02. sekolah

29 6 1
                                    

.

.

.

.

Pagi-pagi sekali wanita paruh baya sudah berkutat dengan barang-barang dapurnya, dirinya sudah bangun sejak pukul lima pagi. Dirinya sendiri, karna hanya dirinya yang berstatus menjadi perempuan di sini. Tapi tak selamanya juga dia memasak sendiri.

Tapi tak lama dari dirinya memasak, suara seseorang menuruni anak tangga. Dia sudah menggunakan pakaian lengkap seperti anak sekolah pada umumnya, baju yang di keluarkan dengan rapih, menggunakan dasi sekolah karna wajib dan semuanya kancing baju terlihat rapih. Di sekolahnya memiliki aturan untuk mengeluarkan bajunya, bukan melanggar tapi memang peraturan sekolahnya tersendiri.

Tak lupa memakai sepatu dan menggunakan alat pendengarnya di telinga, jika tidak dirinya tidak akan bisa mengikuti pelajaran yang akan berlangsung nanti.

Menggendong tas di sebelah pundak karna nanti masih di letakkan kembali setelah itu menyapa wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu. " Morning mama " Senyum khas di wajahnya tercipta.

Bian meletakkan tas pada salah satu kursi meja makan setelah itu mendekat ke arah Thea dan membantu pekerjanya.

" Sekolah kamu gimana? Amankan sampai sejauh ini? Ada hal buruk nggak? " Tanya Thea tanpa memindahkan atensinya untuk memotong wortel.

Bian memikirkan sejenak seraya tangannya menguleni beras yang dia cuci. " Nggak ada, semuanya oke kok ma, "

" Semisal ada dana yang sedang berlangsung kamu bilang mama ya? Jangan diem-diem bayar pake tabungan kamu, itu uang tabungan yang kamu simpen juga pasti ada hal pengen kamu beli, kamu anak mama, tanggung jawab mama " Thea berucap panjang lebar.

Bian tersenyum, " Iya ma, "

Thea berucap seperti itu karna beberapa kali memergoki anaknya mengambil uang tabungan entah itu untuk apa, dirinya hanya curiga untuk membayar keperluan sekolah, pasalnya juga setiap Bima memberikan Thea selembar kertas yang memberi tahu untuk membayar Bian tak melakukan hal yang serupa.

" Iya nya iya yang bener Ian, jangan iya aja mama nggak suka " Thea menghadap ke arah anaknya dengan berdecak pinggang. Ian adalah panggilan sayang untuk Bian jika di rumah.

Bian terkekeh kecil, namanya ternyata tidak berubah. " Iya beneran suer " Ucapnya dengan memberikan peace kepada Thea.

" Udah mau selesai biar Bian yang handle, mama bangunin papa sama Bima aja. "

Thea mengangguk senyum, dirinya mencuci tangan kemudian mengelapnya dengan tissu. Setelah itu melepas apron dan berjalan menuju ke kamar Bima setelah itu kepala keluarga.

Bian meng-handle semuanya dengan mudah, tak lupa juga dirinya menyiapkan bekal untuk papa nya yang bekerja di kantor. Thea bilang dirinya tidak ada job di butik jadi dia free, akan beristirahat di rumah. Jika Bima—bocah itu paling anti sekali dengan yang namanya bekal perbekalan, seperti bocil esde katanya.

Beberapa menit kemudian masakan selesai, Bian menaruhnya di meja makan dengan hati-hati. Tak lama dirinya menyiapkan makanan kepala keluarga turun kebawah.

Dirinya kemudian mendudukkan diri di kursi paling ujung, di mana kursi tinggal yang memang di tujukan untuk kepala keluarga.

Bian dan pria jangkung itu berdiam diri satu sama lain, selain canggung mereka juga jarang berkomunikasi bahkan Bian mendengar papanya berbicara itu bisa di hitung dengan jari selama sebulan.

Ekhm..

Deheman membuat Bian memalingkan kelamaan menjadi menatap kearah yang lebih tua, di sana papa nya sedang membenarkan dasinya dan kemudian ikut serta menatap Bian.

Bian - Bima. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang