Jimin 💛

116 25 7
                                    

.
.
.
.

💛💛💛💛💛

.
.
.
.












Hhhhffffttt....

Hari ini full Jimin bisa merasakan betapa lelahnya bekerja sendirian. Apa2 ia kerjakan sendirian. Padahal biasanya ada suaminya yang siap siaga 24 jam untuk dirinya. Jimin jadi kangen dimanjain lagi oleh ke 6 suaminya.

Jimin ingat setiap harinya dia akan selalu dilayani suaminya sesibuk apapun, mereka juga melakukannya dengan suka rela walaupun kadang suka cekcok juga perkara rebutan Jimin. Jimin tersenyum kecil.

Hari ini dia sibuk sampai lupa waktu dan lupa makan. Ia terlalu memforsir dirinya saat acara barusan. Ia tadi selepas merapikan rumah yang sebisanya saja lanjut pergi ke tempat penggalangan dana untuk anak-anak yang kurang beruntung, Jimin senang melihat anak2. Ia ingin sekali punya anak perempuan karena setiap harinya hanya ada laki-laki saja yang melintas didepan matanya. Bukan ia tak suka melainkan ia ingin melihat hal baru.

Ah tapi Jimin belum siap punya bayi. Mungkin? Karena ke 6 orang dirumahnya yang berstatuskan suaminya itu kadang-kadang bisa jadi bayi yang sangat manja bila mereka tak dapat perhatiannya. Ingin diuyeli padahal tiap hari mereka ada giliran tidur bersama dan bermanja dengan Jimin. Tapi nampaknya itu saja tak cukup.

Kadang Jimin lelah, tapi ia kadang malah bersyukur karena hadirnya ke 6 orang itu. Dunianya jadi ramai, meski sering bertengkar pasti bisa diselesaikan dengan cara apapun. Pokoknya mereka tidak mau pecah walau kadang iri dengki merasuk kedalam kalbu.

Tas yang tergeletak manjah di teras rumah menemani Jimin merebah. Mungkin ia juga lelah sama seperti tuannya.

Satu hal lagi. Jimin merasa aneh pada suami-suaminya yang perlakuannya berubah total 1 minggu ini. Padahal Jimin merasa tak melakukan kesalahan apapun. Ia tetap seperti biasa. Apa mungkin mereka diam2 punya orang lain?

Sedikitnya Jimin overthinking disana. Karena mungkin mereka merasa tidak adil dengan hal ini dan Jimin tidak juga program tentang anak. Bisa saja mereka bosan walau diawal dulu terlihat sangat antusias dan menggebu-gebu untuk bisa mendapatkannya. Tapi jika memang itu yang terjadi mungkin Jimin akan ikhlaskan. Memang mau bagaimana lagi kalau mereka sudah tak mencintainya?

Orang hidup satu persatu pasti akan hilang dengan sendirinya entah dengan cara apapun. Memikirkan itu jadi sedih sendiri, padahl itu belum tentu terjadi. Jimin juga tak tau apa benar mereka mencintainya tanpa syarat? Semoga. Karena Jimin tak mau kehilangan mereka satupun meski kadang ia jengkel, kadang bosan, kadang juga ingin sendirian tanpa diganggu siapapun.

Tapi perasaaan itu hanya sesaat bukan hanya karena jenuh, bukan karena memang sudah tak mau lagi bersama. Jimin bersyukur ke 6 suaminya akur begitu, walau dikata orang Jimin maruk serakah dan lain lagi tapi mereka sendiri yang mau. Bukan Jimin yang menggoda dan memaksa. Justru malah Jimin yang tidak mau karena ia pikir akan kerepotan dengan banyaknya orang yang tinggal dan punya hubungan dengannya.

Lama berfikir hingga hari menjelang malam Jimin beranjak dari merebahnya. Merapikan baju dan meraih tasnya siap2 masuk kedalam rumah. Jimin merasakan keheningan dari luar pintu. Disini yang membuatnya sedih, ia ingat terkahir suaminya semua cuek padanya. Mengusap sedikit air mata yang tumpah lalu perlahan membuka pintu.







.
.
.




DUAARRRRR.... 🎊🎉🎉🎉

"HAPPY BIRTHDAY TO MY WIFE KESAYANGAN!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

6 SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang