Aelina: Kelahiran di Ambang Maut

383 2 0
                                    


Aelina: Kelahiran di Ambang Maut

Malam itu dingin, langit gelap dan berat dengan awan yang mengancam hujan. Di dalam gubuk kecilnya yang hanya diterangi cahaya lilin, Aelina merasakan kontraksi pertama menghantam seperti gelombang yang datang tanpa peringatan. Lututnya goyah saat ia berdiri di tengah ruangan, tangannya mencengkeram perut yang membesar, keringat mulai mengalir dari pelipisnya meskipun hawa malam begitu dingin.

Sudah beberapa hari ini dia merasakan nyeri ringan, tetapi malam ini, rasa sakit itu datang lebih keras, lebih dalam, dan menuntut perhatian penuh. Perutnya terasa seperti mengencang dan kemudian melonggar dalam interval yang tidak teratur, memberikan jeda yang cukup baginya untuk mengambil napas sebelum gelombang berikutnya datang. Ini baru tahap awal, pembukaan belum cukup besar, tetapi ia tahu bahwa ini adalah permulaan dari pertarungan panjang.

Di tengah rasa sakit yang datang dan pergi, Aelina teringat perkataan dukun desa, "Saat pembukaan mencapai lima jari, kau harus bersiap-siap, karena setelah itu, akan menjadi lebih sulit. Kau akan tahu saat waktunya tiba."

Perlahan-lahan, kontraksi itu semakin sering datang. Waktunya antara setiap gelombang mulai mendekat, dari setiap lima belas menit menjadi sepuluh menit, kemudian lima menit. Setiap tarikan napasnya menjadi lebih berat, dan dia berjuang untuk tetap fokus. Saat itu, cairan hangat mulai mengalir di sepanjang pahanya—air ketubannya pecah, merendam lantai tanah di bawah kakinya. Ia tahu ini adalah pertanda bahwa persalinan sungguh-sungguh telah dimulai.

**Tahap Pembukaan**

Setelah beberapa jam, sang dukun datang. Seorang wanita tua dengan tangan penuh pengalaman, ia segera memeriksa Aelina dengan tangan kasar namun terampil. "Pembukaan baru tiga jari," gumamnya sambil menggeleng. "Ini akan lama. Kau harus bertahan, jangan mengejan sebelum waktunya."

Aelina mengangguk, rahangnya terkatup erat untuk menahan rasa sakit. Dia tahu ini baru awal. Tahap pertama persalinan—pembukaan serviks—adalah proses yang paling lama. Serviksnya, pintu gerbang menuju kelahiran, harus melebar sepuluh sentimeter penuh sebelum bayi bisa mulai keluar. Tapi sekarang, baru terbuka tiga sentimeter, dan kontraksi yang semakin kuat menandakan jalan panjang yang masih harus ditempuh.

Seiring waktu, kontraksi semakin kuat. Setiap kali gelombang datang, tubuh Aelina melengkung seolah mencoba menghindari rasa sakit yang tak tertahankan. Punggungnya terasa terbakar, dan dorongan untuk mengejan semakin sulit dilawan. "Jangan! Jangan mengejan dulu!" seru dukun itu sambil memegangi tangan Aelina dengan kuat. "Jika kau mulai mengejan sekarang, kau akan melukai dirimu sendiri. Tunggu sampai pembukaan sepuluh."

**Tahap Transisi**

Jam demi jam berlalu. Aelina berjongkok, berdiri, berjalan, dan kembali berjongkok lagi, mencoba berbagai posisi untuk mempercepat pembukaan. Ketika dukun memeriksanya lagi, pembukaan sudah mencapai tujuh sentimeter. "Sebentar lagi," kata dukun itu, meskipun Aelina tahu bahwa 'sebentar' dalam persalinan bisa berarti berjam-jam lagi.

Rasa sakit menjadi semakin intens, kontraksi sekarang hanya berjarak dua menit. Setiap kali, perutnya terasa seperti dihantam besi panas, dan ia harus menahan dorongan kuat untuk mengejan. Ini adalah **tahap transisi**, salah satu bagian terberat dari persalinan, di mana serviks harus melebar penuh dari tujuh ke sepuluh sentimeter. Tubuhnya menggigil, keringat mengalir deras, dan setiap kontraksi membuat tubuhnya terasa akan terpecah belah. Nafas Aelina terengah-engah, suaranya mulai memudar menjadi jeritan yang tertahan di kerongkongannya. Ia merasa kepalanya hampir pusing, pandangannya mulai kabur.

**Pembukaan Lengkap**

Akhirnya, setelah apa yang terasa seperti keabadian, dukun memeriksanya lagi. "Pembukaan sepuluh. Sekarang kau boleh mengejan."

Mendengar kata-kata itu, Aelina merasakan gelombang kelegaan bercampur ketakutan. Ini adalah saatnya. Tetapi begitu dia mulai mengejan, dia segera menyadari tantangan sebenarnya baru dimulai. Dengan setiap dorongan, tekanan di panggulnya semakin besar. Bayi itu tidak mudah bergerak. Kepalanya terlalu besar, terlalu lebar untuk melalui jalur lahir dengan mudah. Setiap kali ia mengejan, dia merasa seolah bayi itu tersangkut di dalam tubuhnya.

"Aelina, kau harus lebih kuat," kata dukun itu, matanya penuh kekhawatiran. "Bayimu besar. Dia hampir tidak muat." Tangan dukun itu menekan perutnya, mencoba memandu bayi itu turun, tetapi terasa seperti batu yang menggeser di dalam tubuhnya.

**Tahap Pengeluaran Kepala**

Kepala bayi mulai terlihat, tetapi hanya sebagian kecil. Saat Aelina mengejan lagi, dia bisa merasakan kulitnya meregang, rasa sakit seperti robekan kecil mulai menjalar. "Teruskan! Teruskan!" seru dukun itu. Tapi, meskipun Aelina mendorong dengan segala kekuatan yang tersisa, kepala bayi itu tidak bisa keluar sepenuhnya. Ada saat-saat ketika kepala bayi sedikit keluar, hanya untuk kembali masuk setelah kontraksi selesai.

"Kepalanya besar sekali," kata dukun itu sambil menggelengkan kepala, napasnya berat. "Kita harus memutar posisi tubuhnya sedikit lagi." Dia memijat perut Aelina, mencoba menggeser posisi bayi yang jelas-jelas terlalu besar untuk jalur lahir yang sempit. Ini adalah **tahap pengeluaran kepala**, saat di mana bayi harus melewati titik tersulit. Aelina merasakan tekanan luar biasa pada tulang panggulnya, seolah-olah mereka akan retak kapan saja.

Dengan satu dorongan terakhir yang kuat, jeritan Aelina memenuhi gubuk. Akhirnya, kepala bayi keluar dengan derasnya darah dan cairan ketuban yang membanjiri lantai. Aelina hampir tak bisa bernapas, tetapi ini belum berakhir.

**Tahap Pengeluaran Bahu**

Sekarang bahu bayi adalah tantangan berikutnya. "Bahu bayi lebih besar dari kepala," kata dukun itu. "Ini akan sulit." Bahu pertama bayi terjebak di bawah tulang panggul Aelina, menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan. Dukun menarik perlahan tubuh bayi sambil meminta Aelina untuk terus mengejan, tetapi setiap dorongan hanya membuat bahu bayi bergerak sedikit.

"Kita harus memutar tubuh bayi!" dukun berusaha keras untuk memutar posisi bayi agar bahunya bisa keluar satu per satu. Proses ini berlangsung lebih lama daripada yang diperkirakan, dan Aelina merasakan dirinya hampir kehabisan tenaga. Tubuhnya sudah bergetar, seolah-olah akan menyerah kapan saja.

Tetapi setelah perjuangan panjang, bahu pertama akhirnya keluar, diikuti oleh bahu kedua. Tubuh bayi itu kemudian meluncur keluar dengan cepat, terbungkus darah dan lendir.

**Tahap Akhir: Kelahiran Bayi**

Bayi itu lahir—berukuran sangat besar, lebih besar dari bayi yang pernah dilihat sang dukun. Tangisannya keras dan nyaring, memecah keheningan malam. Dukun itu dengan sigap membersihkan bayi dan memotong tali pusar, sementara Aelina terbaring di lantai, kehabisan tenaga. Dia hampir tidak percaya bahwa semuanya sudah berakhir.

Namun, tubuhnya kini gemetar hebat, kesakitan yang luar biasa melanda tubuhnya, dan dia tahu dia telah memberikan segalanya untuk kelahiran ini. Dengan napas terengah-engah, dia berbisik, "Apakah... apakah dia baik-baik saja?"

Dukun mengangguk, meskipun matanya dipenuhi kelelahan. "Dia sehat. Sangat sehat. Kau telah melakukannya, Aelina."

Aelina tersenyum tipis sebelum pingsan, tubuhnya yang kelelahan akhirnya menyerah pada perjuangan panjang itu. Malam yang panjang dan menyakitkan akhirnya berakhir, dan Aelina telah menaklukkan tantangan terbesar dalam hidupnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melahirkan di Tengah Kegelapan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang