5

160 24 3
                                    

Beberapa minggu setelah percakapan mereka tentang orang tua Lily, suasana di rumah tetap nyaman. Tapi ada satu hari di mana Lily tiba-tiba mengajak Delynn ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi bersama sebelumnya.

"Del, besok kamu sibuk nggak?" tanya Lily di sela-sela makan malam mereka.

Delynn mengangkat alis, penasaran. "Nggak sih, kenapa?"

Lily terlihat ragu sejenak, tapi akhirnya bicara. "Aku mau ajak kamu ke makam orang tuaku. Udah lama banget aku nggak ke sana. Aku rasa, sekarang aku siap."

Delynn terkejut, tapi senyum kecil menghiasi wajahnya. "Tentu, Lil. Aku temenin."

Keesokan harinya, setelah selesai sekolah, mereka langsung berangkat ke pemakaman. Udara sore itu sejuk, dan suasana di pemakaman cukup tenang. Lily memimpin jalan ke arah makam yang sudah lama tidak dia kunjungi. Perlahan, mereka tiba di depan dua batu nisan yang berdampingan.

Di atas batu nisan itu, tertulis nama kedua orang tua Lily: Gito Shaka dan Kathrina Shaka.

Delynn sempat terdiam sebentar, matanya menelusuri tulisan di nisan itu. Nama-nama itu terdengar sangat familiar di telinganya, tapi dia tidak bisa mengingat dengan pasti dari mana dia mengenalnya. Meski begitu, Delynn memilih untuk tidak terlalu memikirkannya saat itu.

Lily berjongkok, menyentuh lembut salah satu batu nisan sambil tersenyum kecil. "Hai, Ma, Pa... Udah lama aku nggak ke sini, ya?" bisik Lily pelan, suaranya bergetar sedikit. "Aku nggak sendirian lagi sekarang. Ini Delynn, temanku. Kami tinggal bareng sekarang."

Delynn tetap diam, membiarkan Lily bicara dengan caranya sendiri. Melihat Lily terbuka begini membuat Delynn merasa semakin dekat dengannya.

“Ma, Pa, kalau kalian lihat aku dari sana, aku harap kalian senang. Aku baik-baik aja, kok. Nggak perlu khawatir lagi,” lanjut Lily dengan suara yang sedikit serak. Dia mengusap matanya yang berkaca-kaca sebelum menoleh ke arah Delynn. “Del, makasih udah mau ikut ke sini.”

Delynn tersenyum lembut. "Aku senang bisa nemenin kamu, Lil."

Setelah beberapa saat di sana, mereka akhirnya berdiri untuk pergi. Tapi di benak Delynn, nama Gito Shaka dan Kathrina terus terngiang. Dia merasa pernah mendengar nama itu di masa lalu, entah dari cerita keluarga atau sesuatu yang dia baca. Namun, dia memilih untuk menyingkirkan pikiran itu dan fokus pada Lily.

Saat mereka berjalan keluar dari pemakaman, Lily merasa jauh lebih lega. Kunjungan itu memberi Lily kesempatan untuk melepaskan beban yang sudah lama dia pendam. Di sisi lain, Delynn merasa ada sesuatu yang belum terpecahkan, tapi dia memutuskan untuk menunggu saat yang tepat sebelum menggali lebih dalam.


________




Hari-hari setelah kunjungan ke makam orang tua Lily, Delynn mulai merasa ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Nama Gito Shaka dan Kathrina terus terngiang, seperti ada kaitan yang seharusnya dia ingat. Tapi setiap kali dia berusaha memikirkan lebih dalam, kepalanya terasa buntu.

Sementara itu, kehidupan mereka tetap berjalan normal. Lily terlihat lebih tenang dan terbuka setelah kunjungan itu. Mereka masih sering berbagi cerita di rumah, baik soal sekolah maupun hal-hal kecil yang terjadi di sekitar mereka. Namun, di balik senyuman dan tawa mereka, Delynn menyimpan rasa penasaran yang semakin menguat.

Suatu sore, setelah pulang sekolah, Delynn memutuskan untuk membuka percakapan. Mereka sedang duduk di ruang tamu, Lily sibuk membaca majalah sambil sesekali mengomentari hal-hal lucu yang dia baca.

"Eh, Lil," Delynn memulai dengan nada hati-hati, "kemarin pas kita ke makam, nama orang tua kamu itu... kayak familiar banget buat aku."

Lily menurunkan majalahnya dan memandang Delynn dengan alis terangkat. "Familiar gimana? Kamu pernah denger nama mereka?"

Delynn mengangguk pelan. "Iya, tapi aku nggak ingat dari mana. Nama 'Gito Shaka' dan 'Kathrina' tuh kayak... aku pernah dengar waktu aku kecil, mungkin dari cerita keluarga atau gimana, tapi aku nggak yakin."

Lily terdiam sejenak, kelihatan berpikir. "Mungkin mereka kenal sama keluargamu? Tapi aku nggak ingat pernah dengar nama keluargamu juga. Orang tuaku dulu nggak terlalu sering cerita tentang teman-temannya."

Delynn mengangguk, tapi masih merasa ada yang aneh. "Bisa jadi, sih. Tapi rasanya lebih dari sekadar kenal. Aku nggak tahu kenapa, cuma... rasanya kayak penting, tapi aku lupa."

Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat. Lily terlihat memikirkan ucapan Delynn, sementara Delynn masih bergelut dengan pikirannya yang terus mencoba menghubungkan titik-titik yang hilang.

"Kamu pernah cerita nggak sih, orang tua kamu dulu kerja di bidang apa?" Delynn akhirnya bertanya, berharap bisa menemukan petunjuk.

Lily tersenyum samar. "Papa dulu pengusaha, dia punya beberapa usaha kecil di bidang transportasi dan barang ekspor. Mama sempat jadi dosen, tapi lebih sering sibuk di rumah setelah Papa makin sibuk dengan bisnis."

Delynn memikirkan hal itu, tapi tetap belum ada yang terasa jelas. "Aku akan coba tanya keluarga, deh, mungkin mereka pernah cerita soal orang tuamu. Siapa tahu ada sesuatu yang aku lupa."

Lily mengangguk, meski kelihatan tidak terlalu memikirkan soal itu. "Boleh aja, Del. Tapi buat aku, yang penting sekarang, aku udah nggak ngerasa sendirian lagi. Kamu ada di sini, dan itu udah cukup."

Mendengar itu, Delynn tersenyum lembut. "Aku juga senang tinggal bareng kamu, Lil. Tapi aku bakal cari tahu soal ini, sekalian biar rasa penasaranku hilang."

Hari-hari berikutnya, Delynn mulai bertanya-tanya pada keluarganya, meski masih belum menemukan jawaban yang memuaskan. Tapi rasa familiar itu terus menghantuinya, seolah ada rahasia yang terpendam di balik nama orang tua Lily yang harus dia ungkap.

Namun, di sisi lain, Delynn sadar kalau apa pun yang dia temukan, hubungan mereka tak akan berubah. Mereka sekarang sudah seperti keluarga, saling mengisi kesepian masing-masing, dan bagi Delynn, itu yang paling penting.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Takdir Terus BerulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang