Pagi itu terasa biasa saja. Langit berwarna abu-abu pucat, dan gerimis kecil membasahi jalan setapak menuju sekolah. Keyra memasuki gerbang dengan langkah pelan, mengusap rambutnya yang mulai lembap. Ia baru saja pindah sekolah beberapa hari lalu, dan perasaan asing masih menyelimutinya setiap kali melewati kerumunan murid yang tampaknya sudah mengenal satu sama lain.
Kelas masih sepi ketika ia tiba. Keyra memilih duduk di dekat jendela, tempat favoritnya. Dari situ, ia bisa melihat halaman sekolah yang sedikit basah oleh hujan. Sedang asyik menggambar di tepi buku catatannya, Keyra tiba-tiba mendengar suara langkah kaki yang pelan namun pasti mendekat.
"Tempat ini kosong, kan?"
Keyra mendongak. Seorang cowok dengan rambut sedikit acak-acakan berdiri di samping mejanya. Sorot matanya tajam, namun ada ketenangan yang membuat Keyra merasa nyaman seketika.
"Eh, iya... kosong," jawab Keyra, sedikit terbata.
Cowok itu langsung duduk di kursi sebelah tanpa banyak bicara. Sekilas, ia tampak tenang dan dingin, tapi ada sesuatu yang membuat Keyra penasaran. Keyra tak bisa mengalihkan pandangannya.
"Nama lo siapa?" tanya cowok itu tiba-tiba, memecah keheningan.
"Keyra," jawabnya singkat. "Kamu?"
"Iras."
Percakapan berhenti di sana. Iras kembali sibuk dengan ponselnya, sementara Keyra meliriknya sesekali dari sudut mata. Ada aura yang berbeda dari Iras, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan, tapi Keyra tak bisa menebak apa itu.
Sore harinya, saat bel pulang berbunyi, Keyra mendapati dirinya berjalan sendirian di lorong sekolah. Ia terbiasa sendiri sejak pindah, dan meski sudah beberapa hari, belum ada teman yang benar-benar dekat dengannya.
Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara Iras kembali menghentikan langkahnya.
"Key, mau bareng pulang nggak?"
Keyra menoleh, sedikit terkejut. Ia tak menyangka Iras, yang terlihat cuek sepanjang hari, akan mengajaknya berbicara lagi.
"Serius? Lo nggak buru-buru?" tanya Keyra.
Iras mengangkat bahu santai. "Nggak. Gue juga pulang sendiri."
Tanpa berpikir panjang, Keyra mengangguk. Mereka pun berjalan berdampingan, tanpa banyak bicara di sepanjang jalan. Meski hanya keheningan yang menemani, ada kenyamanan yang tak bisa dijelaskan. Keyra merasa, mungkin Iras adalah seseorang yang lebih suka bicara lewat tindakan daripada kata-kata.
Setelah beberapa meter berjalan, Iras tiba-tiba berhenti di depan sebuah warung kecil di pinggir jalan.
"Mau es teh?" tawarnya, sambil menatap Keyra dengan tatapan datarnya.
Keyra mengangguk pelan. "Boleh juga."
Mereka duduk di bangku kayu kecil di depan warung, masing-masing dengan segelas es teh di tangan. Angin sejuk berhembus pelan, membawa aroma hujan yang baru saja reda. Di saat itulah, Keyra merasa bahwa Iras bukan sekadar sosok yang pendiam dan misterius. Ada lebih banyak yang bisa ia pelajari tentangnya.
"Kenapa pindah sekolah?" tanya Iras, suaranya rendah namun penuh rasa ingin tahu.
Keyra tersenyum tipis, mengaduk es teh di gelasnya. "Keluarga gue pindah rumah, jadi harus pindah sekolah juga. Awalnya berat, sih. Teman-teman gue semua di sekolah lama."
Iras mengangguk pelan. "Gue ngerti. Pindah-pindah gitu nggak gampang."
Keyra menatapnya sekilas. "Lo pernah pindah sekolah juga?"
Iras menghela napas, seolah enggan membahasnya lebih lanjut. "Iya, beberapa kali."
Pembicaraan mereka kembali terhenti. Namun, bagi Keyra, tak apa. Kadang keheningan dengan orang yang tepat bisa terasa lebih baik daripada ribuan kata yang diucapkan dengan sia-sia.
Hari itu adalah awal dari sesuatu yang Keyra tak pernah duga. Ia dan Iras mulai sering pulang bersama, saling bertukar cerita di sepanjang jalan, meskipun Iras tak pernah benar-benar terbuka sepenuhnya. Ada jarak yang selalu terasa, seolah Iras membiarkan dirinya hanya sedikit terlihat.
Namun, Keyra tahu, tak semua orang mudah untuk dikenali dengan cepat. Dan mungkin, di balik semua itu, ada sesuatu yang lebih besar yang sedang menunggu waktu untuk diungkapkan.
TRIMAKASI SUDAH MEMBACA-!💓
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGURAI RASA
Teen Fictiontentang hubungan antara Keyra dan Iras, dua orang yang memiliki ketakutan dan keraguan besar. Iras, yang takut membuka diri karena masa lalunya, perlahan mulai belajar untuk mempercayai Keyra. Keyra, dengan sabar dan peduli, berusaha untuk tetap di...