2.2

290 32 6
                                    

Happy reading
.
.
.

Foura menunduk, bersembunyi dibalik tubuh Iza. Merasa canggung dan takut ikut makan bersama, untuk pertama kalinya.

Rasanya aneh.

Yang lain menganggap jika si manis mungkin merasa malu, namun pada kenyataannya pemuda manis itu merasa takut.

"Duduk, Fou".

Dengan anggukan pelan, pemuda manis itu mendudukkan dirinya, tanpa melihat. Duduk tepat disamping Gharaka.

Palvin tersenyum penuh arti.
"Pilihan yang tepat".

Iza mengambil duduk disamping kiri si manis, setelah nya mengambil dan menggenggam tangan kiri si manis, membuat si manis menatap bingung.

Iza tersenyum.
"Kita harus doa dulu".

Iza mengangkat tangannya, memperlihatkan pada si manis, tangan yang saling menggenggam. Membuat si manis mengerti.

Mereka berdoa dengan saling menggenggam tangan satu sama lain.

Sampai tangan kanan nya juga ikut digenggam. Kali ini si manis tidak menunjukkan ekspresi bingung, melainkan ekspresi terkejut begitu melihat Gharaka.

Membuat yang lain spontan terkekeh pelan melihat ekspresi nya.
Ekspresi takut yang menggemaskan.

Dengan sedikit usaha, Foura ingin melepaskan genggaman tangan pria itu, namun sepertinya Gharaka enggan, dengan semakin mengeratkan genggamannya pada tangan si manis, kemudian menatap tepat pada mata cantik itu.

"just close your eyes and start praying".

Bagaikan sebuah mantra, mata yang penuh kegelisahan itu mulai menutup untuk berdoa.
Dan kembali terbuka setelahnya. Kerutan muncul di keningnya, Gharaka masih setia menatapnya dengan ekspresi tenang.

Dengan ketakutan dan kegelisahan yang menguasai, Foura balas menatap, dan pada akhirnya menyadari sesuatu...

Di balik mata yang terlihat begitu tenang itu. Mata itu menyimpan kebencian yang besar.

'apa kebencian itu untuknya?'.

"Makan yang banyak".

Iza tersenyum, mengusap pelan surai lebat Foura.

Mereka makan dengan tenang. Menikmati semua hidangan yang tersaji diatas meja.

Si manis juga makan dengan lahap meski malu dan takut nya bercampur menjadi satu.

Foura harus makan, dia tidak ingin menyakiti dirinya sendiri lagi. Seperti apa yang Gharaka katakan.

"Ish!".

Foura kesal sendiri, bagaimana bisa di usia nya yang sudah 18th, dirinya masih sulit mengupas udang rebus.
Saat dia mengupasnya, maka hanya akan ada sedikit daging udang yang tersisa.

Semua menatap padanya, memperhatikan bagaimana si manis berperang dengan seekor udang rebus di piring nya.

Iza dan Sean bahkan tersenyum gemas melihat tingkah nya.

"Phi~ tolong" tanpa sadar, merengek.

Iza menggeleng.
"No...liat sini, cara kupasnya kayak gini"

Si manis terlihat begitu fokus saat Iza mengajarkan padanya cara mengupas udang rebus itu.

"Nah, sekarang kamu coba".

Foura mengangguk. Dan mulai melakukan apa yang Iza ajarkan padanya. Hingga berhasil mendapatkan daging udang yang besar, tanpa banyak yang terbuang.

"Yeay!!!! Liat phi~".
Tersenyum cerah, memperlihatkan daging udang yang berhasil didapatkan nya, pada yang lain.

Gharaka menatap, sebelum mengambil seekor udang rebus lagi, memberikan nya pada si manis.

"Lakukan lagi, saya bakal ngasih kamu tiga udang lagi, kalo kamu berhasil".

Untuk beberapa saat Foura mungkin lupa jika itu adalah Gharaka. Rasa takutnya hilang entah kemana, menikmati suasana dirumah itu.

Bersama yang lain.

.
.
.

Bergerak gelisah dalam tidurnya.

Foura terbangun, kembali teringat, teringat akan tatapan yang Gharaka tunjukkan padanya.

Meski berusaha untuk mengabaikannya, tetap saja, wajah Gharaka hadir dalam pikirannya.
Membuat beban pikirannya semakin bertambah.

Mengesampingkan keinginannya untuk pulang, saat ini si manis justru merasa  penasaran pada Gharaka.

"Apa iya rasa benci itu buat aku?".

"Tapi aku salah apa? Sampai phi Ghara sebenci itu?".

"Trus kenapa phi Ghara bawa aku kesini? Kalo dia benci sama aku. Kenapa phi Ghara butuh aku?".

"Buat apa?"

Puzzle yang sulit untuk Foura.

Helaan napas terdengar.
"Sebenarnya apa tujuan utama phi Ghara, bawa aku kesini?".

Semakin memikirkannya, semakin penasaran dirinya.
Semua pertanyaan butuh jawaban, dan Foura ingin tau semua jawaban dari pertanyaan nya itu.

Namun disisi lain Foura juga merasa takut untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan nya itu.

Takut untuk mengetahui apa yang sebaiknya tidak diketahui.











...
Hai~

Makasih buat sarannya, tapi keknya gue bakal tetep pake 'phi' aja. Gakpapa ya.

See yaa~

Don't forget to vote☆

And...


-to be continued-

Stockholm || 'Geminifourth'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang