Prolog

738 97 33
                                    

London, 1889, beberapa tahun sebelum perang dunia I yang dimulai karena terbunuhnya Archduke Franz Ferdinand.

London, daratan itu ada di sepanjang aliran sungai Thames, dan merupakan pusat keramaian di Britania Raya. Hari ini, sekumpulan migran Huguenot dari Perancis berdatangan untuk mencari pekerjaan.

Melihat orang Perancis di sekitar pelabuhan London, menjadikan (Nama) merasa tidak nyaman. Mereka, orang-orang Huguenot itu, ialah orang-orang yang melembagakan dragonnades di kampung halamannya, serta karena Inggris dan Perancis sebetulnya tidak terlalu akur di tahun itu, (Nama) selalu menganggap mereka abu-abu.

(Nama) meremas pelukannya pada boneka teddy. Boneka itu tidak punya filosofi, atau sejara manis. (Nama) memperoleh hampir semua pakaian-pakaiannya, dan termasuk boneka dakron satu-satunya, dari kegiatan amal milik bangsawan kaya-raya di London. (Nama) bukannya menyayangi bonekanya karena boneka itu punya latar belakang bagus. Tidak, bukan begitu. (Nama) hanya berketergantungan pada kehangatannya.

(Nama) memeluk erat-erat bonekanya, sambil memerhatikan kawanan Huguenot di jalanan London, pejalan kaki lain yang didominasi oleh orang-orang dengan payung bermembran hitam, dan para pria dari losmen pinggir jalan. London sibuk sekali, seperti selalu. Dan karena (Nama) hobi menyelidiki orang, dia senang melamun begini; berjongkok di tepian trotoar, di sebelah kios penjual koran, meneduh di bawah kanopi toko battenberg, mendekap bonekanya sebab dia kedinginan dan kebetulan dia tidak memakai syal, dan mempelajari ekosistem manusia hari ini.

"Ayo, Sayangku," ajak wanita gemuk dengan celemek penuh abu perapian, dan noda salted butter. Dia baru keluar dari gerai kuenya. Wanita itu belum lama ini memungut (Nama) ke panti asuhan milik salah Earl di Cornwall. Mara, namanya. Mara tampak lusuh dan kelelahan, karena dia baru ribut dengan tengkulak penipu yang menjual satu pon ikan trout dari sungai Thames dengan harga tidak masuk akal.

(Nama) berdiri, dan membawa serta bonekanya di pegangan. Dan setelahnya, Mara menggamit tangan (Nama), supaya dia tidak hilang di jalanan.

"Apa yang kamu lihat?" Tanyanya.

"Banyak hal ..." (Nama) menyipitkan mata, dan sempat menengok ke belakang. "Para pria dari Perancis itu memadati area jalanan yang seharusnya lumayan sepi di jam-jam begini, ya, Bu."

Mara, ibu asuhnya, termenung. "Dan apa itu mengganggumu?"

(Nama) mengangguk. "Aku jadi kehilangan jejak seorang pencuri."

"Apa maksudmu?" Tanya Mara, pada anak perempuan tanpa ekspresi di pegangan tangannya—Mara yakin ada yang salah dengan keadaan mood anak ini, karena tidak biasanya dia bermuram durja.

"Ada pria yang jalannya cepat. Struktur anatomi tubuhnya berbeda dari kebanyakan orang Inggris. Aku tahu pasti dia bukan orang Perancis—barangkali kalau kamu berargumen bahwa dia berasal dari rombongan Huguenot juga, Bu, aku bisa mengelak. Matanya sipit. Dia berpakaian aneh." (Nama) menjabarkan isi otaknya. "Dia berlari melintasi jembatan Thames lima menit setelah Scotland Yard[1] datang."

"Jadi kamu pikir, dia pencuri?" Mara mengeluarkan tawa renyah. Sejak saat Mara memungutnya dari jalanan, dan mengadopsinya ke panti, cerita (Nama) kadang-kadang tidak bisa dicernanya baik-baik. "Gara-gara dia dikejar oleh Scotland Yard?"

"Mencuri hanya poin kecilnya saja." (Nama) melamun lagi, memandang kemana arah mereka berjalan. Mereka menyisi dsri keramaian London yang kelabu, dan menaiki kereta kuda menuju bangunan berkonstruksi kolot di sebelah restoran India dengan langgam pondok sederhana. "Dia mungkin buronan, di negara lain."

"Ibu," (Nama) mendongak. "Dia punya tatto yang tidak dibuat di wilayah mana pun di Inggris. Dia mantan marsekal lapangan. Tubuhnya mirip orang India, tapi kulit mereka albino. Mereka pemain sirkus keliling yang barusan hampir tertangkap Scotland Yard karena membawa kabur sesuatu di sakunya."

Ketika (Nama) menyelesaikan kalimatnya, mereka akhirnya sampai di teras panti.

"Nah, nah, itu dia," Bapak panti memekik dan menunjuk pada (Nama). (Nama) terkejut, karena ada tamu di panti, dan wajah tamunya tidak familier. Biasanya, tamu mereka sebatas Earl Cornwall dan komplotannya saja, dan (Nama) mengenal baik mereka semua. Tapi kali ini, tamunya berbeda. Mukanya asing. Pakaiannya bagus. "Kamu bilang, kamu ingin anak yang pintar, Tuan Sai? Sejak aku memungut (Nama), dia ternyata punya ketertarikan pada buku soal tumbuh-tumbuhan, dan fenomenologi roh. Dia bisa membaca dan berhitung. Kami sempat membelikannya buku karya Wolfgang von Goethe, dan dia tidak berhenti bercerita soal manifesto-manifesto Wolfgang sesudahnya. Tuanku, dia tidak akan mempermalukan keluargamu di pergaulan kebangsawanan."

Dua orang pasangan suami istri berpakaian layak dan tergolong heboh menghampiri (Nama). Sai dan Shielda sama-sama membungkuk di depan (Nama).

"Halo, (Nama)," Sai menyapa. "Kami orang tua yang ingin mengadopsi kamu."

-

Catatan kaki

[1] Scotland Yard: Scotland Yard atau New Scotland Yard adalah markas besar Kepolisian Metropolitan London, Inggris. Kepolisian ini bertanggung jawab untuk menjaga keamanan 32 wilayah di London Raya.

Taufan x Reader| Retakka's FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang