Part 1

272 24 7
                                    

Rio menatap lekat gadis remaja yang tadi ia temukan dalam keadaan tidak sadarkan diri di jalan sepi. Karena hari sudah mendekati malam, Rio membawa gadis ini ke rumah mewahnya yang tentu mengundang banyak pertanyaan dari sang mama.

"Kamu coba cari tau alamat sekolahnya, Yo. Kita bisa hubungi salah satu gurunya nanti," saran Mami Gina yang langsung diangguki oleh Rio.

Mama Gina mencari kotak obat untuk mengobati luka yang terlihat di betis kanan gadis itu.

Belum sempat tangan Rio meraih tas punggung coklat tua yang tadi membersamai gadis ini dalam pingsannya, gerakan Rio terhenti saat melihat pergerakan disertai erangan halus oleh gadis cantik ini.

"Mama....," gumamnya lirih.

Mami Gina langsung meletakkan kotak P3K ke meja dan  mendekat untuk  duduk di samping gadis itu. Membantu gadis itu untuk duduk bersandar pada punggung sofa. Wajah pucat yang terlihat lemas itu tampak berusaha mendangak dan matanya mengitari sekitarnya.

"Nak... kamu udah sadar?" tanyanya lembut.

"Mala di mana?" tanyanya sembari melirik sekeliling dan tatapannya berhenti pada Mami Gina.

Senyum menenangkan dan elusan lembut di bahunya membuat gadis itu perlahan menghela nafas lega meski belum ada kata terlontar dari bibir di antara dua insan di depannya ini. Entah mengapa hati gadis yang kerap di sapa Mala itu merasa tenang. Ada kenyamanan yang baru kali ini ia rasakan.

"Tadi Mala pingsan di jalan, kebetulan dilihat sama Om Rio. Makanya sekarang Mala ada di sini," kata Mami Gina lembut sembari melirik putranya.

Mala mengerutkan dahi, mencoba mengingat apa yang tadi terjadi padanya.

"Mala kenapa? Kok bisa pingsan di jalan? Ada yang jahatin?" tanya Rio lembut.

"Tadi Mala keserempet motor, Om. Nggak tau kenapa bisa pingsan," jawab Mala pelan dan apa adanya.

"Ya udah kalau gitu Oma obatin luka di kakinya Mala ya. Nanti biar Om Rio yang antar Nala pulang," kata Mami Gina mengerti arti kegelisahan di wajah Mala.

Mala tidak menolak saat tangan Mami Gina menyentuh kakinya untuk diobati. Gadis remaja cantik itu meraih tasnya dan mengeluarkan ponsel. Bahunya langsung merosot saat melihat ternyata benda pipih kesayangannya itu mati karena kehabisan baterai.

"Kenapa?"

Rio tidak mengerti dirinya yang entah mengapa seakan ingin terus menatap gadis ini. Setiap pergerakan Mala selalu ia perhatikan.

"Hp Mala mati, Om. Padahal Mala mau kasih tau mama."

"Pake hp Om aja."

Mala menyambut ponsel yang Rio sodorkan padanya. Melihat wajah Mala, hati Rio bergetar tidak menentu. Wajah cantik itu tidak asing baginya.

"Siapa anak ini?" batinnya bertanya-tanya.

"Kakinya udah Oma obatin ya. Sekarang Mala makan dulu. Nanti sakit kalau nggak makan," kata Mami Gina.

Mala tersenyum setelah mengembalikan ponsel milik Rio. Gadis itu menggeleng pelan. Sebenarnya ia lapar, tidak perlu dibohongi lagi, mungkin dari raut wajahnya saja semua orang bisa tahu kondisi perutnya saat ini. Tapi Mala kan baru pertama kali ke sini dan ini juga pertama kalinya ia bertemu Rio juga ibunya.

"Makasih ya Oma, tapi kayaknya Mala makan sama mama aja nanti. Sekarang mama lagi khawatir mikirin Mala dan Mala nggak bisa makan kalau mama dalam keadaan yang khawatir," sahut Mala.

Ucapan Mala membuat Rio dan Mami Gina menatap takjub gadis itu.

"Tapi Mala udah kirim alamat rumah ini, kan ke mama?"

"Udah Oma."

"Permisi....," seru seseorang dari balik pintu utama sedikit mengagetkan tuan rumah yang kurang lebih sudah 15 menit saling lempar kata.

Tiga insan beda usia yang sedang bercengkrama itu menoleh ke arah pintu. Hati Rio berdegup kencang ketika suara wanita itu mengalun di gendang telinganya. Suara yang tidak asing baginya. Tatapannya kembali ia lirik Mala, mengapa Mala dan suara yang ia anggap tamu di depan sana sangat tidak asing baginya.

