Part 5

101 10 5
                                    

"Mala makan buahnya ya. Ini udah Om Rio potongin," kata Rio seraya memberikan piring kecil berisi potongan apel untuk Mala.

Sudah 2 jam ia berada di ruang rawat Mala dan memperhatikan setiap gerak-gerik putri cantiknya itu. Ada penyesalan yang menyesakkan dada mengingat putrinya diasuh oleh mantan kekasihnya.

"Om Rio nggak pulang?" tanya Mala sembari menggigit potongan apel.

"Enggak. Om mau jagain Mala sampai nanti mama datang," jawabnya merapikan anak rambut Mala dari pinggir pipi.

Anaknya ini cantik sekali. Selain itu tutur katanya juga menghangatkan hati. Sangat wajar jika Ify mencintai putrinya. Di samping memuji putrinya, Rio juga pastinya memuji kehebatan Ify dalam mengasuh Mala.

"Itu jaket siapa, Om?" tanya Mala lagi kali ini melirik jaket kulit di atas sofa.

Rio ikut melirik ke sana lalu mengernyit. Ia raih jaket itu dan terdiam ketika hidungnya mencium bau parfum yang bukan milik Ify. Wangi parfum yang Ify pakai tadi masih sangat ia ingat dengan sangat jelas.

"Mungkin punya temen laki-laki mamanya Mala."

"Om Farhan? Tapi kayaknya Om Farhan lagi ke Bali deh. Kok jaketnya ada di sini ya?" gumam Mala sembari memutar bola mata.

Perasaan Rio berkecamuk mendengar nama pria yang dimaksud oleh Mala. Tanpa sadar ia menghela panjang nan kasar. Kembali melihat fakta, Ify itu wanita cantik, pintar dan sudah pasti dilirik banyak lelaki. Saat bersamanya saja dulu sering ia lihat lelaki yang berusaha mendekatinya. Pupus sudah harapannya untuk kembali dekat dengan wanita itu. Tapi memang Ify berhak bahagia.

"Om Farhan itu temen deketnya mama?" tanyanya mencoba mengulik informasi dari sang putri.

"Nggak terlalu deket, sih Om. Tapi pernah beberapa kali mama diantar sama Om Farhan ke rumah."

Itu namanya udah deket, nggak sih?

"Om Rio suka ya sama mamanya Mala?"

Rio mengangkat kepalanya dengan mata yang membulat kaget akan pertanyaan tiba-tiba dari Mala. Mengapa anaknya ini bisa tau isi hatinya?

"Mala bisa lihat dari tatapan Om ke mama. Tapi sebelum perasaan Om terlalu jauh, Om Rio harus tau kalau mama belum bisa melupakan laki-laki di masa lalunya. Mungkin sulit hati mama untuk diketuk."

Laki-laki di masa lalu? Apakah itu dirinya, karena dulu ia adalah kekasih pertama Ify atau ... laki-laki yang Mala maksud adalah laki-laki yang hadir setelah ia dan Ify berpisah? Ada harapan yang kini hanya bisa ia ungkapkan lewat doa.

"Mama pernah kasih pesan ke Mala kalau nanti Mala udah mengenal cinta, Mala harus berani berjuang buat cinta itu biar nantinya nggak nyesel. Karena  kadang terlalu banyak berkorban cuma buat sakit hati," kata Mala lagi.

Hati Rio berdenyut nyeri. 70% lelaki masa lalu Ify yang dimaksud Mala mungkin dirinya. Andai Mala tau siapa dan Ify di masa lalu.

"Mama bilang dia pernah kehilangan orang yang ia sayang karena kecerobohan mama yang mengorbankan cintanya. Mama nggak mau itu terjadi ke Mala lagi, Om."

"Memangnya Mala udah punya pacar?" tanyanya iseng agar hatinya tidak terlalu terbawa suasana yang dibuat Mala tadi.

"Nggak dong. Mala kan masih kecil, ngapain pacaran."

"Kalau orang yang disukai ada, nggak?"

Wajah Mala langsung meringis gugup dan dengan ragu gadis jelita itu menggeleng pelan dengan tatapan ke arah yang tidak menentu.

Ah, rasanya sedikit sedih melihat wajah malu putrinya yang ditanya soal laki-laki. Perlahan Mala akan mulai merasakan semua itu. Merasa jatuh cinta pada lawan jenis.

"Permisi," ujar seseorang dari arah pintu.

Rio dan Mala kompak menoleh. Senyum Mala semakin sumringah melihat siapa yang datang. Seorang laki-laki tampan dengan parsel di tangannya.

"Rakha," gumam Mala dan masih dapat didengar oleh Rio.

Rakha memberi senyuman padanya dan menyalaminya layaknya pada orangtua yang seharusnya, kemudian meletakkan parsel ke meja di samping tempat tidur Mala.

"Kamu kok datang? Nggak sibuk ya?" tanya Mala pada Rakha.

"Emang nggak boleh ya aku datang? Gitu banget nanyanya," sahut Rakha.

"Kan aku cuma nanya. Lagian kamu aneh, nggak ada kasih kabar apa-apa ke aku hari ini. Jangankan telpon, chat aja enggak."

Rio dan Rakha menatap dengan tatapan berbeda pada Mala yang sekarang menunjukkan raut cemberutnya. Rio membulatkan mata saat Rakha menarik pelan pipi kiri Mala dengan ekspresi gemas.

"Lucu banget sih mukanya digituin. Ngambek nih ceritanya?"

"Enggak. Ngapain ngambek, emang kamu siapa?" ketus Mala.

"Ya ...aku sengaja nggak ada hubungin kamu mulai dari tadi malam. Aku nggak mau ganggu kamu yang harus istirahat, La."

Mala menatap bingung Rakha, "emangnya kamu tau kalau aku lagi di rumah sakit? Tau dari mana?" tanya Mala serius.

"Apa sih yang aku nggak tau soal kamu. Eh iya, Om yang kemarin donoron darah buat Mala kan, ya?"

Rio mengangguk dan tersenyum tipis pada Rakha. Pria di depannya ini tampak ramah juga sopan bahkan Rakha memberikan lagi kursi yang tadi Rio geser ke arahnya.

"Kok kamu tau?" tanya Mala lagi.

"Ya kan kemarin aku sama Bik Sarti yang bawa kamu ke sini karena pas aku datang ke rumah kamu, aku dengar Bik Sarti nangis. Ternyata kamunya jatuh dari tangga. Tante Ify juga lagi di luar rumah katanya," jelas Rakha.

"Oh gitu. Yang kasih tau mama, siapa?"

"Bik Sarti. Aku sempet ketemu Tante Ify tapi maaf ya La, aku nggak bisa nunggu kamu kemarin karena harus jemput ayah," ujarnya menatap Mala.

"Aku yang harusnya minta maaf karena udah ngerepotin kamu," balas Mala.

"Nggak ngerepotin, kok."

Mata Rakha jatuh pada jaketnya yang terlipat rapi di atas sofa.

"Ya udah, aku duduk di situ ya. Kamu istirahat gih. Pejamin matanya," kata Rakha.

Bukan Mala namanya jika menurut begitu saja. Gadis itu enggan menutup mata malah mengikuti pergerakan Rakha dan mengernyit melihatnya mengambil jaket yang tadi ia pikir milik teman lelaki mamanya.

"Itu jaket kamu?"

Setahunya, Rakha tidak mau menyentuh barang yang bukan milik pria itu sendiri. Bibir Mala tersungging senyum jahil melihat Rio menghela lega di hadapannya. Pasti karena anggukan dari Rakha atas pertanyaannya tadi.

"Kayaknya Om Rio beneran naksir mamanya Mala deh. Nggak ada yang nggak mungkin, Om. Asal niat Om Rio baik, Mala yakin mama pasti bisa buka hati nantinya," bisik Mala pada Rio.

Rio tidak lagi menyahuti ucapan Mala, pria itu memilih mengacak pelan rambut putrinya dengan seulas senyum tulus.

"Istirahat ya biar Mala cepet sembuh."

Mala mengangguk dan mulai memejamkan mata. Sebenarnya ia merasa aneh pada dirinya sendiri yang mengapa bisa senyaman ini dengan pria dewasa yang baru ia kenal kemarin. Hatinya bahkan tidak menolak sama sekali saat diperlakukan manis oleh Rio.

"Bisa melihat Mala tidur lelap seperti ini saja udah buat Papa bahagia, Nak. Papa terlalu pengecut hingga untuk menyampaikan kenyataan yang sebenarnya aja nggak sanggup untuk saat ini," batin Rio.



Berdetak Untukmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang