007. Merindu

246 50 11
                                    

"Kamu kapan sih pulang?"

Arsen berdecak mendengar rengekan itu, dia bahkan baru saja membersihkan diri saat Rachela menghubunginya.

"Sayang, kamu nggak kangen, ya, sama aku?"

"Ra!"

"Iya, iya, aku tahu kamu di sana kerja. Tapi ..."

Arsen menoleh begitu mendengar nada suara itu berubah, menatap ponselnya yang ia letakkan begitu saja di atas meja selagi dia sibuk dengan laptopnya.

"Kenapa, ya, aku itu nggak bisa tenang akhir-akhir ini." Ada tarikan nafas panjang. Layaknya, wanita itu juga kelelahan dengan apa yang saat ini wanita itu pikirkan. Lalu.

"Pasti capek banget, ya, ngadepin aku?"

Arsen masih tak bergeming. Dia masih diam dengan pandangan menatap ke arah layar ponselnya. Ingatannya di paksa berputar ke kejadian malam itu, tentang permintaan wanita itu.

"Sayang?"

Panggilan itu, bersamaan dengan ketukan pintu di kamarnya. Membuat Arsen meraih ponselnya. "Ra, aku hubungi lagi nanti."

"Kamu mau ke mana? Ini baru juga jam setengah tujuh, sayang."

"Aku udah harus siap-siap."

"Ikhh, aku itu masih kangen. Semalam juga aku ditinggal tidur."

Arsen kembali berdecak kesal, mengundang rengekan Rachela yang lagi-lagi mengatakan rindu. Tapi, wanita itu tidak menolak saat Arsen memutuskan panggilan mereka. Lalu, sudah. Arsen melangkah ke arah pintu. Begitu pintu ia buka, wanita yang berdiri canggung di depannya, menatapnya kikkuk.

"Pagi, Pak."

"Kenapa?"

"Saya mau membahas tentang masalah kemarin. Sebelum kita bertemu Pak Deni hari ini, boleh, pak?"

Arsen hanya mengangguk.

"Bagaimana kalau kita bicaranya sambil sarapan, Pak? Saya bisa pesan sarapan kalau Bapak setuju."

"Nggak perlu, kita sarapan di bawah." Ujar Arsen yang diangguki setuju wanita di depannya. Sebelum berbalik pergi, Arsen sempat menutup pintu kamarnya. Melangkah begitu saja tanpa peduli dengan wanita yang kini diam di tempatnya. Seolah menunggunya.

Mereka turun ke lantai satu, terdapat banyak kursi-kursi juga sofa. Beberapa pengunjung hotel juga sibuk sarapan di sana. Jangan lupakan dinding kaca, yang mampu membuat para tamu menikmati sarapan mereka dengan view di sekitarhotel-yang terlihat indah dan menabjubkan.

Arsen baru saja bergumam terima kasih pada salah satu pelayan hotel yang membawakan sarapannya. Sebelum seseorang menyerukan namanya. Membuatnya menoleh seketika.

"Ya, ampun, kamu beneran, Arsen?" Seruan itu, bersamaan dengan seseorang yang muncul di sampingnya. "Mama kira salah orang." Ujarnya lagi. Yang saat itu, Arsen seketika bangkit. Mengecup punggung tangan wanita di depannya. Saat wanita itu menyodorkan tangannya.

Wanita yang dulu melahirkannya. Wanita yang juga beberapa kali ia temui di belakang kedua orangtua angkatnya. Yang ia panggil Mama.

"Kamu sedang apa, Sen?" Pertanyaan itu terlontar dengan cepat. Yang belum sempat Arsen jawab, perhatiannya kini tertuju ke arah wanita-lain. Yang hampir saja Arsen lupakan keberadaannya.

"Dia ... " Gumamnya, menoleh ke arah Arsen dengan wajah penuh tanya. Lengkap dengan senyum manisnya.

"Junior." Jawab Arsen, melirik ke arah samping. Sesaat sebelum perhatiannya kini tertuju ke arah Mamanya.

STAY (Titik Henti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang