06

63 15 13
                                    

.

.

.

.

.

Original: Shanty Agatha

Remake: Justsoms

.

.

.

.

.

Khaotung terbangun sendirian di ranjang itu. First sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini?

Tapi entah mengapa Khaotung merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan First di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Khaotung? Kau hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Podd yang harus kau cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Khaotung melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi First bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan-nahan diri.

Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Khaotung mengernyit.

Dari leher, buah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman First. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Khaotung, dan Khaotung yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar First! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

Khaotung belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Podd selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Podd bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Khaotung tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar First bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Khaotung hanya menyapukan bedak tipis ke mukanya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Khaotung merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara First hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Khaotung naik ke dalam bus menuju kantornya.

.

.

.

.

.

"Wajahmu pucat sekali", salah seorang temannya memandang Khaotung dengan cemas ketika Khaotung mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Khaotung memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum,

"Engga apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan."

IntoxicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang