Part 6

86 12 6
                                    

Tolong ditandai typo-nya ya teman-teman♥️

"Mukanya kenapa cemberut gitu? Bukannya Mala seneng ya, sebentar lagi udah bisa pulang ke rumah?" tanya Ify yang tengah membereskan barang-barang Mala selama di rumah sakit.

Ify mengusap surai hitam milik Mala, gadis itu menghela berkali-kali sembari melirik pintu ruang rawatnya yang tertutup rapat. Senyum simpul tersungging di bibir cantik Ify. Wanita itu kembali memasukkan pakaian Mala ke dalam tas.

"Mala nungguin Rakha ya? Kan ini jam sekolah, Sayang...," ujar Ify yang di seolah mengerti apa yang Mala pikirkan.

Namun, gelengan dari Mala membuat pergerakan tangannya berhenti begitu saja. Tebakannya mungkin salah.

"Om Rio nggak datang ya, Ma?"

Kali ini bukan hanya tangan Ify yang berhenti beraktivitas tapi juga jantungnya seperti ikut berhenti berdetak ketika nama Rio terucap dari bibir Mala.

Sejak bertemu Rio di rumah pria itu kemarin, hati Ify seolah berteriak ingin mendapat kesempatan untuk menghabiskan waktu lagi bersama pria itu di samping rasa kecewanya pada Rio.

Masa lalu tetaplah masa lalu dan yang sudah mati tidak bisa dihidupkan kembali. Masa depannya bisa hancur karena dendam di masa lalu. Itu yang ada dalam benak Ify yang mengapa dengan begitu tiba-tiba memaafkan Rio juga maminya.

"Padahal kemarin katanya Om Rio mau kok nganterin Mala pulang ke rumah," celoteh Mala lagi.

"Em... mungkin Om Rio lagi sibuk, Sayang. Kan udah dari kemarin di sini. Kerjaan dia kan banyak," sahut Ify sebisanya.

"Memangnya kemarin Mala minta diantarin sama Om Rio, ya?" tanya Ify penasaran.

Mala menggeleng pelan, matanya melirik ponsel miliknya yang tidak ada notifikasi apa pun dari Rio.

"Om Rio yang minta Mala untuk hubungi dia kalau misal mau pulang ke rumah," kata Mala.

Itu artinya Mala dan Rio sudah banyak interaksi kemarin sejak Ify pergi ke butik. Tapi mungkin tidak menghabiskan waktu berdua sebagai ayah dan anak karena kata Mala, ada Rakha juga yang datang menjenguknya.

"Nah, ini dia...," pekik Mala membuat Ify mengusap dada karena kaget.

"Apa sih, Sayang? Mala kenapa?"

menunjukkan senyum pepsodentnya pada sang ibu. Setelahnya gadis itu memperlihatkan tulisan di layar ponsel.

Om Rio.

Mala, jadi pulang hari ini?

Ternyata sebaris pesan dari Rio. Ify sebenarnya bahagia melihat wajah jelita Mala yang tampak lebih berseri setelah bertemu Rio, tapi di sisi lain ia takut kehilangan Mala jika saja gadis itu tau siapa Rio baginya.

"Bilangin Om Rio ya, Mama mau ajak Om Rio dinner di rumah. Itu juga kalau dia berkenan," ujar Ify yang langsung diangguki oleh Mala dengan penuh semangat.

Bagaimana pun, Mala adalah anak dari Rio dan siap tidak siap waktu itu akan tiba. Waktu di mana nanti Ify harus ikhlas jika Rio akan membawa Mala darinya. Untuk sekarang Ify masih ingin bersama Mala dan tidak mengapa rasanya jika mengajak Rio sekedar makan malam di rumah.

"Kata Om Rio dia mau, Ma."

"Mau apa?" tanyanya pada ucapan Mala yang terdengar ambigu.

"Mau jemput Mala terus mau dinner juga nanti malam. Tapi__,"

Lagi, Ify mengernyit menatap penasaran Mala. Gadis itu kembali menghela panjang.

"Kalau Om Rio jemput Mala itu artinya Mala nggak ketemu Rakha, dong? Padahal katanya Rakha mau nganter Mala juga."

"Ya udah sih, kan bisa ketemu di sekolah. Kemarin juga baru ketemu, kan? Masak udah kangen aja?" celutuk Ify yang perlahan membuat raut wajah Mala berubah.

"Em ... apa sih, Ma. Siapa juga yang kangen."

Tangan Ify tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Mala gemas.

"Mama kenal Mala tuh dari bayi, jadi pasti Mama tau dong setiap ekspresi wajah Mala. Nggak usah mangkir lagi ya. Kalau kangen ya ngaku aja. Palingan Rakhanya juga lagi kangen sama Mala."

Belum sempat Mala menyahuti ucapan Ify yang panjang, ketukan pintu disusul masuknya Rio mengalihkan perhatian keduanya. Senyum manis yang ditebarkan oleh Rio membuat Ify seolah tidak berkedip apalagi saat tatapannya bertubrukan dengan tatapan pria itu.

Rio sengaja mengunci tatapannya pada Ify. Mencari sesuatu yang tersimpan lewat tatapan itu. Hatinya berdesir tak menentu ketika apa yang ia cari terlihat jelas di sana.

"Ehem," dehem Mala yang melirik bergantian pada Rio dan mamanya.

"Ha ... eee ... La, ini barangnya udah semua, kan Sayang?" tanya Ify gugup dan mengalihkan pandang dari Rio.

Gadis cantik bermata bulat bernama Mala itu tersenyum jahil pada Ify yang terlihat tersipu tiba-tiba. Ah, jarang sekali ia melihat mamanya dengan muka salting seperti ini. Mala seperti melihat sisi lain dari bahagianya Ify.

"Udah, Mama ... Oh iya, Kayaknya Mala harus telpon Dara dulu deh. Ada yang mau diomongin. Mama sama Om Rio tunggu di depan aja, gimana?"

Dahi Ify kembali berlipat. Menatap curiga Mala yang memutar bola mata bagai tengah mencari ide-ide tertentu. Sebenernya ia tidak masalah jika Mala ingin menelpon sahabatnya itu dulu tapi yang menjadi masalah bagi hatinya adalah ia kembali diberi waktu untuk bersama Rio. Si mantan kekasih hati yang kini hadir kembali.

"Tapi, Sayang__,"

"Boleh. Om sama Mama duluan ya. Kita tunggu Mala di mobil, oke."

Ify menatap bingung Rio dengan hati yang bergetar hebat. Sedangkan pria itu juga menatapnya teduh kemudian mengulas senyum tipis.

"Oke, Om."

Mala melirik mamanya yang berjalan mengikuti langkah Rio keluar dari kamar dengan menenteng tas yang berisi peralatannya.

"Kenapa mama selalu keliatan gugup ya kalau ada Om Rio atau pas denger nama Om Rio. Gue jadi curiga sama mereka berdua," pikir Mala.

_________

"Fy," panggil Rio.

Pria itu bersandar pada mobilnya sementara Ify duduk di salah satu kursi yang ada di pinggir parkiran RS. Sedari tadi Rio terlihat sibuk menerima telepon dari sekretarisnya karena yang Ify dengar, Rio seperti tengah membahas mengenai pekerjaan di kantornya.

"Iya?" sahut Ify pelan.

Tatapan Rio tertuju pada sepasang insan yang tengah berjalan dengan tangan saling menggenggam, tergambar bahagia yang menyelimuti hati mereka lewat wajah dan senyum yang berseri. Bersama Ify, ia pernah merasakan hal yang sama, tapi semua itu sudah menjadi masa lalu yang sampai sekarang masih ia ingat dengan sangat jelas.

"Aku mau minta maaf soal kesalahan aku di masa lalu. Aku terlalu pengecut untuk menjadi seorang ayah buat Mala...,"

Ify menghela dan tersenyum tipis. Ia bisa melihat ada ketulusan dari pancaran mata Rio.

"Aku kan udah bilang kalau aku udah maafin kamu. Aku janji akan bantu kamu untuk lebih dekat sama Mala. Baru kemarin ketemu tapi aku bisa lihat betapa bahagianya Mala setelah ketemu kamu. Mala bahagia, aku juga bahagia."

Rio mengayunkan kakinya menuju kursi yang Ify duduki. Ify pikir pria itu akan duduk di sampingnya tapi ternyata dugaannya salah, Rio justru berjongkok dengan sebelah lutut bertumpu pada tanah, kepala pria itu sedikit mendongak agar bisa menatapnya.

"Makasih ya, Fy. Kamu udah jadi orang baik untuk Mala. Aku bahagia bisa ketemu kamu lagi," katanya lembut.

Ify menatap tanpa kedip pada tangannya yang sekarang berada di genggaman Rio. Hatinya benar-benar berdetak tidak karuan mendapat perlakuan manis ini lagi. Sungguh, ia rindu saat-saat bersama Rio.

"Sama-sama," balasnya yang kini berbalas senyum dengan Rio.

Dalam hati ia berujar jika Ify juga bahagia bisa bertemu kembali dengan Rio.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berdetak Untukmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang