(Nama) mengamati gerak-gerik Sai yang kini mengajari Thorn cara menembak dengan senapan. Secara normatif, itu keterlaluan. Thorn baru menginjak usia tujuh belas tahun dan dia tak seharusnya memegang alat melukai orang lain, meskipun Sai hanya ingin anaknya punya keterampilan lebih banyak, supaya Sai bisa membanggakannya saat ada pembicaraan para bapak-bapak.
Tangan kanan Sai belepotan kapur, itu menunjukkan dia ada hubungannya dengan biliar—oh, (Nama) jadi tahu Sai barusan pergi ke kasino, dan Sai berbohong pada istrinya. Sai bilang Sai harus pergi ke kaki gunung untuk mengurusi penyelundupan barang di pelabuhan, pada unit kapal Kakek Retak'ka. (Nama) pikir, Sai mengatakan yang sejujurnya. Sebab perahu sungai yang digerakkan oleh uap memang mudah ditembus keamanannya, dan penyelundulan telah menjadi tren akibat Kerajaan menerapkan Bea Townshend, yakni pajak atas kertas, cat, kaca, dan teh, atau barang-barang yang diimpor ke koloni-koloni dari Inggris.
Kebohongan merupakan karakter, bukan prilaku situasional. (Nama) melihat, bahkan dalam kesatuan keluarga solid Kakek Retak'ka, mereka berpotensi untuk saling mengkhianati. (Nama) merenungkannya sembari menggigit permukaan apel orchard. Apel itu dibeli Shielda di London, dan ditransportasikannya kemari dengan karavan berkuda empat.
Bukan main. Rasanya enak. Memakan apel orchard sambil menyaksikan kakak dan ayahnya berlatih di pekarangan kastel rasanya tidak menjemukan sama sekali.
"Nah," Sai meletakkan selonsong senapan itu di pundaknya. "Rata-rata hewan buruan berlari lebih cepat daripada manusia. Jadi, lebih baik kamu mengendap-endap di antara gerumbulan tanaman aster, dan menargetnya dari balik dedaunan, kemudian baru membidik hewan buruanmu saat sedang memakan rumput."
Thorn memandang pada popor senapan anginnya tanpa minat. Sungguh, Thorn tak berselera dekat-dekat dengan para orang tua, sejak saat dirinya tersesat di hutan pinus, dan menemukan dua anjing tamaskan terbaring tanpa nyawa di dekat bunker jagal. Ucap-berucap (Nama) terdengar terlalu meromantisasi keadaan, tapi jejeran kebetulan-kebetulan di balik itu juga tak bisa dielak. Belum lagi, Solar tak berhenti mengoceh, bicara soal kanibalisme, dan menakuti Thorn sepanjang waktu.
Sai berdeham, dan dia lantas berkata, "aku akan bersiap untuk makan siang. Kamu boleh beristirahat, Thorn."
Dengan begitu, Sai menyimpan senapannya di pinggir tembok, dan mengusap kepala (Nama) yang sedari tadi menonton mereka dari kejauhan, kemudian melenggang pergi.
Ketika Sai tak nampak lagi di pelupuk mata, (Nama) berlari ke arah Thorn dan misuh-misuh, "pria peselingkuh handal tukang main biliar yang pernah dipaksa untuk bertugas pada artileri Inggris di tanah jajahan India dan pangkatnya bintara itu menyebalkan sekali."
Thorn melirik (Nama), sejenak memperkirakan bagaimana (Nama) mengetahui latar belakang Sai yang bahkan tidak dibeberkan kepada siapa-siapa.
"Apa?" Thorn mengernyit. "Tahu darimana?"
"Aku mengamati." Ucap (Nama).
"Thorn. (Nama)." Suara Solar menyeruak keluar dari pintu gelanggang kastel. Kali ini, Solar membawa pasukan. Solar memimpin barisan yang terdiri dari Halilintar, Taufan di kursi rodanya, Gempa, Blaze, dan Ice.Sebagai respon, (Nama) nyaris terkejut. Ini pasti ada hubungannya dengan ucapan Solar yang sebelumnya mengatakan bahwa ia ingin membagikan pikiran-pikirannya pada saudaranya. Namun (Nama) ragu-ragu untuk setuju, sebab (Nama) belum bisa memastikan apa kesemua saudaranya bersih dari dugaan—mari katakan, Halilintar atau salah satu di antara mereka ternyata ditugaskan sebagai tangan kanannya para orang tua? (Nama) tidak bilang, dia sulit percaya pada orang lain. Tapi probabilitas kecil perlu dipertimbangkannya baik-baik.
Solar mendorong kursi roda Taufan ke hamparan rumput teki dimana (Nama) dan Thorn berdiri, keluar dari area kanopi sutra brokat di atas jendela-jendela kolase. Akibatnya, Taufan tersembur cahaya mentereng dari matahari pagi, dan dia sampai menyipitkan mata karena kepanasan. (Nama) makin membulatkan dugaannya; Taufan sehat. Pupilnya mengecil saat merespon lonjakan kenaikan penerangan pada lingkungan sekitarnya. Yang bermakna, persarafan di kepala Taufan baik-baik saja, Taufan tidak duduk di kursi roda sebab alasan stroke, dan jika Taufan benar-benar begitu setelah insiden jatuh dari tepi ngarai, semestinya itu tak menyebabkan perdarahan di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taufan x Reader| Retakka's Family
Fanfiction|Taufan x Reader | Keluarga itu hampir menyentuh kata sempurna. Sebagai anak jalanan yang biasa hidup mengandalkan belas kasih dari para bangsawan dermawan, (Nama) cukup terkejut karena tiba-tiba, dia diadopsi oleh keluarga bangsawan. Hidupnya berub...