Sebagian besar yang dekat dengan Kim Dokja tahu, sekali pemuda itu mengambil keputusan maka kecil kemungkinan dia akan menariknya. Tentunya, kebimbangan bisa saja menyusupi hatinya tapi hal itu tidak akan mudah menghentikan tekadnya. Han Sooyong sampai sering mengatainya bocah nekat karena Kim Dokja nyaris tak punya rasa takut. Dia tak gentar dengan hadangan apa pun, sulit digertak seakan dinding mentalnya menjulang tinggi dan kokoh, tak mengizinkan siapa pun mempengaruhi dirinya.
Itulah mengapa, sewaktu kabar Kim Dokja mencari pacar laki-laki sampai di telinga Sun Wukong, pemuda pirang berperawakan jangkung itu lekas datang menghampiri juniornya yang persis seperti dugaannya, sedang bermain basket tiga lawan tiga di lapangan outdoor. Sesekali dapat terdengar gema suara sorakan dari sekelompok penonton yang dimayoritasi kaum hawa.
Kim Dokja baru saja mencetak tiga poin dengan lompatan yang mulus ketika Sun Wukong berseru dari pinggir lapangan, "Dokja-ya!"
Panggilan lantang seniornya menarik atensi Kim Dokja beralih, segera dia meninggalkan lapangan tanpa penundaan, meminta seorang temannya yang duduk di pinggir lapangan untuk menggantikan tempatnya lebih dulu.
"Oh, Sunbae! Tumben ke sini. Mau gabung main?" tanya Kim Dokja yang sedang mengusap keringat yang menetes di dagunya menggunakan kerah seragamnya. Senyumannya melekuk cerah, tampil begitu bersinar memukau para gadis di dekat mereka.
"Anak bodoh, sini kau." Sun Wukong menariknya bahu kemejanya, membawa Kim Dokja menjauh dari pinggir lapangan yang terbilang ramai.
Tak terhitung mata serta telinga yang tidak ingin melewatkan obrolan serta interaksi antara kapten tim basket saat ini dan kapten tim basket yang lama. Itulah mengapa Sun Wukong memutuskan merangkul juniornya menuju ke bawah pohon yang rimbun, mengisyaratkan bahwa mereka membutuhkan ruang pribadi untuk mengobrol.
Kim Dokja bingung atas tindakan tiba-tiba seniornya tapi dia tidak membantah ataupun melawan. Langkahnya dengan kooperatif mengekori senior yang mengecat rambutnya dengan warna pirang cerah, jelas bukan warna asli rambutnya. Dia baru membuka mulut saat mereka berhadap-hadapan di bawah pohon.
"Ada apa? Kenapa wajah Sunbae serius sekali?" Kim Dokja mencoba terkekeh untuk meringankan suasana walau hatinya jadi ikut menegang, berbagai skenario buruk mulai berkelebat liar dalam benaknya.
Tak biasanya Sun Wukong tampak seserius ini, di masa lalu seniornya hanya menunjukkan keseriusan yang sama ketika salah satu pemain inti di klub basket mereka tidak bisa ikut bertanding karena terpergok melakukan pelanggaran lalu lintas saat sedang mabuk, malangnya keluarga pemain bodoh itu enggan menebusnya dan bersikeras bahwa putra mereka memang memerlukan pelajaran agar tidak bertingkah kelewat batas lagi. Posisi yang dipegang pemain itu juga penting jadi Sun Wukong yang tahun lalu masih menjabat sebagai kapten dibuat sakit kepala karena masalah tersebut.
Sekarang, apa yang terjadi?
Kim Dokja sedang menyiapkan hati sambil ikut memasang wajah serius saat suara berat seniornya perlahan jatuh.
"Dokja-ya, katakan padaku. Kau sungguh sedang mencari pacar laki-laki?"
Sedetik kemudian, ekspresi tegang Kim Dokja retak berantakan. Dia mengangkat kakinya menendang ujung sepatu Sun Wukong. "Ah, kukira apaan." Dia merasa seperti baru saja disiram air dingin. Ekpektasinya sungguh dipatahkan.
"Bocah ini, aku serius." Sun Wukong menampar belakang kepala pemuda itu. "Bagaimana bisa kau menganggap sepele masalah semacam ini?"
"Itu 'kan cuma pacar, bukan berarti aku mau cari pasangan seumur hidup," desis Kim Dokja memegangi belakang kepalanya dengan raut jengkel. "Sunbae terlalu membesar-besarkan masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Nonsense and a Whole Lot of Love (JoongDok)
Fanfiction[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Hubungan Kim Dokja dan Yoo Joonghyuk selalu terikat dalam status teman kecil dan itu sudah berlangsung sejak mereka masih dalam kandungan. Mau bagaimana lagi, rumah mereka berdampingan dan orang tua mereka...