Happy reading
.
.
.
-Satu bulan lebih berlalu, namun Mile belum juga menemukan tanda-tanda keberadaan sang anak.
Seluruh kota sudah diperiksanya, bahkan sampai ke yang terpelosok sekalipun, namun tidak ada apapun yang ditemukannya.
Kota-kota tetangga, sampai kota-kota terkecil Thailand. Hasilnya tetap sama.
Pulang dengan keadaan hampa, seperti biasanya.Rasa frustasi mulai mendominasi dirinya saat ini, tertekan memikirkan sang anak, juga sang istri yang semakin larut dalam kesedihannya.
Entah apa lagi yang harus Mile lakukan saat ini. Buntu, tidak menemukan jalan.
Bahkan semua koneksi dengan para petinggi Thailand pun tidak berguna untuknya saat ini.Sang penculik terlalu bersih dalam melakukan rencana nya. Hingga tidak meninggalkan jejak sedikitpun untuknya.
"Selamat malam tuan" para pelayan menyapa. Menatap sang tuan dengan sedih.
Semua berubah hanya dalam waktu sebulan. Keadaan yang dulunya hangat berubah menjadi dingin sejak sang tuan muda mereka, Foura, diculik.
Sang tuan besar dengan emosi yang semakin tidak stabil setiap harinya, lebih mudah marah bahkan hanya untuk hal sepele. Dan sang nyonya rumah dengan kesedihan yang berlarut, kesedihan yang dirasakannya bahkan membuatnya abai akan dirinya juga sekitarnya.
"Dimana istri saya?"
"Nyonya Nattalie dikamar tuan".
"Istri saya udah makan?".
Para pelayan menunduk, menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Nyonya Nattalie menolak untuk makan tuan".
Mile menghela napas, mengangguk, sebelum berjalan ke arah kamar.
...
Mile menatap sedih pada sang istri.
Melihat mata sembab yang tertutup itu membuat hatinya terasa sakit.Pipi berisi itu, kini mulai menirus.
Bahkan dalam tidurnya, wanita cantik yang sangat dicintainya itu, masih dapat merasakan kesedihan.
Membuat Mile benar-benar merasa bersalah."Maafin saya, saya bakal berusaha lebih keras lagi buat nemuin anak kita. Anak kita pasti ketemu, kamu yang sabar ya~".
Cup~
Mengecup lembut kepala sang istri. Sebelum berlalu pergi.
.
.
.Suara hujan deras diluar sana benar-benar membuat Foura merasa takut. Dia tidak suka suara itu.
Hiks~
"Mamih, aku takut~"
Dengan isakan kecil yang terdengar, si manis membungkus dirinya dibalik selimut, meredam suara yang didengarnya.
Malam yang semakin larut, namun Foura masih terjaga akibat suara hujan deras yang terus terdengar.
Hiks~
"Mamih tolong~"
Hiks~
Foura butuh pelukan papih dan mamih nya saat ini.
Tapi tidak bisa. Foura hanya bisa memeluk dan menenangkan dirinya sendiri.
Berusaha agar isakan nya tidak terdengar oleh Gharaka.
Takut jika Gharaka mendengarnya, dia akan dihukum.Sebulan lebih tinggal dirumah ini, membuat Foura mengerti apa yang harus dan tidak dilakukannya.
"Saya udah bilang, saya nggak mau dengar suara isakan kamu lagi".
Mata Foura membola, terkejut mendapati Gharaka berdiri didepan pintu kamar.
Membuat isaknya semakin kuat.
Takut.
Gharaka melangkah mendekati Foura, melihat itu membuat Foura memundurkan tubuhnya, memeluk selimut dengan sangat erat.
Hiks~
"Jangan hukum aku phi~. A-aku nangis karena takut hujan~ huks~".
Si manis memohon.
Namun sepertinya Gharaka tidak ingin mendengarkan alasan apapun.
Pria itu menarik selimut yang menutupi tubuh mungil Foura, menarik tangan si manis kuat.Hiks~
"Phi~ jangan~"
Hiks~
Foura terus memberontak, meski sia-sia.
Tubuhnya terus ditarik hingga berhenti didepan pintu halaman belakang rumah itu.
Gharaka menatapnya.
"Phi~ tolong jangan hukum aku~"
Hiks~
"Aku janji nggak bakal nangis lagi~"
Hiks~
"Ya~".
Foura semakin takut, begitu melihat Gharaka membuka pintu belakang rumah. Seketika suara hujan diluar sana semakin terdengar oleh Foura, membuat isakannya semakin menjadi.
Tubuhnya bahkan mulai bergetar takut.
"Phi~"
"Phi~ tolong jangan phi~"
Hiks~
"Phi~ aku takut~"
Hiks~
"Phi~"
Gharaka menarik Foura keluar.
"Kamu takut hujan kan?, kalo gitu kamu tunggu disini sampai hujannya reda".
Foura menggeleng kuat, memohon pada Gharaka.
"Phi!"
Hiks~
"Phi! Buka pintunya phi!"
"Phi Ghara!"
Hiks~
"Aku mohon phi~"
Hiks~
Gharaka kembali masuk, mengunci pintu, meninggalkan si manis yang terus menangis dan meraung, diluar.
...
"Kamu terlalu keras ke dia".
"Dia nggak akan ngerti kalo nggak digituin".
"Tapi kamu juga liat, dia setakut apa".
"Dia takut Ghar".
Gharaka menatap yang lain.
"Kalo gitu, dia harus lawan rasa takutnya".
Mereka menghela napas. Percuma berbicara dengan Gharaka.
Jika Gharaka ingin seperti itu, maka akan seperti itu. Tidak akan berubah."Jangan lakuin apapun, buka pintunya besok pagi".
Iza dan Sean menatap tidak percaya pada Gharaka yang melangkah pergi dengan santai.
"Apa Ghara mau buat Foura sakit? Yang benar saja".
Lagi dan lagi mereka hanya bisa menghela napas.
Mengikuti kemauan Gharaka.
Meninggalkan Foura sendiri di luar bersama hujan."Kamu boleh lakuin apapun dirumah ini, tapi saya nggak akan biarin kamu jadi anak yang manja disini".
Gharaka menatap si manis yang meringkuk memeluk tubuhnya sendiri dibawah sana.
....
Hai~Don't forget to vote☆
And...
-to be continued-
![](https://img.wattpad.com/cover/374174248-288-k399470.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stockholm || 'Geminifourth'
FanfictionAntara cinta dan pembalasan dendamnya. Mana yang akan Gharaka pilih?. Having fun again~ Baku x non baku. bxb ⚠️ Meture content ⚠️