11.

77 16 0
                                    

*psstt..

ada untuk chapter selanjutnya antara ayah dan uie?


Seokjin merasa terjebak dalam rutinitas yang melelahkan. Setiap malam, saat ia menyelesaikan pekerjaannya, bayangan wajah kecil Yoongi muncul di pikirannya. Rindu yang mendalam akan tawa ceria dan pelukan hangat si kecil itu membuat hatinya semakin berat.

Malam ini, saat ia menatap layar laptopnya, seokjin teringat betapa menyenangkannya bermain bersama Yoongi—menggambar, bernyanyi, atau sekadar bercerita sebelum tidur. Dengan lembur yang tak kunjung usai, dia mulai merasa bersalah. "Aku harus menemukan cara untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya," pikirnya.

Di sisi lain, Yoongi tengah bermain bersama Taehyung di rumah neneknya. Mereka bermain mobil-mobilan, dan tawa riang si kecil membuat Taehyung tersenyum. "Kapan Ayahmu datang, ya, Bayi?" tanya Taehyung, berusaha mengalihkan perhatian si kecil dari rasa rindunya.

"Yah? Au Yah, Ucel (Uncle). Au Yah ain," jawab Yoongi polos. Walaupun dia sangat menyukai waktu yang dihabiskan bersama Taehyung, hatinya tetap merindukan kehadiran Seokjin.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Seokjin merasa gelisah. Ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada Taehyung.

Me:

Bisa tolong biarkan Yoongi video call malam ini? Aku rindu sekali.

Tak lama, balasan datang.

Tae

Tentu, Kak, ayo kita buat malam ini spesial.

Malam itu, saat video call dimulai, wajah ceria Yoongi muncul di layar. "Ayah!" teriaknya sambil melambaikan tangan. Seokjin merasa hatinya hangat melihat senyuman anaknya.

"Aku rindu kamu, Bayi. Sudah makan malam?" tanya Seokjin, berusaha menyusupkan rasa kasih sayangnya meski hanya dari layar.

"Dah mam, Yah! Yah, ain, Yah," jawab Yoongi, matanya berbinar penuh harap.

Seokjin tersenyum. "Nanti, kita akan main bareng, ya? Ayah janji!" Dia merasa ada harapan baru. Walaupun pekerjaan tak bisa dihindari, hubungan dengan anaknya adalah yang paling penting.

Keduanya tertawa dan berbagi cerita hingga larut malam, dan Seokjin merasa sedikit lebih tenang. Dia tahu, meski jarak memisahkan, kasih sayang itu tak akan pernah pudar.

Setelah puas melihat sang anak dari layar, Seokjin melanjutkan pekerjaannya yang sangat tanggung untuk ditinggal. Padahal ia sudah sangat mengantuk. hingga tanpa sadar, Seokjin tertidur dengan kepala yang bertumpu tangan di meja kerjanya, hingga Seokjin bermimpi, yang membuatnya sangat terkejut.

Seokjin terbangun dengan napas terengah-engah, masih merasakan kebingungan dari mimpi yang baru saja dialaminya. Bayangan Yoongi yang kini berusia 18 tahun, tampak dewasa dan menawan, masih membekas dalam pikirannya. Dia berusaha mengingat detail mimpinya, bagaimana mereka berjalan berdua menuju sekolah menengah atas, suasana hangat dan penuh tawa di antara mereka. Namun, perasaan pusing yang menghantamnya membuat semuanya terasa surreal.

Di dalam mimpinya, saat mengantar Yoongi, dia teringat bagaimana anaknya bercerita tentang cita-citanya, teman-temannya, dan impian-impian besar yang mulai menghias hidupnya. Seokjin merasa bangga dan bahagia, tetapi juga terbebani oleh kenyataan bahwa waktu berjalan begitu cepat. Saat ia mendengar bel sekolah berbunyi dan melihat Yoongi melambaikan tangan, rasa cemas itu muncul. "Apa aku sudah cukup untuknya?" pikirnya sebelum semuanya menjadi gelap.

Kembali ke kenyataan, Seokjin duduk di meja kerjanya, mengerutkan dahi. Dia memeriksa jam dan melihat betapa larutnya waktu. Rasa lelahnya semakin menyiksa, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam dirinya—sebuah tekad untuk tidak membiarkan momen berharga dengan Yoongi terlewat begitu saja.

Love-Hate Ayah & UieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang