6. Hancur Lebur

10.4K 1.1K 246
                                    


Hai hai hai!

Selamat pagi semua!!!!!

Absen hadir dulu di sini ☝🏻

SELAMAT MEMBACA 🤍

^*^

"Kamu suka baca buku?" Kaivan memulai topik obrolan baru saat melihat sebuah buku yang tergeletak begitu saja di samping gelas kopi milik Aily.

"Suka, tapi aku belum tahu banyak tentang buku-buku," jelas Aily sembari meraih bukunya lagi. Saman, karya Ayu Utami. "Kalau kamu?" tanyanya.

"Suka banget!" Kaivan menjawabnya dengan sorot mata yang berbinar-binar. "Sayangnya, aku belum dapet partner yang suka baca buku. Marvel mana mau diajakin."

Pemilik nama yang sempat disinggung itu hanya melirik sinis ke arah Kaivan.

Aily tertawa kecil melihat tingkah keduanya yang bagaikan musuh. "Kamu suka baca buku apa?"

"Buku apa aja. Novel, puisi, antologi cerpen, semuanya. Buku nonfiksi juga suka. Aku suka explore bacaan. Jadi, semuanya kubaca."

Aily mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Kalau penulis yang kamu suka?" tanyanya yang semakin tertarik dengan arah pembicaraan mereka.

"PRAM!" Kaivan menjawabnya agak berteriak sampai beberapa orang menoleh ke arah mereka. Sadar jika dirinya menjadi pusat perhatian, laki-laki itu pun merasa malu. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, merutuki kebodohannya karena terlalu antusias jika ditanyai hal yang paling ia suka. "Pramoedya Ananta Toer. Sekali seumur hidup, kamu harus banget baca karyanya. Tolong banget ini mah. Kamu harus baca."

"Dia tuh begitu, Ly. Suka nggak tahu diri kalau bahas buku." Marvel memutar bola matanya malas. Dia tahu betul dengan kebiasaan yang sering Kaivan lakukan. Temannya itu akan sangat heboh bila membahas topik persoalan buku. Apalagi kalau sudah menyinggung penulis favortinya. Mulutnya tidak akan berhenti nyerocos.

Kaivan menampilkan cengirannya, seakan mengiyakan apa yang dikatakan Marvel. "Baca buku tuh emang seseru itu. Kalau lagi suntuk, baca buku. Lagi capek, baca buku. Butuh temen ngobrol, baca buku."

"Yang namanya ngobrol, udah pasti dua arah. Buku mana yang bisa lo ajakin ngobrol?"

"Ya bukan ngobrol beneran! Maksud gue tuh–arrghhh diem lo setan!" Kaivan kesal sendiri. Marvel selalu saja membuatnya terpojokkan. Menjelaskan pun percuma, temannya itu selalu punya jawaban yang membuatnya kehabisan kata.

Aily cekikikan geli. Kesan pertama yang dia lihat dari dua manusia di hadapannya adalah bertengkar. Apakah keduanya benar-benar cekcok setiap hari? Aily tidak yakin kalau mereka berteman. Keduanya lebih cocok menjadi rival.

"Kamu baca buku lama juga?" tanya Kaivan sambil melirik buku di tangan Aily untuk mengembalikan topik obrolan mereka. "Boleh pinjem?" pintanya pada Aily. Perempuan itu menyerahkan novel Saman tersebut kepadanya.

"Punya Ibu. Aku iseng baca, tapi kayanya terlalu berat buat aku yang baru suka baca buku."

Kaivan mengangguk paham. Apa yang dikatakan Aily memang benar. Bagi mereka yang baru terjun ke dunia buku, Novel Saman mungkin terlalu berat untuk dibaca. Kaivan juga sempat tertarik untuk membaca novel itu. Hanya saja, masih ada banyak buku yang belum dia selesaikan. "Boleh pinjem, nggak?" tanyanya.

"Boleh."

"Apa harus izin ke Ibu dulu?"

"Dih. Modus." Lagi, Marvel ikut menimpali obrolan mereka. Kali ini sambil menoyor kepala Kaivan.

"Gue serius." Kaivan berdecak sebal. "Beneran boleh dipinjem, Ly?"

Aily mengangguk yakin. "Boleh dong. Mau izin ke Ibu juga boleh. Nanti aku bikinin kue kalau mampir."

"KAMU BISA BIKIN KUE?"

"Anjir beneran malu-maluin nih orang." Marvel menutup mukanya dengan tangan, malu. Kaivan sialan. Laki-laki itu memang tak tahu tempat.

"Ibu punya toko kue. Aku sering bantu-bantu di sana. Ayo kalau mau mampir."

Binar di mata Kaivan semakin terlihat jelas. "Agendakan! Nggak sabar mau kenalan sama ibu kamu."

***

Sepanjang memilih buku, memori pertemuan dengan Kaivan terus berputar di kepala Aily. Tak jarang perempuan itu diam-diam tersenyum mengingat momen lucu yang sempat terjadi. Entahlah, potongan-potongan dialog antara mereka tak henti-hentinya bermunculan di kepalanya.

"Katanya mau beli buku puisi dulu?" Zayyan bertanya demikian sebab beberapa hari yang lalu Aily sempat bilang kepadanya ingin membeli buku-buku puisi.

"Enggak." Perempuan itu menggeleng cepet. "Aku mau beli buku-buku Pram dulu."

Zayyan mengernyitkan dahi. Sependek yang dia ketahui tentang buku, karya-karya milik Pramoedya termasuk bacaan berat untuk pembaca baru seperti Aily. "Tiba-tiba banget. Nggak terlalu berat?"

"Nggak apa-apa, pengen aja," balas Aily sebelum kemudian berlanjut melihat-lihat buku mana yang ingin dibelinya.

Zayyan mengembuskan napas panjang. Sebetulnya bukan itu jawaban yang dia harapkan. Aily pasti punya alasan khusus mengapa tiba-tiba tertarik dengan karya milik Pram. Sereceh apa pun alasannya, Zayyan akan sangat menyukai bila Aily ingin membagi kepadanya. Sayangnya, perempuan itu hanya menjawab seadanya  tanpa berniat mengembangkan topik. Tidak apa-apa, mungkin Aily sedang tidak ingin diganggu jika sedang asyik memilih buku.

"Oh iya, lupa belum ngabarin Ibu kalau udah sampe," celetuk Aily begitu mengingat bahwa dia belum memberi kabar kepada Melati. Dengan cepat Aily merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Begitu dia mendapatkan benda gepeng itu, keningnya seketika berkerut bingung. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari Venus. Namun, ada sebuah bubble chat yang membuat Aily seakan kehilangan dunianya lagi.

KENAPA GA DIANGKAT?! RUMAH KEBAKARAN!

***

AYO AYO 500 KOMEN MOLLLLL GO GO GO!!!

Spam blublu di sini 🩵🩵💙💙

ECCEDENTESIAST 2: After Losing HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang