3

188 66 5
                                    

°•🪷•°

Pada suatu malam, Freen memutuskan untuk menyelinap ke asrama Vampire

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada suatu malam, Freen memutuskan untuk menyelinap ke asrama Vampire. Kedua mata hitam itu terbuka sempurna, melirik kearah samping kiri-kanan nya. Perlahan, Freen bangkit dari kasur. Perempuan itu berjalan menuju kearah pintu keluar kamar, sebelum benar-benar keluar, Freen menoleh kebelakang untuk memastikan tidak ada yang melihatnya. Dengan hati-hati, Freen Keluar dari asrama manusia, perempuan itu menyusuri jalan setapak yang hanya diterangi oleh cahaya bulan purnama.

Saat mendekati asrama Vampire, langit menjadi lebih gelap serta berkabut. Setibanya di depan gerbang asrama, Freen merasakan hawa dingin yang menusuk tulang. Gerbang besi tua itu berderit saat pelan saat terdorong perlahan. Dengan langkah hati-hati, Freen memasuki halaman asrama yang dipenuhi oleh tanaman merambat dan patung-patung kuno yang tampak menyeramkan. Freen mendekati bangunan utama asrama. Jendela-jendela besar yang gelap dan pintu kayu yang besar tampak seperti mulut raksasa yang siap menelannya. Perempuan itu menarik napas dalam-dalam dan membuka pintu dengan perlahan.

Di dalam, suasana semakin mencekam. Lorong-lorong panjang yang gelap hanya diterangi oleh beberapa lilin yang berkedip-kedip. Freen berjalan dengan hati-hati, berusaha tidak membuat suara. Tiba-tiba, perempuan itu mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Jantungnya berdegup kencang. Freen bersembunyi di balik tirai tebal dan mengintip. Seorang Vampire dengan jubah hitam panjang berjalan melewati lorong. Kedua matanya yang merah menyala menatap lurus ke depan. Freen menahan napas, berharap Vampire itu tidak menyadari keberadaannya. Melihat Vampire itu menyeret Vampire lainnya yang tampak lemah dan terluka. Mereka menuju sebuah ruangan yang tersembunyi di ujung lorong. Dengan hati-hati, Freen mengikuti mereka, berusaha tidak membuat suara sedikit pun.

Ruangan itu tampak seperti ruang penyiksaan. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan berbagai alat yang tampak mengerikan. Freen bersembunyi di balik pintu dan mengintip ke dalam. Perempuan itu melihat Vampire yang menyeret tadi berbicara dengan nada marah kepada Vampire yang terluka.

"Bagaimana bisa kau melanggar aturan kita? Jatuh cinta dengan manusia adalah dosa besar!" teriak Vampire itu.

Vampire yang terluka hanya bisa menunduk, air mata darah mengalir di pipinya. Freen merasa ngeri sekaligus penasaran. Perempuan itu mengigit bibir bawahnya, tahu bahwa seorang Vampire bisa jatuh cinta. Hanya saja kemungkinan itu sangat kecil jika terjatuh ke manusia, tapi itu bukan hal yang mustahil untuk dapat dirasakan oleh Vampire. Sama dengan manusia, Vampire juga memiliki perasaan. Freen tahu, perempuan itu pernah menyaksikan moment indah seperti jatuh cinta itu secara langsung. Namun, Freen tahu bahwa ia tidak bisa terlibat dalam urusan mereka. Freen hanya bisa menyaksikan dengan hati yang berdebar-debar.

Vampire yang marah itu mulai menyiapkan alat penyiksaan. Freen melihat dengan mata terbelalak saat Vampire yang terluka diikat ke sebuah meja kayu besar. Jeritan kesakitan terdengar saat alat-alat penyiksaan mulai digunakan. Freen merasa mual, tetapi perempuan itu tidak bisa berpaling. Freen memutuskan untuk mundur perlahan. Namun, langkahnya yang tergesa-gesa menyebabkan lantai kayu di bawahnya berdecit keras. Vampire yang marah itu segera menoleh dan melihat kearah pintu.

VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang