Titik terang

7 1 0
                                    

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Hime hanya saling diam. Aku tak terpikirkan topik apa-apa untuk dibincangkan, sementara Hime pasti tidak akan membuka percakapan duluan, hingga tanpa sadar kendaraanku sudah masuk garasi rumah.

"Hime, apa kau bisa membuka sabuk pengamannya?" Tanyaku setelah mematikan mesin.

"B-bisa kok" jawabnya sambil mengotak-atik sabuk pengaman. Di mobil Ayaka yang biasa ditumpangi Hime terdapat kursi kecil dengan sabuk pengaman yang lebih mudah digunakan anak kecil, tetapi aku bahkan tak pernah menyangka gadis kecilku itu akan menumpangi mobil ini tanpa Ayaka disampingnya.

Karena tak tega melihatnya kesusahan, aku keluar dari kursi kemudi menuju kursi belakang untuk membukakan sabuk pengamannya.

'Ctak'
"Terimakasih" ucapnya lirih sambil beranjak keluar. Sikapnya yang malu-malu pun sangat menggemaskan, aku ingin mencubit pipinya yang mengembung ehem-.

"Ibu beneran belum pulang??" Lirihnya lagi kecewa saat menyadari mobilku adalah kendaraan satu-satunya di garasi saat ini.

Aku hanya berdehem canggung menanggapinya.
"Ayo masuk dan bersih-bersih, bibi pasti sudah menyiapkan air hangat untuk berendam. Itu..apa ada yang Hime inginkan untuk makan malam?" Tanyaku mencoba mengalihkan kesedihannya sambil membawanya memasuki rumah. Namun Hime hanya menanggapinya dengan gelengan.

"Kalau begitu..apa Hime ingin dimandikan ayah lagi?" Tanyaku lagi tapi kali ini penuh harap, jika Hime mau artinya dia sudah mulai mempercayaiku.

"Tidak usah. Ayah pasti lelah, aku mandi dengan bibi saja" jawabannya membuatku seakan disambar petir siang bolong. Kami mandi di waktu yang bersamaan.

Pov Himeko:

"Bibi, sepertinya ada kucing di kamar mandi sebelah, tapi ayah sedang mandi disitu 'kan? Aku mendengar suara meong-meong."

"Bukan apa-apa, ojou-chan, perasaanmu saja."

***

Denting alat makan yang beradu terdengar dari ruang makan kediaman Kaedehara, tanpa sosok istriku, tiba-tiba tengkukku terasa sedingin freezer.

"Tuan, saya diperintahkan untuk membuang jus jeruk di kulkas oleh nyonya, bolehkah saya membuangnya?" Ujar bibi memecah keheningan. Pantas saja punggungku terasa dingin, ternyata memang ada yang membuka pendingin yang terletak di belakangku.

"Iya,buang saja." Tapi kenapa Ayaka memberi perintah seperti itu? Apa nyonyaku itu tidak suka jus jeruk?

"Ayah," panggil Hime, membuatku terlupa akan segalanya.

"Iya, apa Hime membutuhkan sesuatu?" Sahutku bersemangat. Seketika aku menyesal karena tak memulai percakapan duluan.

"Kapan ibu pulang?" 'Bisakah Hime berhenti menanyakan ibu dan bermain saja dengan ayah' aku ingin mengatakan itu tetapi aku hanya akan semakin dibenci putri semata wayangku itu.

"Ibu bilang mau makan malam diluar bersama paman Ayato, jadi mungkin akan pulang lumayan larut malam ini. Tapi jangan khawatir, Hime bisa mencari ayah jika butuh sesuatu." Balasku dengan senyum yang pasti terlihat hambar, sementara putriku semakin terlihat muram dan tak bersemangat. Aku jadi berpikir jika aku pulang larut apakah Hime akan menanyakan keadaanku pada Ayaka??

Setelah makan malam, aku menuju ruang tv karena tak ada yang harus kulakukan. Aku ingin mengecek Hime yang langsung melipir ke kamarnya, tetapi aku takut mengganggunya jadi ku urungkan.

Padahal seharusnya tak ada yang berbeda dari malam ini dengan malam biasanya kecuali ketidakhadiran Ayaka. Rumah ini jadi terasa sangat sunyi karena tidak ada canda gurau antara ibu dan anak itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Family(Kazuyaka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang