5.

109 14 6
                                    

~


Dengan kepala tertunduk Sasuke bersimpuh di hadapan Itachi, yang tertegun memproses segala hal tragis yang melanda orang yang paling ia cintai secara mendadak.

Pandangannya yang nanar menatapi adiknya yang tampak hancur, dengan tampilan sisa-sisa darah istrinya yang mengering masih menempel ditubuh sang adik.

Adiknya bertekuk lutut di lantai yang dingin dengan air matanya yang menetes deras. Dan meracaukan permohonan ampunan kepada dirinya.

Itachi tertegun ditempatnya berdiri. Tak tau harus berkata apa.

Ia tidak tau dari mana semua ini mulai menjadi petaka bagi kekasih hatinya, Hinata.

Apakah saat ia mulai menaruh hati pada Hinata?

Saat ia meminangnya? Atau awal mula pertama kali ia melihat paras ayu nya, dan mengenal namanya? Sehingga ia yang hina ini dapat memiliki Hinata seutuhnya?

Itachi ingin mendengus tertawa mengejek dirinya sendiri. Air matanya menggenang di pelupuk mata, saat ia menggigit keras bibir bawahnya. Ketika mengingat kembali siapa dirinya, orang yang berasal dari bawah dan jelata. Dan masih berani bermimpi dapat membahagiakan gadis berdarah biru dengan kedua tangannya.

Tanpa tau, dengan kedua tangannya sendirilah ia mendorong Hinata jatuh kedalam jurang nestapa, berkat ketidakbergunaanya. Baik sebagai pria dan seorang suami bagi wanitanya.

Sejak awal ini bukanlah salah adiknya. Ia yang terlalu mencintai Hinata sehingga ragu untuk mengatakan kegagalannya dan kekurangannya, serta terlalu takut untuk kehilangan Hinata. Namun, anehnya ia tidak keberatan untuk dibenci istrinya itu dengan segenap hati, asalkan jangan sampai ada perpisahan.

Tapi ia tidak menyangka jika semua perbuatan pengecutnya malah menjadi pisau yang mengiris pembuluh darah cintanya.

Tangannya mengepal erat saat ia menyadari. Bahwa ia memang bajingan yang berlari tanpa kejelasan dan meninggalkan Hinata sendirian hanya karena ingin menenangkan perasaannya sendiri. Lantas membawa serta sang adik ikut masuk kedalam tragedi ini.

Mengambil langkah yang terasa sangat berat, Itachi mencoba membawa Sasuke bangkit. Bibirnya yang kering mencoba mengucapkan sepatah kata penenang, untuk adiknya juga kedua mertuanya.

Namun, apa daya Hinata begitu berharga bagi mereka pun bagi dirinya. Sehingga saat netra kelamnya menatap tiga orang yang tampak terpukul bersama bunyi detak waktu yang berjalan lambat dan terasa menyiksa. Ia hanya dapat diam ditempatnya, dengan air mata penyesalan serta pengharapan yang perlahan turun dari matanya yang memejam.

Andaikan Hinata tak mengenal dirinya orang-orang yang menyayanginya tidak akan bersedih seperti ini, karena Hinata pasti akan hidup sehat dan bahagia. Dan andaikan ayah ibunya tidak pergi menjemputnya di hari kelulusannya. Pada hari ini Sasuke pasti masih merasakan cinta kasih dari kedua orang tuanya.

Mereka pasti bahagia tanpa kehadirannya didunia ini.

Ia berharap agar ia saja yang menerima kemalangan, menggantikan Hinata yang terbaring kritis di ruang gawat darurat saat ini.

Sasuke yang baru pertama kali melihat kakaknya menumpahkan kesedihannya, terdiam.

Rasa bersalahnya kian merajam, menusuk hingga menembus rusuknya.

Bagaimana ia harus memohon dan mengakui dosa-dosanya?

Dengan cara apa ia harus menebus dosanya yang tak termaafkan? Jika Hinata dan kakaknya ia hancurkan seperti ini.

Sedangkan yang bisa ia lakukan hanya memohon dan menyesal tanpa memberikan kejelasan apapun, karena terlalu pengecut untuk meremukkan perasaan beberapa orang lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hold Me, You And HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang