dan bagian yang sulit adalah tidak banyak yang bisa aku bagikan kepada orang-orang."

"Kenapa tidak?"

Aya berhenti sejenak sebelum menjawab. "Karena tidak semua siap untuk menerima kenyataan ini, Anzan. Terlalu banyak yang dipertaruhkan jika semua orang tahu soal keberadaan dimensi-dimensi lain ini. Keamanan dunia kita, dan mungkin dunia mereka juga."

Mendengar itu, Anzan merasa ada sesuatu yang lebih besar yang terselubung di balik cerita ini. Namun, sebelum dia bisa bertanya lebih jauh, Aya kembali berbicara.

"Anzan, kita sedang berada di ambang perubahan besar. Kamu bukan orang pertama yang mempertanyakan keberadaan dimensi lain, tapi aku butuh kamu untuk tetap tenang dan menjaga semua informasi ini. Ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan terlalu cepat," Aya menatap Anzan dalam-dalam, seolah ingin memastikan bahwa dia memahami gravitasi dari situasi ini.

Anzan mengangguk perlahan. "Aku akan coba," ujarnya pelan.

Tapi di dalam dirinya, pertanyaan dan kebingungan berkecamuk. Apa sebenarnya maksud dari semua ini? Dan mengapa Aya, dari semua orang, yang tahu begitu banyak? Udara di sekitarnya mulai terasa lebih sempit, meskipun mereka berdiri di luar ruangan. Langit di atas mereka semakin gelap, dan kabut tipis mulai turun dari pegunungan di kejauhan.

Saat Anzan hampir tenggelam dalam pikirannya sendiri, Aya tiba-tiba mengubah topik pembicaraan. "Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan kepadamu. Ini mungkin bisa menjelaskan lebih banyak tentang dimensi lain dan mengapa semuanya begitu penting."

Tanpa menunggu jawaban Anzan, Aya mulai berjalan ke arah sebelum mereka lalui kemudian berbelok menuju jalan yang lebih terpencil, melewati jalan setapak yang dikelilingi pepohonan tinggi. Anzan, dengan rasa penasaran yang membara, mengikuti dari belakang.

Setelah beberapa menit berjalan dalam keheningan, mereka sampai di sebuah gudang tua, tersembunyi di balik semak-semak. Gudang itu terlihat seperti sudah lama tak digunakan, dindingnya retak dan atapnya penuh dengan lumut.

"Apa ini?" tanya Anzan, suaranya hampir berbisik, seolah takut merusak keheningan yang menyelimuti tempat itu.

Aya hanya mengangguk kecil ke arah pintu kayu besar di depan mereka. "Ini adalah salah satu tempat yang menghubungkan kita dengan dimensi lain."

Mata Anzan membelalak. "Tempat ini?"

Aya membuka pintu gudang perlahan, dan suara deritan kayu yang tua bergema, menambah kesan mistis. Di dalam gudang itu, barang-barang tua berserakan di mana-mana—kotak-kotak kardus, barang-barang antik, bahkan beberapa peralatan yang sepertinya sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun.

Ruha tiba-tiba muncul dari balik tumpukan kardus, terkejut melihat kedatangan mereka. "Kalian di sini? Kukira kalian sudah pulang."

Anzan menatap Ruha dengan penuh kebingungan. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Ruha tersenyum licik. "Aku sedang merapikan barang-barang lama ini. Tapi, ternyata ada sesuatu yang menarik di antara barang-barang itu." Dia mengangkat sebuah vas kecil yang tampak tua dan terbuat dari keramik. "Lihat ini. Ini bukan vas biasa."

Anzan mendekat, matanya tertuju pada benda itu. Ada sesuatu tentang vas tersebut yang tampak... salah. Pola-pola yang terukir di permukaannya terlihat terlalu halus, dan warna yang memudar tampak terlalu teratur, seolah-olah dibuat dengan sengaja untuk menyamarkan sesuatu.

"Tunggu... bukankah ini replika?" Anzan bertanya sambil menyentuh vas tersebut.

Ruha mengangguk. "Benar. Tapi ini bukan replika sembarangan. Vas ini... berasal dari dimensi lain."

Anzan merasakan jantungnya berdegup kencang. "Dimensi lain?"

"Ya," Aya ikut bicara, suaranya tenang namun penuh dengan makna tersembunyi. "Di sini, di gudang ini, ada banyak barang yang merupakan 'replika' dari barang-barang di dunia lain. Mereka tersembunyi di sini karena alasan yang sangat kuat."

Anzan menatap vas di tangannya. Ia merasa beban yang tak terlihat tiba-tiba mengisi udara. "Alasan apa?"

Aya menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan lirih, "Karena barang-barang ini bukan sekadar replika. Mereka adalah jembatan."

Anzan memegang vas itu lebih erat, perasaannya bercampur aduk antara rasa ingin tahu dan kecemasan. Jembatan? Ia menatap Aya, berharap penjelasan lebih, namun ekspresi Aya tetap tenang, hampir tidak ada perubahan emosi. Ruha, di sisi lain, tampak tidak bisa menahan kegembiraannya atas penemuan ini.

“Kamu pasti penasaran, kan?” tanya Ruha dengan nada penuh semangat. "Apa yang terjadi kalau jembatan ini aktif?" Ruha menaik-turunkan alisnya mencoba membujuk.

Anzan tidak bisa menjawab. Pikirannya sudah melompat jauh. Apakah mungkin ada makhluk lain yang bisa datang melalui jembatan ini? Atau bahkan sebaliknya—bisakah mereka, manusia, melintasi dimensi lain? Dia menatap Aya lagi, mengharapkan jawaban.

***

Kaar_free
10-07/24

TOSERBATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang