Ayaka dan Ayato

8 2 0
                                    

Di ruangan pribadiku yang didominasi warna putih, aku dan kakak duduk di sofa yang tersedia beserta set teh di atas meja untuk menemani sesi curhat yang akan segera dimulai.

Kakak menyeruput teh yang ku tuangkan menyebabkan lengang seketika di ruang yang kedap suara.

"Yah, keterampilanmu menuangkan teh memang tidak bisa diragukan." Pujinya setelah menurunkan cangkir teh untuk merilekskan suasana dan aku, karena ini adalah sesi curhat setelah sekian lama dan ada banyak yang ingin ku bincangkan dengan kakak.

"Jadi, apa yang mengganggu pikiranmu akhir-akhir ini? Kalau soal pekerjaan itu pasti, aku ingin kau mengatakan hal diluar itu." Desak kakak padahal belum apa-apa. Jika aku asal menjawab dan kakak menemukan kejanggalan, bukan tak mungkin kakak akan mengajukan perceraian pada Kazuha untukku, ini semacam ujian darinya. Tetapi aku juga tak bisa menahannya lebih lama lagi dan mungkin inilah satu-satunya jalan untuk kemajuan pernikahanku, dengan memberi penjelasan yang masuk akal aku yakin kakak akan mengerti, kakak juga tipe orang berkepala dingin.

"Menurut kakak apakah normal jika seorang anak bersembunyi dari ayahnya?" Entah ini awal yang bagus atau tidak, tapi jika terdengar kertakan cangkir teh keramik yang masih di genggam kakak, sepertinya ini ide buruk.

Dengan tergesa-gesa aku menguraikan maksud perkataanku,
"Maksudku, ketika sang ayah bahkan tak pernah memperlakukan putrinya buruk-" namun karena kebiasaanku yang tak pernah menutup-nutupi apapun jika bicara dengan kakak, aku malah keceplosan mendefinisikannya sebagai suamiku -karena kedua anak kak ayato adalah laki-laki-.

"Lalu?" Timpalnya dengan senyum simpul, seakan-akan pria dengan surai biru itu tak menyadari perkataanku. Aku yang kepalang takut menundukkan pandanganku.

"Sang ayah juga.. sangat-sangat menyayangi.. putrinya." sambung ku dengan sedikit terputus-putus takut salah bicara lagi sambil mencuri pandang melihat reaksinya.

Kakak menopang dagunya kemudian berkata,
"Hmm..Kalau itu, ada banyak kemungkinannya, salah satunya terjadi karena sang ayah jarang menghabiskan waktu dengannya atau sang ayah kurang mengekspresikan rasa sayangnya. Siapapun akan merasa canggung dengan seseorang yang tidak memperlihatkan ekspresinya sekalipun mereka selalu berada dalam satu lingkungan yang sama."

Setelah kakak mengatakannya, Kazuha sendiri terlihat sering mengekspresikan rasa sayangnya dengan lembut namun beda halnya dengan menghabiskan waktu. Aku bahkan tak merasa pernah melihat Kazuha dan Himeko berduaan, entah kenapa selalu ada aku juga di momen-momen itu.

"Apakah ada cara supaya mereka bisa dekat?" Tanyaku setelah paham garis besar ucapannya, aku tidak boleh berputar-putar dan membuang waktu yang berharga ini.

"Tentu saja ada, seperti mulai melakukan banyak hal bersama, mulai terbuka, intinya banyak berinteraksi satu sama lain dan membuat nyaman."

Sarannya terdengar mudah, tapi aku tidak yakin akan berjalan lancar.

"Tapi,kau tahu anak ayam?" Lanjutnya tiba-tiba. Aku sempat terkejut namun segera ku netralkan kembali.

"Ah-iya," aku tak melanjutkan ucapanku karena belum menangkap maksudnya.

"Saat anak ayam baru menetas, mereka akan mengikuti apapun yang mereka lihat pertama kali, yang paling umum adalah induk yang mengerami telur mereka. Kita manusia pun pasti punya panutan masing-masing tergantung kondisi, contohnya kau yang selalu mengikuti ku sewaktu kecil."

Aku memalingkan pandangan malu, kenapa kakak tiba-tiba mengungkap masa lalu juga.

"T-tapi sekarang tidak..terlalu 'kan?" Sangkal ku agar aku punya muka untuk menatapnya.

"Itu jika melihat masa ini. Tapi saat kecil aku bahkan tak dapat mengira kapan kau akan berhenti mengikuti ku, begitu pula Himeko. Dia sangat menjadikanmu panutannya, disetiap momennya dia tak akan pernah absen menyertakan sosokmu."

Family(Kazuyaka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang