CHAPTER 4

27 1 1
                                    

HOW DEEP US?🌆🔫💋
.
..
...

Enjoy the reading!
⚠️🔞

typo tandai, ya.

.

Royal Mile adalah jalan bersejarah yang menghubungkan Kastil Edinburgh dengan Palace of Holyroodhouse yang dipenuhi dengan arsitektur abad pertengahan, toko-toko antik, dan pertunjukan jalan yang menarik. [Source Google].

Disini juga pertunjukan Teater diadakan. Banyak kalangan anak muda yang menghampiri kastil ini, terlihat ada yang tengah melihat kagum karya-karya seperti lukisan penuh sejarah juga arsitektur yang usianya sudah berabad-abad. Tepat didalam Kastil Edinburgh, sebuah pertunjukan teater akan dimulai, mungkin beberapa jam lagi.

Sepasang kaki terbalut sepatu heels 3 inch baru saja turun dari sebuah taksi, mengenakan pakaian yang cukup fashionable. Wanita yang memakai turtle neck tak berlengan berwarna putih tulang dibalut dengan mantel bertekstur bulu hangat berwarna mustard, bawahnya mengenakan celana bahan berwarna hitam senada dengan heels yang dikenakan juga tas selempangnya. Oh, jangan lupakan dengan topi baret berwarna senada dengan turtle neck. Baru saja melangkahkan kakinya kedalam sebuah kastil tersebut. Semua pasang mata menatapnya dengan mulut sedikit terbuka, mungkin ia tidak secantik wanita lain, namun ia memiliki daya tarik tersendiri. Penampilan sederhana ini mampu membuat kaum adam menatapnya tak berkedip.

Wanita itu tersenyum pada setiap mata yang memandangnya. Berjalan bak disambut oleh ratusan penjaga kastil, sampailah kakinya didepan sebuah lukisan terkenal yang terpajang di dinding sana. Tangannya merogoh tas hitamnya, mengeluarkan sebuah ponsel dan hendak memotret lukisan tersebut. "Tidak bisakah anda meminta izin untuk memotret?" Satu suara rendah dapat membuat darahnya berdesir dengan deras. Wanita itu mematikan layar ponsel tanpa memasukan benda tersebut kedalam tasnya.

Ia menoleh kearah samping dimana suara tadi terdengar. Membulatkan mata, ia bukan terkejut dengan teguran orang itu, melainkan, siapa pemilik suara tersebut. Otaknya mencoba mengingat-ingat nama orang ini, sebentar, siapa dia? Sungguh, dirinya hampir lupa dengan nama pria ini. "Ca--Cas--Caspian?" Setelah mengingat nama itu dengan baik dan benar, wanita ini menutup mulut dengan kedua tangannya. Apa Tuhan tengah mengujinya, sampai harus mempertemukan keduanya kembali? Sungguh, ini adalah pengalaman paling buruk untuk Ellen.

"Ya, aku Caspian, Nona El," ucap Caspian sedikit mendekatkan wajahnya dengan Ellen sebelum kembali memundurkan wajahnya, menegapkan tubuh kekarnya yang terbalut pakaian formal. Keduanya terlihat enggan melirik, setelah tahu siapa yang mereka temui.

Keduanya memandang kearah depan dimana lukisan-lukisan abstrak terkenal terpajang jelas di belakang garis merah. Ellen sangat menyayangkan sekali momen seperti ini, seharusnya ia sudah memotret beberapa lukisan di ponselnya, mengingat ucapan Caspian yang menyatakan kalau ia harus meminta izin untuk sekedar mengabadikan karya seniman dalam ponselnya. Ellen menarik napas dalam, lalu memasukan kembali ponselnya kedalam tas. Ia melirik dengan sudut matanya kearah Caspian yang memasukkan kedua tangannya disaku celana. Ellen tidak munafik, ia juga melihat kegagahan juga ketampanan terpancar dari wajah pria di sampingnya. Bisakah Ellen terus memandangi wajahnya seperti yang tengah ia lakukan sekarang. Tanpa sadar ia sudah menolehkan kepalanya, menatap Caspian tanpa berkedip.

Perlahan Caspian mendekati wajah Ellen sampai napasnya terasa memburu di wajah wanita itu. "Sudah puas menatap wajahku?" Ellen terkesiap, buru-buru memalingkan wajahnya kedepan, membenarkan tali tas selempangnya yang terasa merosot. Ia berdehem, berusaha menghilangkan rasa canggung dan terkejutnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

How Deep Us?Where stories live. Discover now