"Maaf Bu, Pak. Ada ta__,"

"Ify?" pekik Rio kaget.

Ia sontak bangun dari duduknya disusul Mami Gina yang juga menatap si tamu dengan wajah syok. Wanita yang berdiri di depan mereka juga menunjukkan raut wajah yang sama.

"Ri ... o?"

Ify terpaku pada apa yang ia lihat. Seorang laki-laki yang terakhir bertemu dengannya belasan tahun yang lalu. Hatinya seketika berkecamuk tidak menentu. Tatapan khawatir menghiasi wajah cantiknya. Ada ketakutan tersendiri melihat Rio yang berdekatan dengan Mala.

"Mama," seruan Mala membuyarkan Ify akan pikirannya yang melayang entah ke mana.

"Mala... ya ampun Sayang. Ternyata Mala ada di sini. Mama dari tadi panik banget nyariinnya. Mala baik-baik aja, kan?" ujarnya lirih dan langsung mendekati Mala.

Mala tersenyum dan membalas tatapan penuh kasih dari Ify begitu wanita cantik itu menangkup kedua pipinya. Relung hatinya sesak melihat air mata yang mengalir di pipi Ify yang mengkhawatirkannya. Mala akui, ia adalah salah satu anak paling bahagia yang ada di muka bumi ini. Meskipun ia bahagia bersama perempuan yang bukan ibu kandungnya.

"Mala baik-baik aja, Ma. Maaf udah buat Mama khawatir. Tadi Mala keserempet motor di jalan terus nggak tau kenapa, bisa pingsan. Untung ada Om Rio yang bantuin. Karena nggak tau mau dibawa ke mana, makanya Om Rio bawa Mala ke sini," kata Mala membuat Ify berulang kali menghela lega bersahut ketir.

"Jangankan untuk Mala kenapa-napa di jalan tanpa Mama. Mala main di halaman belakang rumah aja kalau Mama nggak tau, Mama pasti khawatir, Sayang. Mama takut Mala kenapa-napa,"  sahut Ify yang tidak berhenti mengusap surai hitam legam milik Mala.

Mala menitikkan air mata begitu tubuhnya direngkuh oleh Ify ke dalam pelukan. Dalam lubuk hati ia berjanji untuk selalu ada di samping wanita yang telah ikhlas merawatnya dari bayi. Bahkan Mala diizinkan untuk memanggil Ify dengan sebutan mama. Padahal ia dan Ify tidak terikat hubungan darah apa pun.

"Mama sayang banget sama Mala," bisik Ify dengan suara parau.

"Mala juga sayang banget sama Mama. Semoga Mama selalu diberi kebahagiaan," balas Mala masih dengan senyum manis di wajah jelitanya.

"Aamiin."

Mami Gina menyeka air matanya melihat adegan yang disuguhkan di depan mata. Wanita paruh baya itu melirik Rio yang terpaku pada pemandangan yang sama. Ada hal yang harus ia bicarakan dengan putranya itu. Takdir memang tahu kapan waktu yang tepat untuk mempertemukan apa yang harusnya bertemu, begitu pikir Mami Gina.

Isakan Mami Gina membuat Ify tersadar jika saat ini ia dan Mala sedang berada di kediaman orang lain. Wanita itu melepaskan pelukannya pada Mala, menoleh pada dua orang yang tengah memperhatikannya bersama Mala.

"Ify, Tante mau ngobrol sebentar sama kamu. Ada hal penting yang harus Tante tau soal masa lalu," kata Mami Gina menatap penuh harap pada Ify.

Tanpa ditanya pun Ify seolah sudah tahu apa yang akan menjadi topik pembicaraan mereka nanti. Setelah belasan tahun, mungkin inilah waktunya. Luka yang selama ini berusaha Ify obati nyatanya kembali berdenyut nyeri. Ify pikir, Rio yang akan mengajaknya bicara. Pria itu hanya diam bagai orang yang tidak punya salah di masalalu.

"Boleh, Tante."

"Kita ke taman belakang aja. Mala bisa tunggu di sini kan, Sayang? Oma sama Mama Ify mau ngomong sebentar," ujar Mami Gina pada Mala yang hanya mengangguk pelan dengan sesekali melirik Ify.

Guys ... setelah Ummi perhatikan, couple shipper di dunia per-novel itu makin melejit, ya? Tapi dari semua shipper, Ummi masih bertahan di couple Rify. Emang sesayang itu Ummi sama mereka.

Sekarang Ummi tulis lagi kisah mereka dengan menambah satu couple gemes lagi. Ada couple Rakhmal / Bara yang akan menemani Rify di cerita ini.

Semoga cerita ini bisa menghibur para pembaca ya♥️

Berdetak Untukmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang