5. Satu fakta terungkap

293 65 3
                                    

Happy reading

Revan melangkah mendekat, saat tiba di hadapan remaja itu ia menatapnya sebentar, "tenang gue cuma mau nanya sesuatu"

"nanya apa!? nanya gimana keadaan adik gue setelah lo rusak hah!?, hancur bangsat, kehidupan adik gue jadi hancur gara-gara lo bajingan!".

"memangnya apa yang gue perbuat sama adik lo?".

"apa?, lo lupa sama kelakuan bejat lo sendiri".

"oke gue gak akan basa basi, gue bukan Ravin, dan gue cuma mau nanya apa yang udah Ravin lakuin sama adik lo? dan..." Revan menatap remaja itu sebentar "kenapa lo bisa ada disini?".

"lawak lo, lo pikir gue percaya? jelas-jelas lo Ravin".

"gue Revan kakak kembar Ravin" ucap Revan membuat remaja itu terdiam, dia menatap Revan intens.

"oke, anggap gue percaya, setelah lo tahu apa yang udah adik lo lakuin terus lo mau apa? mau bantuin para korban adik lo gitu?" remaja itu memandang remeh Revan "kalian itu saudara kembar, gue yakin lo juga pasti gak kalah bajingan nya kayak adik lo" Revan menatap Remaja itu datar setelah mendengar ucapannya, ia mengepalkan tangannya, emosinya tersulut saat dirinya dikatai bajingan.

Sementara itu di luar Deni san Nauval merasa bosan, karna sudah lama mereka menunggu tapi Revan yang mereka kira Ravin itu tak kunjung keluar.

"lama banget itu si Ravin" ucap Deni mulai kesal.

"tau tuh biasanya juga gak selama ini, terus tumben-tumbenan lagi pengen eksekusi sendiri biasanya juga sama kita" ucap Nauval ikut kesal.

"susul ajalah lama" ucap Deni hendak masuk ke dalam namun baru satu langkah Revan sudah terlihat keluar dari rumah dan berjalan menghampiri mereka.

"lama banget lo" ucap Nauval saat Revan sudah berdiri di hadapan mereka.

"gue bermain-main sebentar, kan gak seru kalo langsung" ucap Revan membuat mereka berdua mengangguk.

"udah yuk kita pergi sebelum ada orang liat" ucap Revan mengajak mereka pergi.

"bentar gue cek dulu, dia udah bener-bener mati belum" ucap Deni hendak melangkah masuk ke dalam rumah namun langsung di cegah oleh Revan.

"gausah, lo gak percaya sama gue? gue udah pastiin dia udah mati"

"oke, gue percaya sama lo, yuk cabut" ucap Deni lalu melangkah menuju motornya diikuti Nauval, Revan tersenyum melihat itu.

***

"mereka belum pulang?" tanya Revan pada salah satu maid di rumah, sekarang sudah waktunya makan malam, saat tiba di meja makan Revan tak melihat keberadaan Danu dan karina maka dari itu ia menanyakan keberadaan Danu dan Karina pada maid yang sedang menyiapkan makanan.

"tadi tuan dan nyonya memberi kabar jika mereka akan menginap kembali di rumah sakit menemani tuan muda Ravin" ucap maid curi-curi pandang pada Revan, dia kasihan dengan tuan mudanya ini karna dari dulu selalu di nomor duakan.

"oke" ucap Revan singkat, dia sebenarnya agak risih melihat tatapan kasihan dari maid itu, karna Revan yang sekarang tak masalah dengan itu semua, dia malah senang dengan tidak adanya mereka dia jadi bebas.

Selesai makan malam Revan kembali ke kamar, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur mengingat kembali ucapan remaja tadi, setelah berhasil meyakinkan jika dirinya bukan Ravin remaja yang bernama Dian itu akhirnya mau mengatakan apa yang terjadi pada adiknya.

"adik gue di lecehin sama adik bajingan lo itu, bukan sekali dua kali tapi selama tiga bulan terakhir ini"

Dari yang Dian ceritakan, adiknya itu yang bernama Dina, tiba-tiba dikeluarkan dari sekolah dengan alasan yang tidak jelas setelah mengancam Ravin akan mengungkapkan semua kelakuan bejatnya.

Dina yang mengalami pelecehan ditambah dikeluarkan dari sekolah impiannya itu menjadi stres, dia selalu mencoba bunuh diri karna depresi, maka dari itu Dian berniat balas dendam pada Ravin namun belum bertindak ia malah diculik seseorang dan disekap di rumah terbengkalai itu.

"udah gue duga, lo emang gak sesempurna itu Ravin" ucap Revan terkekeh.

***

"Ravin aku mohon berhenti, kamu gak kasian sama ayah bunda"

"gue gak peduli, jangan pernah lo ngadu sama mereka"

"kalo kamu terus kayak gini aku gak ada pilihan, aku bakal lapor perbuatan kamu sama ayah"

"berani lo ngadu, abis lo di tangan gue, lagipula lo gak punya bukti, mereka gak akan percaya omongan lo"

Revan membuka matanya, ia melihat jam yang menunjukkan pukul 1 dini hari, mimpi lagi, dia mimpi Revan dan Ravin bertengkar namun tidak tahu bertengkar karna apa yang jelas penampilan Ravin saat itu sangat berantakan.

"Revan lo sebagai kakak gak ada harga dirinya banget" ucapnya terkekeh saat melihat tatapan takut Revan pada Ravin.

***

Keesokan harinya Revan pergi ke rumah sakit untuk Menjenguk adiknya, kebetulan hari ini hari minggu.

"kebetulan kamu datang, ayah sama bunda sarapan dulu" ucap Karina setelah kedatangan Revan.

Revan menatap kepergian Danu dan Karina, lalu melangkah mendekat pada brankar Ravin setelah mereka menghilang di balik pintu.

"Ravin adik gue, ah bukan maksud gue adik si Revan" ucap Revan terkekeh sembari mengusap rambut Ravin.

Revan menunduk, mendekatkan bibirnya pada telinga Ravin, "lo pinter ya jaga image di depan orang-orang padahal kelakuan lo busuk" ucap Revan berbisik.

"tadinya gue gak peduli sama kelakuan lo dan gak berniat ikut campur, tapi.." ucap Revan terhenti menatap wajah Ravin sebentar, "setelah tahu sikap kurang ajar lo sama kakak lo sendiri gue jadi berubah pikiran".

Revan kembali mengusap rambut Ravin, "gue jadi berpikir gimana reaksi mereka saat tahu kelakuan busuk lo, ah pasti sangat menyenangkan" ucap Revan terkekeh.

"tapi pasti lebih menyenangkan jika lo menyaksikan langsung saat itu terjadi, jadi gue berharap lo cepet sadar dan cegah agar itu tidak terjadi" setelah mengucapkan itu Revan menatap Ravin datar sebentar lalu berbalik melangkah menuju sofa yang ada di ruang rawat Ravin.

Bersambung.....

Abcd (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang