Kara terbangun dengan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Sekali lagi, rasa sakit di perutnya mulai datang. Kontraksi itu datang semakin kuat dan semakin sering. Dia tahu, ini bukan pertama kalinya. Di setiap siklus, ia selalu dihadapkan pada hal yang sama: jika bayinya lahir, ia akan mati. Tetapi kali ini, ada sesuatu yang lebih mengerikan yang menunggunya di ujung proses persalinan.
Kara terjebak dalam kutukan yang kejam—setiap kali ia hampir melahirkan, kehamilannya akan terus bertambah satu bulan lagi. Semakin lama ia menunda melahirkan, kehamilannya berlanjut, tanpa akhir, sampai akhirnya tubuhnya tak mampu lagi menahan beban janin yang terus tumbuh. Dan setiap kali ia mati, kehamilan akan berlanjut lagi di titik yang sama, tapi dengan lebih banyak penderitaan.
Awal Siklus:
Di dalam kamar yang sama, dengan udara yang dingin dan rasa takut yang menyelimuti, Kara meremas perutnya. Bayinya sudah terlalu besar untuk ditahan. Ia bisa merasakan setiap gerakan janin yang semakin menekan organ-organ tubuhnya. Kaki dan tangannya terasa kaku, perutnya membengkak melebihi ukuran normal. Tetapi, ia tahu bahwa jika ia melahirkan sekarang, ia akan mati—dan kemudian, kehamilannya akan dimulai lagi, kali ini lebih berat, lebih menyakitkan, dan lebih mustahil untuk dijalani.
Keputusan Pertama: Melahirkan atau Menunda Lagi
1. Jika Kara Memilih untuk Melahirkan:
Kara memutuskan bahwa sudah waktunya untuk menghadapi ketakutannya. Ia tak bisa terus menunda. Dengan napas yang terengah-engah dan kontraksi yang makin kuat, ia berbaring di tempat tidur, berusaha sekuat tenaga untuk melahirkan bayinya. Saat ia mulai mengejan, rasa sakit yang ia alami semakin intens, seolah tubuhnya ingin pecah.
Saat akhirnya bayinya lahir, tangisan kecil terdengar di udara. Namun, Kara tidak bisa menikmati momen itu. Tubuhnya mulai melemah, seperti nyawa yang perlahan-lahan meninggalkannya. Pandangannya menjadi kabur, dan di ujung kesadarannya, Kara tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika ia menyerah pada kematian, dunia di sekelilingnya gelap.
Dan ketika ia terbangun lagi, perutnya terasa lebih besar, lebih berat. Kehamilannya sekarang lebih lanjut satu bulan. Rasa takut menjalari tubuhnya—ia tak mungkin bisa terus menahan ini selamanya. Tubuhnya sudah terlalu lelah, tapi siklus ini tak memberikan ampun.
2. Jika Kara Memilih untuk Menunda:
Kara menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menyerah pada kontraksi. Ia tahu bahwa setiap detik yang ia habiskan untuk menunda hanya membuat keadaannya semakin buruk, tetapi ia tak sanggup menghadapi kematian lagi. Ia berjuang keras untuk menahan proses kelahiran, meskipun tubuhnya memberontak. Setiap gerakan bayi di dalam rahimnya terasa seperti ancaman.
Waktu berlalu, tetapi rasa sakit itu tidak mereda. Sebaliknya, perutnya terus membesar. Ia bisa merasakan tulang-tulang tubuhnya semakin terhimpit, paru-parunya sulit bernapas. Bayi di dalamnya semakin kuat, dan kehamilan bertambah lagi satu bulan. Kara tahu bahwa pada akhirnya, tubuhnya akan menyerah.
Keputusan Kedua: Menghadapi Takdir atau Mencari Jalan Keluar
1. Jika Kara Memilih untuk Menghadapi Takdir:
Pada titik ini, Kara tahu bahwa ia tak bisa lari dari takdirnya. Ia tak bisa menahan lebih lama lagi. Setiap kali ia menunda, kehamilan akan bertambah, bayi di dalamnya semakin besar, dan tubuhnya semakin lemah. Jadi, ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya, dengan menerima kenyataan bahwa ia harus melahirkan, meskipun nyawanya harus dibayar.
Dengan napas yang berat dan keringat membasahi tubuhnya, Kara kembali berbaring di tempat tidur, mempersiapkan diri untuk melahirkan bayinya sekali lagi. Rasa sakit itu lebih intens daripada sebelumnya, tetapi kali ini, ia tidak akan melawan. Ketika bayi itu lahir, Kara merasakan tubuhnya mulai menyerah. Matanya tertutup, dan dunia perlahan-lahan menghilang. Ia menerima bahwa setiap kali ia melahirkan, tubuhnya akan semakin rapuh.
Namun, ketika ia terbangun lagi, kehamilannya tidak lagi sembilan bulan, melainkan sepuluh bulan. Beban yang ia bawa semakin mustahil, dan ia tahu kali ini, ia mungkin tidak akan sanggup bertahan lebih lama lagi.
2. Jika Kara Memilih untuk Mencari Jalan Keluar:
Kali ini, Kara memutuskan bahwa ia tidak bisa terus mengulangi siklus ini tanpa mencoba mencari jalan lain. Ada sesuatu yang salah, sebuah kutukan yang menjebaknya dalam kehamilan tanpa akhir. Dengan napas tersengal-sengal dan tubuh yang semakin berat, ia bangkit dari tempat tidur, mencoba mencari petunjuk untuk mematahkan lingkaran ini.
Di setiap siklus sebelumnya, Kara tidak pernah memeriksa lebih dalam tentang penyebab keanehan ini. Kini, ia mulai memperhatikan detail-detail kecil yang sebelumnya terlewatkan: ada buku tua di atas meja, simbol-simbol aneh di dinding kamar, dan suara-suara berbisik di luar jendela yang membuatnya merinding. Mungkin, ada sesuatu yang bisa ia temukan untuk memutus kutukan ini.
Saat ia membuka buku itu, halaman demi halaman berisi mantra dan ritual yang membingungkan. Namun, di salah satu halaman, Kara menemukan sesuatu yang menarik: “Pengorbanan sejati diperlukan untuk memutus lingkaran.” Apa yang dimaksud dengan pengorbanan sejati? Apakah nyawanya harus diserahkan untuk anaknya? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang perlu ia korbankan?
Keputusan Ketiga: Memecahkan Kutukan atau Menyerah pada Nasib
1. Jika Kara Memilih untuk Memecahkan Kutukan:
Kara memahami bahwa untuk memutus lingkaran ini, ia harus mencari tahu lebih lanjut tentang pengorbanan sejati. Ia tahu bahwa setiap kali ia melahirkan, nyawanya menjadi harga yang harus dibayar. Tetapi kali ini, ia percaya bahwa mungkin ada jalan lain. Dalam buku tua itu, ia menemukan petunjuk untuk melakukan ritual pemutusan yang membutuhkan tekad dan keberanian.
Dalam sebuah upacara yang penuh misteri, Kara mengikuti instruksi yang tertulis di dalam buku. Ia membakar lilin, menggambar simbol di lantai, dan mempersiapkan dirinya secara mental untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Saat ia mulai melafalkan mantra, bayangan di sekitarnya mulai bergerak, seolah-olah ada kekuatan lain yang memperhatikan.
Ketika ritual itu selesai, Kara merasa tubuhnya ringan. Kehamilannya tiba-tiba berhenti, dan rasa sakit itu hilang. Namun, sebelum ia bisa merayakan, sebuah suara berbisik di telinganya, “Pengorbanan belum selesai.” Kara sadar bahwa meskipun siklus itu terhenti, ada harga lain yang harus ia bayar.
2. Jika Kara Memilih untuk Menyerah pada Nasib:
Setelah melalui begitu banyak siklus, Kara akhirnya lelah. Ia tahu bahwa tidak peduli apa yang ia lakukan, kutukan ini akan terus berlanjut. Setiap kali ia menunda melahirkan, kehamilannya bertambah satu bulan, tubuhnya semakin membengkak, dan nyawanya semakin di ujung tanduk.
Dengan hati yang berat, Kara menyerah. Ia memutuskan untuk menjalani kehamilan yang tak pernah berakhir, meskipun ia tahu bahwa tubuhnya tidak akan sanggup bertahan selamanya. Setiap bulan yang berlalu, bayinya terus tumbuh, dan Kara semakin dekat dengan kehancurannya.
Akhir: Lingkaran yang Tak Terputus
Kara dihadapkan pada siklus kehamilan yang tak pernah berakhir, di mana setiap kali ia mencoba melahirkan, nyawanya diambil, dan kehamilannya bertambah satu bulan. Setiap pilihan membawa Kara lebih dekat pada batas fisik dan mentalnya, tetapi meskipun ia berusaha keras, takdir selalu menemukan cara untuk mengurungnya dalam penderitaan ini.
Pada akhirnya, Kara harus memilih: apakah ia akan terus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari kutukan ini, atau menerima nasibnya sebagai ibu yang tidak pernah bisa melahirkan tanpa kehilangan nyawanya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Melahirkan di Tengah Kegelapan
HorrorKara terbangun dengan rasa nyeri yang luar biasa di perutnya. Dalam kebingungan, ia menyadari bahwa ia tidak berada di kamarnya-melainkan di sebuah ruangan gelap, dingin, dan berbau lembap. Cahaya temaram dari lampu neon berkedip-kedip di atas kepal...