Hai hai hai!Selamat pagi semuanya
Absen hadir di siniiii rawrrr!!!!
***
Zayyan berdiri mematung di hadapan sebuah bangunan yang kini sudah ditumbuhi tanaman liar. Senyumnya memancar getir. Dia masih tidak menyangka bahwa bangunan megah yang dulunya selalu dia bangga-banggakan, kini sudah bukan lagi menjadi miliknya. Mata laki-laki itu menelusuri setiap jengkal bangunan yang telah lama disita oleh bank. Tempat itu dulu cukup hidup dengan hiruk-pikuk aktivitas. Mulai dari suara telepon yang berdering, langkah-langkah cepat para karyawan, hingga gemuruh tawa yang tak pernah ketinggalan. Namun, semua itu sudah lenyap sekarang.
Pandangan mata Zayyan tak lepas dari pintu utama, yang dulu selalu terbuka lebar menyambut tamu-tamu penting. Pintu itu kini tampak berkarat dan tertutup debu. Di sana. ia menyaksikan bagaimana segala yang pernah dimilikinya direnggut—satu per satu, hingga tak tersisa apa-apa lagi.
Zayyan percaya bahwa ayahnya tak bersalah. Dia sangat yakin ada sebuah kecurangan yang terjadi saat itu. Akan tetapi, mereka tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mengatakan bahwa, semua kericuhan yang terjadi tidaklah benar. Mereka sudah kalah sebelum bergerak menangkis semua tuduhan. Ayahnya disudutkan. Ditikam dari banyak sisi. Dihujani banyak fitnah. Sendirian. Seolah semua itu sudah direncanakan sejak lama.
Zayyan menghirup napasnya dalam-dalam, tapi pasokan udara di sekitarnya terasa menyesakkan. Laki-laki itu tidak ingin terlihat menyedihkan. Namun, setiap kali kakinya berhenti sejenak untuk menapak di sana, perasaan-perasaan tidak rela selalu menyeruak kuat di dadanya. Berkali-kali Zayyan berjanji pada dirinya sendiri bahwa suatu saat nanti, dia pasti berhasil mengambil semuanya kembali.
Perusahaan ayahnya pasti kembali, seperti sedia kala.
"Cupu banget masa nangis." Zayyan mengusap matanya yang basah. Entahlah, dia selalu merasa malu untuk sekadar menitikkan air mata. Sebab Zayyan yang orang kenal adalah sosok yang angkuh dan bergengsi. Apa jadinya bila semua orang tahu bahwa dirinya sudah tidak sama lagi?
Ya, bahkan Aily sendiri pun tidak tahu seberapa susahnya hidup Zayyan sekarang. Orang-orang hanya tahu bahwa kehidupannya masih sama. Bahagia dan bergelimang harta. Dari segi penampilan, Zayyan memang tidak banyak berubah. Bahkan motornya saja masih sama dengan yang dulu. Cukup mahal dan bergengsi. Mungkin karena itulah orang-orang tidak ada yang menyadari betapa hancurnya hidup keluarganya sekarang. Hanya itu yang bisa Zayyan pertahankan agar dia tidak perlu menjawab pertanyaan dari orang-orang. Sebab Zayyan terlalu malas untuk sekadar memberikan penjelasan.
"Anjay dapet orderan!" Senyum di bibir Zayyan kembali terbit. Dengan cepat dia berlari menghampiri motornya dan melaju pesat menuju tempat pelanggan pertamanya hari ini.
"Miskin banget gue kalau dipikir-pikir." Zayyan tertawa kecil di balik kaca helmnya. Pelanggan-pelanggannya mungkin akan berpikir bahwa dirinya adalah orang kaya kurang kerjaan dan iseng memutuskan untuk ngojek. Ojek mana yang motornya menggunakan tipe sport? Walau motor jenis tersebut tidak ramah untuk semua kalangan, tapi hanya itulah yang Zayyan miliki. Dia juga tidak mungkin menukarnya dengan motor lain sebab orang-orang pasti akan banyak bertanya. Maka dari itu, Zayyan memilih untuk ambil risiko dibanding menjual motornya.
Sialnya, saat tiba di salah satu lampu merah, Zayyan harus melihat fenomena paling menyebalkan di depan mata kepalanya sendiri. Tidak jauh dari tempatnya berhenti, Aily terlihat sedang berboncengan dengan Kaivan. Sialan. Lagi lagi, Zayyan harus terlihat menyedihkan.
"Emang nggak adil nih dunia."
Pada akhirnya, dia merasa sangat kalah dengan kehadiran orang baru.
***
"Hmmm harum sekali. Masak apa Neng Aya?"
Bi Mina datang ke dapur menghampiri Aily yang terlihat sangat sibuk di pagi-pagi buta seperti sekarang. Perempun itu sedang fokus menggoreng sesuatu sampai bau semerbak dari bumbu yang dimasak menyebar di seluruh ruangan.
"Ada deh. Bibi cobain, ya, nanti," ucap Aily dengan semringan. "Enak!" celetuknya setelah mengicip masakannya sendiri.
"Ih, mau cobain, Neng." Bi Mina mendekat dan mengambil sendok lalu menyodorkannya ke arah Aily.
Aily menerima uluran sendok itu dan menyendokkan masakannya dari wajan. "Cobain, Bi," ucapnya sambil menyuapkan makanan itu ke Bi Mina. Dia berharap cemas sembari menunggu Bi Mina mengunyah dan meresapi rasa masakannya.
"Enaaak baangeett!"
"Serius, Bi?!"
"Serius, Neng. Gurih banget! Pedesnya kerasa, tapi nggak yang pedes banget. Cocok kalau buat sarapan."
Aily tidak bisa menahan rasa senangnya. Perempuan itu refleks melompat dan kepalan tangannya bergerak-gerak meninju udara. Sungguh, dia merasa tidak sia-sia karena sudah berkutat di dapur sejak subuh tadi.
"Dia pasti suka!" celetuk perempuan itu sembari mematikan kompor.
Usai mencoba masakannya, Bi Mina akhirnya pamit pergi. Aily pun berlanjut menata makanan yang dia buat ke dalam kotak bekal. Dia berusaha sebisa mungkin untuk menatanya dengan cantik.
"Widih nasi goreng udang?"
Venus tiba-tiba datang mengagetkan Aily.
"Aba-aba dulu kalau mau dateng, Kak. Kaget nih." Aily mengelus dadanya.
Venus cekikikan sendiri. Dia terfokus dengan nasi goreng udang yang sudah ditata sedemikian rupa di kotak bekal. "Buat siapa? Zayyan?"
Aily dengan cepat menggeleng. "Kaivan. Hari ini mau ketemu sebentar. Ada urusan."
Venus mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Jadi pengen nanya, deh."
"Nanya apa?"
Venus menipiskan bibirnya. Sejujurnya, dia sangat takut untuk menanyakan hal ini. Namun, rasa khawatir terus muncul di benaknya apabila tidak segera ditanyakan kepada adiknya. "Kamu... nggak menganggap Kaivan sebagai Canva, kan?"
Pergerakan Aily langsung berhenti. Perempuan itu seketika diam dengan pandangan kosong.
"Ly?" Venus melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Aily sebab adiknya itu sudah terdiam cukup lama.
"Hah? Enggak?" jawab Aily gelagapan. Dia tidak berani menatap mata Venus dan memilih untuk menyibukkan diri dengan kegiatan lain.
Venus memicingkan matanya. Dia merasa ada yang berbeda dengan Aily akhir-akhir ini. Perempuan itu lebih berbunga-bunga dari biasanya. "Setahu kakak, nasi goreng udang ini makanan kesukaan Canva."
Aily mematung.
"Kemarin kamu ngajak Kaivan naik sepeda, bukan karena dulu kamu sama Canva sering sepedaan, kan?"
Damn. Aily tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang Venus lontarkan.
***
Spam Blublu di sini 💙🩵
Terima kasih sudah berkenan baca
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST 2: After Losing Him
Novela JuvenilSemesta sejahat itu, ya? Aku kehilangan penglihatanku sejak lahir. Saat diberi izin untuk melihat dunia, orang yang menemaniku di masa sulit itu, sudah tidak ada. Aku... kehilangan. Bahkan sebelum aku sempat melihat wajahnya. ECCEDENTESIAST 2: After...