2.1

350 36 4
                                    

Happy reading
.
.
.
-

"Duduk".

Sean menatap bingung pada Gharaka.

"Tapi aku mau ant-".

"Duduk" Gharaka kembali berucap.

Mau tidak mau Sean kembali duduk. Meletakkan nampan berisi makanan untuk Foura, disamping piring nya.

Gharaka menatap.
"Saya biarin kalian bawain makanan selama beberapa hari ini, karena saya tau dia sakit, tapi kayaknya sekarang dia udah keliatan baik-baik aja. Bisa bangun, bisa jalan".

"Jadi nggak ada lagi yang bawain makanan. Kalau dia mau makan, dia harus turun ke bawah, makan disini sama yang lain. Dia harus ikutin peraturan yang ada, kalau dia nggak mau itu urusan dia".

"Saya nggak bawa dia kesini sebagai tamu".

Yang lain terdiam.

Semalam, Iza sudah memberitahu pada Foura beberapa peraturan wajib dirumah ini. Salah satunya, makan bersama.
Namun si manis menolak, dan tidak ingin melakukannya.

Bukan tanpa alasan, Foura hanya takut untuk bertemu dengan Gharaka. Aura pria itu terlalu mengintimidasi meski pembawaan nya tenang.

Meski Iza dan Sean sudah membujuknya, tapi tetap saja Foura menolak.
Iza dan yang lain mungkin bisa memaklumi. Tapi inilah yang mereka takutkan, Gharaka.

Cklek~

Foura menatap dengan senyum cerah dibibir nya, berharap makanan akan datang.
Sudah sejak pagi, dia belum makan apapun. Dan sekarang perutnya sangat lapar, meminta untuk diisi.

Iza dan Sean masuk.

Senyum Foura memudar begitu melihat keduanya masuk dengan tangan kosong.

"Ini"

Sekotak susu strawberry, dan dua buah roti disodorkan padanya. Susu dan roti yang disembunyikan dalam saku celana.

"Phi cuma bisa bawa ini".

Foura menggeleng. Mengambil sekotak susu dan roti itu dari tangan Iza.
"Nggak masalah kok phi, makasih ya".

Keduanya mengangguk, membiarkan si manis, makan.

"Susu sama roti nggak akan cukup buat kamu. Nanti kamu pasti bakal laper lagi. Kamu yakin nggak mau makan dibawah aja?".

Foura menggeleng, tetap dengan pendirian nya.
Dia akan menahan rasa laparnya.

Dan Gharaka ingin tau sampai kapan si manis bisa menahannya.

.
.
.

Isakan terdengar.

Foura memegangi perut nya yang terasa begitu lapar. Sedangkan dikamar ini hanya ada segelas air putih.

Dua hari hanya memakan roti dan meminum susu, benar-benar membuat tubuhnya terasa lemah. Tapi masih dengan keras kepalanya, Foura tetap menolak untuk turun dan makan bersama yang lain.

Hanya bisa merintih sakit, sembari terus memegang perutnya, bibir semerah cherry itu juga mulai terlihat pucat.

Hiks~

...

Gharaka berdiri dari duduknya. Berjalan menaiki tangga, menuju lantai atas.

Yang lain memperhatikan dalam diam, berharap saja agar si manis tidak dihukum kali ini.

Cklek~

Pria itu melangkah masuk.
Suara isakan adalah hal pertama yang didengarnya.
Membuatnya jengah.

Si manis terkejut melihat kehadiran Gharaka. Tubuhnya meringsut mundur, merasa takut.

Iza dan Sean kadang merasa bingung, Foura tidak ingin mendengar perkataan Gharaka, namun takut pada Gharaka.

"Apa kamu hanya bisa menangis?".

Hiks~

"Berhenti menangis, saya nggak mau denger suara tangisan kamu. Sesusah itu kamu buat nurut?".

Foura menggeleng kuat.
"Aku nggak mau nurut sama phi!"

Kesabaran Gharaka benar-benar diuji oleh pemuda manis ini, namun Gharaka terlalu pandai mengontrol emosi yang dirasakannya.

Hingga hanya ketenangan yang terlihat.

"Itu pilihan kamu. Kamu pikir dengan kamu nggak nurut siapa yang akan rugi? Kamu sendiri".

"Kamu mempersulit keadaan kamu sendiri, kamu nyakitin diri kamu sendiri. Apa kamu sadar?".

"Kamu nggak mau makan itu pilihan kamu, kamu yang rasain sakitnya. Tapi kamu harus tau satu hal, kalo kamu mati, saya nggak akan rugi. Kamu pikir sekarang kamu ada dimana".

Perkataan Gharaka membuat si manis terdiam kaku.

Hiks~

"Phi Ghara jahat!" Kesal si manis

Helaan napas terdengar.
"Kamu anggap saya jahat, nggak masalah. Tapi apa kamu tau arti sebenarnya dari kata 'jahat'?".

Lagi-lagi Foura terdiam, mengapa pria ini selalu membuatnya tidak bisa berkutik.

"Aku benci phi Ghara!"

"Sudah seharusnya. Saya juga nggak nyuruh kamu buat suka sama saya".

Kalimat itu menjadi akhir dari percakapan keduanya.

Gharaka pergi meninggalkan Foura sendiri. Dengan pikirannya yang berkecamuk.

Satu sisi Foura tidak ingin menurut, namun disisi lain Foura mengakui semua yang Gharaka katakan, itu benar.

Foura menyakiti dirinya sendiri.

Haruskah Foura menurut?.













...
Hai~

Don't forget to vote☆
And...

-to be continued-

Stockholm || 'Geminifourth'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang