Bab 4

183 32 1
                                    

Avaya duduk di ruang tamu apartemen, melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sekali lagi, Mira pulang terlambat, melewati jam yang sudah ia tetapkan. Kecemasan di hatinya mulai berubah menjadi amarah, terutama karena peringatan-peringatannya selama ini tampaknya diabaikan.

Dengan gemetar, Avaya mengambil ponselnya dan menekan nomor salah satu teman kuliah Mira. Untungnya, teman tersebut mengetahui keberadaan Mira. "Dia di lokasi balapan liar, Kak, katanya mau nyusulin Areksa. Tadi kami udah larang, tapi dia tetep aja nekat ke sana," kata suara di ujung telepon, membuat darah Avaya mendidih.

Tanpa berpikir dua kali, Avaya meraih kunci mobil dan melesat menuju lokasi yang disebutkan. Di dalam mobil, jantungnya berdebar kencang, bukan hanya karena kekhawatiran terhadap Mira, tapi juga kemarahan yang terus bertumbuh setiap kali ia membayangkan Areksa. Pria itu jelas-jelas pengaruh buruk dan sekarang Mira makin jauh terjebak dalam pesonanya.

Saat Avaya sampai di lokasi, deru suara mesin motor balapan liar langsung memenuhi telinganya. Lampu-lampu sorot dari kendaraan menerangi tempat yang penuh dengan anak-anak muda berpakaian hitam, minum-minum dan tertawa terbahak-bahak. Avaya mendekat dengan hati-hati, berusaha tetap tenang di tengah kerumunan orang-orang yang tampaknya sedikit mabuk.

Di antara kerumunan itu, Avaya akhirnya menemukan Mira. Gadis itu duduk di antara gerombolan pemuda berpakaian hitam, salah satunya adalah Areksa. Mereka tampak santai, tertawa bersama, tanpa sedikit pun menyadari kehadiran Avaya yang mendekat dengan tatapan tajam.

"Mira!" panggil Avaya dengan suara tegas.

Mira tersentak kaget, menoleh dengan ekspresi terkejut. "K-Kak Ava? Kok Kakak di sini?" Suaranya bergetar, jelas tak menyangka Avaya bisa menemukan tempat ini.

"Masuk ke mobil," perintah Avaya dingin, suaranya tak menyisakan ruang untuk perdebatan.

"Tapi, Kak..."

"Masuk ke mobil, Mira!" seru Avaya lagi, suaranya naik beberapa oktaf. Kemarahan dan kekecewaan terlihat jelas di matanya.

Mira, dengan wajah kesal, berdiri dan menurut. Dia berjalan menuju mobil, akan tetapi tidak bisa menutupi rasa frustrasinya. "Aku kan cuma nongkrong, Kak," gumamnya sambil berjalan, namun Avaya tidak menggubris. Pikirannya sekarang hanya tertuju pada satu orang.

Begitu Mira menjauh, Avaya menatap tajam ke arah Areksa. Dengan langkah cepat, dia mendekati pria itu, lalu menarik tangannya, menjauhkannya dari kerumunan.

"Udah berapa kali aku ingetin, jangan bawa pengaruh buruk ke Mira. Di mana pikiran kamu bawa dia ke tempat kayak gini. Jam berapa ini?!" suaranya penuh dengan kemarahan yang tidak bisa ditahan.

Areksa hanya menatap Avaya dengan senyum tipis, seolah pertanyaan itu hanyalah angin lalu. Namun, saat Avaya makin mendesak, jari telunjuknya hampir menyentuh dada Areksa, pria itu tiba-tiba menangkap tangannya.

Sentuhan itu membuat Avaya terdiam sejenak. Tapi sebelum dia bisa bereaksi, Areksa menariknya lebih dekat, membuat Avaya terdorong hingga punggungnya menempel pada tiang yang tersembunyi dari keramaian. Meski begitu, teman-teman Areksa yang masih duduk di kejauhan bisa melihat semuanya.

"Kamu..." Avaya hendak berbicara, tetapi napasnya terhenti saat menyadari betapa dekat wajah Areksa dengan wajahnya. Pria itu berdiri begitu dekat hingga ia bisa mencium aroma alkohol yang kuat dari mulutnya.

Areksa memandang Avaya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mata hitamnya seolah-olah menelusuri setiap inci wajah Avaya dengan penuh kekaguman. Jarak antara mereka begitu dekat, membuat Avaya bisa merasakan detak jantung Areksa yang berdetak stabil, kontras dengan jantungnya yang berdebar kencang.

Areksa #Love Trap Series 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang