Bab 4

5 3 5
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 sore. Rania bergegas membereskan semua buku dan alat sekolahnya untuk segera pulang ke rumah, sesampainya dirumah Rania lagi dan lagi mendengar orang tuanya sedang berdebat.

"sial! tau begini mending gausah pulang!" ucap Rania menuju kamarnya.

Hampir setiap hari, Rania mendengar perdebatan orang tuanya. Rasanya muak sekali seperti mau muntah. Rania masuk ke kamar untuk tidur, agar tidak mendengar perdebatan orang tuanya.

Kadang Rania berharap keluarganya seperti difoto yang terlihat harmonis dan menyenangkan, tapi kenyataannya? kadang sebelum berfoto kita harus berdebat terlebih dahulu.

Rania selalu berharap untuk cepat cepat lulus sekolah supaya bisa pergi jauh, dengan berangkat sekolah dan main bersama teman itu adalah kunci untuk melupakan masalah dirumah, tetapi terkadang tidak semua orang harus memahami kita.

Rania adalah tipe anak yang clingy dan haus kasih sayang. Ia kadang mencari perhatian kesana kesini agar mendapatkan kasih sayang.

"gimana si rasanya disayang?" ucapnya setiap hari.

Rania selalu ingin dimanja, mendapatkan kasih sayang oleh semua orang. Semua orang beranggapan Rania adalah gadis yang kuat, tangguh, dan berani. Tetapi? untuk hidup saja Rania sudah cukup capek.

"jika seisi dunia beranggapan aku anak kuat, lalu siapa yang memeluk jiwa kecilku" tulis Rania dibuku dairynya.

"bagaimana rasanya dicintai?"

"bagaimana rasanya dimanja?",

Terkadang Rania iri dengan teman temannya yang mendapatkan kasih sayang orang tuanya, ia selalu berharap mempunyai kakak.

"kakak juga pengen punya kakak" ujar Rania didalam hati.

Rania tidak pernah takut dengan hal apapun, dari kecil ia selalu dibentak bentak, disumpah serapah, diseret, dihantam, dipukul pake gasper, hanger, sapu bahkan dicekek pun pernah.

Suatu hari, Rania pergi bermain bersama teman temannya akan tetapi ia pulang terlalu sore. Dijalan Rania sempat takut akan pulang, takut dimarahin oleh Ibunya. Ternyata dugaan itu benar.

"dari mana kamu?" tanya Ibu.

"dari rumah nina bu"

"kenapa ga sekalian gausah pulang"

Jam makan malam pun tiba, Rania segera menuju tempat makan. Dipiring terdapat satu ekor paha ayam, Rania mengambil ayam tersebut, seperti biasa Adiknya menginginkanya juga.

"kak aku pengen yang paha" ucap Nino.

Ibu menukar ayam mengambil ayam bagian pahaku dan ditukar bagian sayap.

"Kenapa aku terus yang harus mengalah? apa karena aku anak yang paling besar? kata Rania didalam hati.

Makan pun selesai.

"Ran tolong bantu jagain nino dan putra ya, Ibu maau cuci piring" kata Ibu sembari membawa piring ke belakang.

"iya Bu" jawab Rania.

Rania mengajak Adiknya bermain diruang tamu, Ke dua Adiknya bermain bola. Rania mengamati dengan bermain ponsel.

"gubrak....aaaaaa" suara tangis Putra.

Rania berlari untuk melihat keadaan Putra, Putra benjol disebelah kiri jidatnya.

"ada apa Ran, kenapa putra menangis"

"anu...."

"yaampun kenapa bisa benjol kaya begini, kamu gimana si Ibu kan minta tolong jagain Nino sama Putra kenapa kamu malah bermain hp!" dengan nada suara tinggi.

Rania menunduk, ia bingung dengan apa yang telah terjadi. Ayah pun datang dan bertanya kepada Rania apa yang telah terjadi.

"ada apa kak? kenapa Putra menangis?"

Rania menceritakan hal itu dari A-Z.

"apa ini salah Rania yah?" tanya Rania.

"Kakak itu ibarat truck besar dan adik adalah montor, walaupun montor yang menabrak truck ya yang salah tetap truck, karena truck yang besar" jawab Ayah.

"kenapa harus aku yang menjadi anak yang paling besar?"

"kenapa aku tidak menjadi anak terakhir" imbuh Rania.

Ayah hanya bisa mengusap pundak Rania. Rania selalu merasa bahwa hidupnya tidak adil, ia selalu salah dimata orang tuanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk aku, maafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang