Prolog

35 14 26
                                    

Bertemu langsung dengan idola adalah impian setiap penggemar. Kalau tidak memiliki mimpi seperti itu, berarti kamu bukan penggemar dengan semangat juang yang  sepanas api. Juga tidak bisa dipungkiri jikalau kamu menjadi bahan candaan temanmu atau orang lain bahwa kamu gemar berhalusinasi bertemu dengan idolamu yang kamu puja bagaikan dewa.

Jika kamu merasa seperti satu-satunya orang teraneh di lingkungan kamu, artinya kamu belum bertemu orang-orang dengan getaran yang sama dengan getaran yang kamu miliki. Mengucapkan selamat pagi ke foto idola setiap kali bangun tidur, menonton video idola yang merupakan salah satu ritual harian, scroll di sosial media dan memberikan like untuk postingan idolamu, atau mungkin memimpikan idolamu ketika kamu terlelap dalam dunia mimpi dan menjadikan itu sebagai mimpi terindahmu.

Percayalah ada banyak orang diluar sana yang berlaku demikian juga!

"Bulan depan aku akan bertunangan dengan pacarku. Kuharap kalian bisa datang ke acaranya dan ini dia undangan untuk kalian." Satu per satu orang yang berkumpul di meja mendapatkan sebuah undangan pertunangan dengan design elegan, ucapan selamat dan aku pasti akan datang menjadi balasan untuk kebanyakan orang yang menerima undangan itu.

Tetapi seorang gadis tampak merenung di tengah suasana ramai tersebut, dia menatap tanggal acara akan dilaksanakan. "Aku ingin pergi, tapi sayang sekali aku memiliki agenda lain di hari itu," ujarnya yang kemudian mendapatkan seluruh atensi dari teman-temannya.

"Akhir-akhir ini aku sering melihatmu mengunggah tentang klub penggemar James. Kamu lebih mementingkan klub penggemar daripada acara temanmu? Pikirkan lagi Asha, temanmu ini akan bertunangan sekali seumur hidupnya dan kamu lebih mementingkan idolamu itu?"

Suasana menjadi sedikit tidak nyaman, apalagi saat Asha menatap datar orang yang baru saja memprotes bahwa dirinya tidak bisa datang ke acara pertunangan temannya. Meski memiliki wajah yang manis, sebagian orang merasa tatapan mata Asha begitu menakutkan. Kegugupan akan langsung menyerang mereka dan berakhir dengan mengalihkan tatapan mata mereka ke arah yang lain.

"Aku terkejut mengetahui kamu sering melihat unggahan milikku," ujar Asha dengan nada bicara yang tenang. "Lalu apapun yang kamu katakan tidak bisa mengubah agenda yang telah kubuat. Maaf sekali."

Semua orang hanya bisa menatap satu sama lain. Selain wajah manis dan tatapan menakutkan, Asha sangat pandai dalam mengakhiri percakapan. Gadis itu bukan tipe orang yang suka memulai percakapan yang tidak memiliki unsur penting, seperti hal yang perlu didiskusikan. Dan mungkin kalian akan berpikir bahwa Asha sendirian.

Jika dalam hal pertemanan, maka jawabannya adalah iya.

Apakah kalian ingat kalimat ini? People come and go. Asha mengerti hal ini. Ibarat ada kelahiran, maka ada kematian. Ada pertemuan, maka ada perpisahan. Dan di usianya yang menginjak 22 tahun, Asha sudah dapat bersahabat dengan hal itu.

"Hai Kak Sam," sapa Asha kepada kakak iparnya, Samantha.

"Hai Asha, bagaimana reuninya?" balas Samantha.

"Tak ada yang menarik." Asha membalas singkat pertanyaan perempuan itu dan ikut duduk di sebelah. "Franklin sudah pulang? Adrian? Di mana ibu dan Kak Maya?"

"Franklin masih tidur, shift malam membuatnya seperti kelelawar. Ibu juga sedang tidur. Kak Adrian sedang sibuk di kamar, lalu kak Maya sedang pergi belanja." Asha menganggukkan kepalanya, dia kemudian membuka ponselnya dan segera bangkit.

"Kakak bisa membantuku menyiapkan orderan malam ini?"

"Ya, tentu!"

"Setelah makan malam, oke?"

Segera setelah Asha mendapatkan jawaban dari kakak iparnya, gadis itu beranjak ke kamar yang berada di lantai dua. Berbagai perabot yang serba berwarna putih itu menyambutnya dengan penuh sukacita. Dan bagian yang paling disukai oleh Asha adalah poster idolanya yang tertempel di dekat meja.

Asha duduk dan memandangi gambar tersebut, seorang pria yang tengah tersenyum dengan manis dengan sorot mata yang lembut. "Kak James, akhirnya aku bisa melihatmu secara langsung!" gumam Asha dengan wajah berseri.

**✿❀ ❀✿**

"Oh James, lihat betapa santainya dirimu. Sempat-sempatnya kamu bekerja di klinik, padahal acara jumpa penggemar sebentar lagi." Tanpa aba-aba, orang barusan duduk di sebelah seorang pria yang baru selesai menata mejanya.

James menatap orang yang tidak pernah berhenti untuk mengganggu dia, Daniel yang merupakan sahabatnya. "Aku siap untuk acara jumpa penggemar, lagipula manajer memberiku waktu luang hari ini. Lalu bagaimana denganmu, kenapa kamu ada di sini, huh?" balasnya sembari mengecek kalender.

"Oh, kenapa kamu balas bertanya. Jika Kakak istirahat, bukankah Adiknya juga harus istirahat?" balas Daniel dengan nada yang dibuat manja. "Setelah selesai dengan klinikmu, ayo berkumpul dan menikmati malam ini sampai pagi!"

Namun sayangnya James menggeleng, menolak ajakan Daniel tanpa berpikir panjang. Pria itu memiliki jadwal untuk live streaming besok, dia juga tidak cukup suka terjaga sampai tengah malam, kecuali jika itu sangatlah penting.

Daniel menghela napas penuh kekecewaan. Pria itu mencari partner untuk begadang bersamanya karena akhir-akhir ini dia susah tidur dan jika sudah terlelap, kebanyakan mimpinya adalah dikejar oleh hantu. Untuk masalah ini tentunya James tahu dan terkadang menggoda Daniel.

"Aku menyesal mengajakmu menonton film horor, kamu tahu itu?" James terkekeh melihat wajah kesal sahabatnya, kemudian ekspresinya berubah lebih serius seolah berpikir atau menimbang suatu hal. "Hei, aku ingin bertanya sesuatu."

Ekspresi wajah dan nada bicara serius membuat Daniel menatap James dengan cermat. Telinga dan otaknya sudah siap untuk memproses hal yang sebentar lagi diucapkan oleh James. "Katakan," jawabnya.

"Aku memimpikan seorang perempuan akhir-akhir ini ... tidak secara berturut-turut, tapi aku ... sering." James menatap Daniel dengan gugup dan penuh pertanyaan. "Contohnya seperti lima hari yang lalu dan dua hari yang lalu," lanjutnya, tetapi malah mendapat sebuah tawa yang sangat keras setelah dia selesai bicara.

"Hei, aku serius!" tegurnya.

Daniel tertawa sebentar dan dengan antusias serta nada menggoda bertanya, "Seberapa basah, huh?" Tak lama kemudian dia mendapatkan pukulan tepat di kepalanya.

"Ayolah, bukan mimpi yang seperti itu!" ujar James sedikit kesal, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa dia juga ikut tertawa. "Sudahlah, lain kali saja. Mengatakannya kepadamu sekarang pasti tidak bisa mendapatkan apa yang kuinginkan. Pulang sana."

Kedua orang itupun pulang ke rumah masing-masing. James mulai membersihkan diri dan segera berbaring di tempat tidurnya yang empuk. Matanya menutup sebentar masih teringat dengan mimpinya akhir-akhir ini. Kemudian dia menatap langit-langit kamarnya dan menghela napas. Perlahan mata pria itu tertutup sempurna, tidur dengan tenang.

Tempat ini begitu asing, semuanya berwarna putih dan tidak ada apapun di sini. Namun sebuah tangan yang berukuran lebih kecil dari tangannya menarik dengan lembut dan James mulai melangkah. Bersamaan dengan langkah kakinya, ruangan yang tadinya berwarna putih mulai berubah secara perlahan menjadi sebuah taman yang dipenuhi dengan bunga berwarna ungu.

"Semuanya sudah bermekaran, mereka sangat indah bukan?" Suara seorang perempuan mengalihkan perhatian James, tangannya merangkul pundak gadis itu dan membawanya lebih dekat dengan tubuhnya.

"Ya, kamu benar! Dan perempuan yang merawat mereka lebih indah," katanya memberikan sebuah pujian manis kepada si perempuan.

James dan perempuan itu menikmati kencan yang tenang dan damai di tengah hamparan bunga-bunga yang menampilkan keindahan mereka. Mereka menikmati bekal yang sudah disiapkan dan saling berbagi kasih di bawah hangatnya sinar matahari.

Falling For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang