Pada masa keemasaannya SilverS menjadi produk kecantikan nomor satu, terutama di Eropa. Namun, semua berubah begitu tuduhan keji datang dan mencemari citra perusahaan. SilverS bangkrut dan perusahaan hanya dapat bertahan karena produk-produk impor yang dikelola oleh Malcolm Motley setelah kematian Arthur Silverstone.
Sejujurnya Juliette sudah hapal sejarah itu di luar kepala. Buku catatan tebal yang Ace berikan kepadanya sudah sering dia baca, karena meskipun Juliette tidak ingin campur tangan tapi masih ada sedikit kepedulian di hatinya terhadap perusahaan yang ayahnya wariskan. Beberapa kali Juliette juga menyumbangkan dana di tengah kesulitan menggunakan uang hasil kerja kerasnya sendiri agar perusahaan itu dapat terus bertahan.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu pagi tapi Juliette masih belum tidur. Dia berbaring di ranjang dengan kacamata yang bertengger di hidungnya dan juga tiga proposal brand baru yang akan mereka luncurkan menggantikan brand SilverS tujuh tahun yang lalu. Sebenarnya tidak ada yang berubah selain nama, logo, dan kemasan, Ace melakukan perubahan kecil ini untuk membangun kembali kepercayaan konsumen terhadap produk-produk mereka. Akan tetapi menurut Juliette perubahan yang jauh lebih besar diperlukan.
Dari semua proposal itu Juliette tidak tahu harus memilih yang mana. Dia tidak menyukai ketiganya sebab semua ide yang tertulis tidak sesuai dengan seleranya yang mahal. Pemilihan nama brand yang tidak berkelas, logo yang biasa-biasa saja, hingga warna dan desain packaging yang norak. Juliette membutuhkan sesuatu yang lebih daripada ini, dia membutuhkan nilai estetika pada produk baru yang akan mereka luncurkan.
Juliette mulai berpikir untuk merancang semuanya sendiri, dia ingat Ace memiliki buku di raknya seputar langkah-langkah melahirkan sebuah brand. Dengan cepat Juliette meluncur ke bawah dan pergi ke ruang kerja Ace untuk mengambil kembali buku yang dia maksud.
Pintu ruangan bekas milik ayahnya terbuka, tapi ruangan kosong dan gelap. Juliette menyalakan lampu kemudian menarik kursi ke depan rak agar dia bisa mengambil buku yang berada di rak teratas. Saat Juliette berhasil mengambil buku itu, tiba-tiba saja dia mendengar suara langkah yang mendekat disusul dengan suara berat seorang pria. "It is hard to sleep when your heart is at war with your mind"
Juliette tersentak dan langsung berbalik, gerakannya yang cepat dan mendadak membuat dia kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh di lantai jika saja seseorang yang mengejutkannya tidak menangkap tubuhnya.
Orang itu adalah Ace, pria yang mencul tiba-tiba di belakang Juliette dengan bau alkohol yang menyengat. Juliette segera menarik diri darinya, Ace menatapnya dengan mata yang sayu karena mabuk, lalu berkata, "Aku benci harus melihat wajahmu lagi"
Juliette mendengus, "Kau pikir aku tidak?"
Dia hendak pergi meninggalkan lelaki menyebalkan itu tapi Ace tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan sehingga Juliette panik dan langsung memegangi tubuhnya lalu membantu Ace berbaring di sofa, "Jangan minum jika kau mudah mabuk" omel Juliette begitu di berhasil membuat Ace berbaring di sofa.
Ace memejamkan mata begitu dia merebahkan tubuhnya. Entah apa yang membuat Juliette mengurungkan niatnya untuk segera pergi, dia bertahan di ruangan Ace sambil memandangi sosok lelaki yang dia benci lebih lama lagi. Ace tampan dan terlihat tidak berdosa sama sekali. Membencinya tanpa sebab memang tidak adil namun Juliette tidak punya pilihan, kebahagiaan yang keluarga Frost renggut darinya masih membekas di ingatannya sampai sekarang.
Nama belakang yang ada padanya yang membuat Juliette sulit untuk mempercayainya. Dia selalu meragukan niat Ace, seperti apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan dari pernikahan mereka? Apakah niat Ace benar-benar tulus untuk membantunya atau dia hanya ingin mencuci tangan atas dosa yang ayahnya lakukan?
Di tengah kesibukannya Juliette merenung sambil mengamati wajah Ace, tanpa peringatan lelaki itu membuka kedua matanya. Dalam beberapa saat mereka saling beradu pandang hingga kemudian Ace meringis pelan sambil memegangi kepalanya. Juliette sontak mendekat dan bertanya, "Kau baik-baik saja?"
"Kepalaku sangat sakit, bisakah kau mengusapnya?"
Juliette menatap Ace ragu berharap lelaki itu sedang bercanda, tapi tidak, dia serius meskipun dia berada di bawah pengaruh alkohol.
Mengulurkan tangannya Juliette mulai mengusap kepala Ace seperti yang lelaki itu minta, sesekali Juliette memberikan pijatan yang lembut agar Ace merasa lebih baik. Ace terus menatap Juliette dengan sorot matanya yang sayu, untuk yang pertama kalinya Juliette melihat emosi Ace yang begitu rapuh dan tak terkendali, "Aku mencintaimu Dee, mengapa kau meninggalkanku?" kata Ace dengan suara yang parau dan lirih.
Juliette langsung menarik tangannya dari kepala suaminya begitu dia mendengar Ace menyebut nama seorang wanita. Dia mulai menekuri semua yang Ace ucapkan kepadanya dan menyadari kalau sedari tadi lelaki itu memang menganggapnya sebagai perempuan lain.
Aku benci harus melihatmu lagi....
Aku mencintaimu, mengapa kau meninggalkan aku Dee?
Pantas saja cara Ace menatapnya sangat berbeda, mata biru yang dingin tanpa emosi itu diselimuti oleh kesedihan dan ketidakberdayaan. Tanpa membuang waktu lebih lama dia meninggalkan Ace di ruangannya sebelum lelaki itu sadar bahwa Juliette bukanlah wanita yang dia pikirkan saat dia mabuk.
Napas Juliette berhembus kencang begitu dia sampai di kamarnya. Perasaan campur aduk berperang di dalam dirinya tapi sebagian besar yang menguasainya saat ini adalah amarah. Juliette tidak terima Ace menganggapnya sebagai orang lain kendati lelaki itu sedang mabuk. Dia ingin bersikap acuh tapi dia tidak dapat berhenti memikirkan siapa Dee, siapa sebenarnya wanita yang membuat seorang Archibald Frost minum sampai kacau seperti ini.
Juliette tidak bisa berhenti memikirkan sosok wanita itu hingga keesokan harinya, meksipun Ace terbangun tanpa mengingat sedikit pun kejadian kemarin malam. Lelaki itu kembali menjadi Ace yang Juliette kenal, dingin dan menyebalkan. Mereka duduk di meja yang sama untuk sarapan lalu dengan santainya lelaki itu bertanya, "Bagaimana? Kau sudah menentukan pilihanmu?"
Juliette berusaha membuang ingatan tentang kejadian kemarin malam dari kepalanya agar dia bisa menjawab pertanyaan Ace, "Aku tidak memilih satupun dari proposal yang kau serahkan kepadaku"
"Apa?" salah satu alis Ace terangkat naik menatap Juliette heran.
"Semua konsep norak dan tidak berkelas. Aku ingin pergi ke kantor hari ini"
"Untuk apa?"
"Bertemu dengan para pegawai dan juga mendiskusikan tentang konsep brand baru yang akan diluncurkan, aku juga perlu melakukan observasi"
"Aku tidak mengerti maksudmu, aku pikir kau belum memilih satu di antara tiga proposal itu?"
"Memang, tapi aku sudah menciptakan konsepku sendiri" ucap Juliette dengan penuh rasa bangga.
"Biar aku lihat"
"Tidak boleh" sahut Juliette dnegan cepat, "Kau hanya akan melihatnya saat rapat"
Ace mengangkat kedua bahunya acuh, sambil meraih pisau dan garpunya lelaki itu berkata, "Lakukan apa yang harus kau lakukan Juliette, tapi aku tidak akan melepaskanmu jika kau membuat sedikit saja kesalahan"
Juliette menatap Ace dengan sebal, keraguan lelaki itu terhadap dirinya membuat Juliette semakin berambisi untuk membuktikan kepada Ace kalau dia bisa melakukan semua ini. Dia tidak bodoh seperti yang Ace dan keluarganya kira, dan menyingkirkannya tidaklah semudah itu.
-TBC -
Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By Hatred
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Sebelum dirinya benar-benar dijodohkan dengan Archibald Frost, Juliette memesan lelaki panggilan untuk melepaskan keperawanannya karena dia tidak sudi memberikan yang terbaik kepada calon suami yang dia...