006 : Peringatan Chandra

28 8 0
                                    

ENJOY READING

𝄞⨾𓍢ִ໋

Usai mendapat panggilan dari Chandra, keempat pemuda itu pun bergegas berpamitan untuk pulang. Tak dapat dipungkiri, mereka sama – sama panik, pasalnya Catra juga ikut menghubungi melalui nomor Bilal.

Kini, mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah dengan mobil yang dikendarai oleh Shaka. Suasana hening sekali, sayup – sayup terdengar masing – masing deru nafas yang berebut mengambil oksigen. Pikiran keempatnya berkecamuk, Chandra dan Catra itu tidak pernah berkomunikasi melewati telefon, bahkan untuk informasi penting yang mendadak pun selalu diusahakan untuk tetap mengirim pesan daripada menelfon.

Bukan takut, mereka hanya cemas terjadi sesuatu di rumah, atau mereka melakukan kesalahan - terutama Bilal - yang satu – satunya orang yang dihubungi oleh keduanya. Bahkan dirinya sama sekali tidak mengangkat panggilan mereka, hanya membiarkannya terus berdering hingga mati dengan sendirinya.

Ia terus memandangi ke kaca mobil di sampingnya, menatap jalanan yang sepi akan kendaraan karena mulai memasuki area mansion-nya. Jantungnya semakin berdegup kencang.

Sementara itu,

Flashback

Pintu ruangan itu terbuka memperlihatkan ruangan yang gelap, hanya bergantung pada sorot lampu di layar laptop yang tengah seseorang pakai. Ruangan yang sangat mencekam - selain ruangan kerja Bara – ialah ruangan yang dipenghuni Chandra sedari menginap di mansion Bara.

Jemari yang terus lincah mengetik di atas keyboard, suara seruput kopi yang ditegaknya, dan suara isapan batang rokok yang asapnya mengebul di satu ruangan. Itulah tampakan yang dilihat oleh Catra.

"Pa, tadi sekretaris papa nelfon ke Catra."

Sang papa menoleh, menghentikan sejenak jemarinya. "Kenapa?" tanyanya singkat.

"Katanya ada hal penting yang mau diobrolin, " mendengar itu, Chandra acuh dan memilih melanjutkan kegiatannya untuk mengecek surat laporan perusahaan akhir – akhir ini.

"Tentang.. anaknya. Kayanya, sih, mau curhat kaya biasanya." Chandra kembali terdiam.

"Suruh hubungi papa, kamu keluar." Titahnya tegas. Catra pun patuh dan segera keluar dari ruangan sang papa.

Tak lama ponselnya berdering, menampilkan kontak yang bernama 'Maitza sekre.' Dengan cepat ia mengangkatnya, "Ada apa lagi sama anakmu, Mai?"

Terdengar isakan tak beraturan dari seberang telefon, "Fajjar... Fajjar kekeuh mau pisah sama aku, Kak. Dia sekarang lebih milih terima warisan penjaga tempat alat musik itu. Kak.. kalo 'dia' marah gimana?.. kak.. aku takut, "

Chandra terdiam, rahangnya mengeras mendengar curahan dari Sekretarisnya. "Kamu gaada hubungan apa – apa sama kita, Mai. Kenapa kamu takut?"

Maitza terdiam, "Kita pernah berhubungan dengan berjalan 2 tahun kalo kamu lupa, "

Sebuah pernyataan yang dapat membuat Chandra bungkam. "Dan Fajjar, itu.. anak kita."

Chandra kembali termenung, lidahnya kelu.

Tak lama terdengar kekehan dari seberang telefon, "Keparat ya kamu, Kak. Bisa – bisanya masih pake jimat sialan itu buat lupain?!"

"Apa urusanku?"

"Bajingan, minimal ambil alih hak asuh Fajjar itu sama kamu. Aku udah ga kuat ya Kak, aku cape, aku mau nyerahin Fajjar. Terserah dia mau gimana, kalo Kakak gamau asuh dia, biar dia terlantar dengan bisnis terkutuknya." Ujar Maitza dan langsung mematikan sepihak sambungan telefonnya.

Grayson Bilal AthalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang