1

56 17 10
                                    


---

Lukisan Takdir

Bab 1 – Awal dari Segalanya

> > >



Juwita berjalan di lorong sekolah, benar-benar terburu-buru karena jam sudah menunjukkan bahwa ia bisa saja terlambat di hari pertama masuk sekolah.

Ia berlari secepat mungkin, mengerahkan seluruh tenaganya setiap kali melirik arloji di pergelangan tangannya yang terus bergerak maju. Hal itu semakin membuatnya panik.

Juwita tidak banyak berbicara atau menoleh ke arah mana pun. Pandangannya lurus ke depan, dan satu-satunya suara yang terdengar adalah deru napasnya yang semakin kacau.

Juwita adalah seorang gadis berumur dua belas tahun. Ciri khasnya adalah rambut hitam medium yang lembut dan mata hijau berbentuk monolid yang agak tajam. Kulitnya cerah, tetapi kini kemerahan karena kelelahan berlari. Biasanya, kulitnya terlihat putih kekuningan.

Dan... akhirnya, ia sampai di pintu kelas. Sekarang, dia sudah naik ke kelas enam SD. Jangan tanya lagi bagaimana penampilannya—sudah berantakan. Keringat yang membasahi kulit dan bajunya membuatnya terlihat sedikit basah, rambutnya lengket, dan raut wajahnya tak karuan.

Tapi... semua orang hanya menatapnya sekilas, lalu kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada yang peduli dengan penampilannya yang berantakan.

Untung guru belum datang, batin Juwita.

Ia melirik ke dalam kelas, matanya langsung mengincar tempat duduk paling belakang. "Fyuh, untung masih ada yang kosong," pikirnya dengan lega.

Juwita mulai berjalan menuju bangkunya, tetapi tiba-tiba seorang gadis berdiri di depannya dan menghentikannya.

Ia meneguk ludah. Tantangan baru datang, tepat di hadapannya.

Baru saja melewati "perjalanan waktu" yang menegangkan, sekarang ia disuguhkan kejutan baru.

Gadis itu adalah Rinaya, dengan kulit sawo matang khas, pipi chubby, dan tubuh yang agak berisi.

Dan sekarang, tugas Juwita adalah menghadapi salah satu bandar gosip terkenal di kelasnya.

Sebenarnya, Rinaya hanya menyampaikan gosip kepada Juwita saja, jadi lebih tepat jika menyebutnya bandar gosip eksklusif.

Siap, Juwita. Hari ini... tidak. Setiap hari, kau harus siap menghadapi ini.

Dengan terpaksa, Juwita menyunggingkan senyum lebar dan mulai berakting menghadapi Rinaya.

Senyum paksa itu langsung disambut dengan ekspresi ceria dari Rinaya.

"Halo, Wita!!!" sapa Rinaya dengan nada khasnya yang ceria dan penuh semangat.

"Halo, Rina!!!" balas Juwita, dengan nada yang terdengar seperti sandiwara.

Juwita dan Rinaya sebenarnya dekat dengan siapa saja, tetapi jika mereka sedang bersama, mereka bisa menjadi pusat perhatian karena kelakuan mereka yang mencolok.

"Hah, sekarang gosip apa lagi yang harus kudengar dari anak ini?" batin Juwita pasrah.

"Sini-sini!" titah Rinaya, meminta Juwita mendekat seolah ingin membisikkan sesuatu.

Mau tak mau, Juwita menuruti perintahnya.

"Tahu gak?" bisik Rinaya.

Juwita semakin melebarkan senyumnya, tapi dalam hati ia kesal. Mana ku tahu, kan belum dikasih tahu?!

Namun, ia tetap mempertahankan aktingnya dan berusaha sabar.

"Apa itu, Rinaya?" sahutnya.

Rinaya tersenyum lebar, lalu menarik lengan Juwita agar lebih dekat.

Lukisan Takdir - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang