Aku dibawa menuju sebuah ruangan yang tidak jauh dari sana. Duduk disalah satu bangku yang memang tersedia dengan satu meja panjang. Ibu Karin duduk disisi kanan ku. Pandangannya tidak lepas dari arah luar. Lalu ketika mendapat keinginannya, ia tersenyum lebar. Sangat cantik.
Bu Karin berdiri, aku mengikutinya. Terlihat sesosok Sam yang sudah satu minggu ini tidak ku lihat di rumah. Bu Karin menghampiri Sam dengan menyambutnya melalui pelukan. Kami sempat bersitatap, namun dengan cepat aku mengalihkannya.
"Kamu baik, kan?"
Sam mengangguk. Ia dibawa duduk disisi Bu Karin. Aku pun mengikutinya lagi untuk duduk.
"Gimana perasaan kamu?"
"Baik."
Ibu Karin tersenyum lagi. Ia merapihkan rambut Sam yang sudah sedikit panjang. Memerlakukannya seperti seorang anak kecil. Apakah semua Ibu memang seperti itu?
"Andrea ikut. Ibu yang ajak."
Aku mengangguk ragu. Sesekali melirik Sam yang masih saja melihat kearahku. Apa ada sesuatu diwajahku?
"Ibu bawa baju sama, ...." Bu Karin menunjuk sekotak makanan yang sama seperti yg ia buka dimobil dalam perjalanan tadi.
"Terima kasih."
Suara ucapan itu membuatku mengingat kembali pertemuan kami didalam dapur. Dimana ia memintaku untuk memasakkan telur untuknya dengan aku yang sangat tidak ikhlas membantunya. Entah mengapa aku jadi merasa bersalah.
Saat ini sudah jam setengah dua belas siang. Kamar yang berada diseberang ruang yang saat ini kami tempati sudah tidak mengeluarkan suara lagi. Pertanda orang yang tinggal didalamnya sudah pergi keluar. Aku sempat melihat dua orang mengantar makanan. Entah terdapat berapa tempat makan yang berada didalamnya, namun aku bisa memastikan bahwa itu lumayan banyak.
Dari yang aku dengar, kamar diruang kresna ini ada sekitar delapan. Dan, masing-masing kamar berisikan empat hingga lima pasien. Jendela dengan jeruji kayu diseberang ruangan yang aku pijak ini merupakan kamar pasien. Sebelum aku memasukinya tadi, ada satu orang yang dengan sengaja mengeluarkan kedua tangannya dari dalam kamar tersebut. Ia memang tidak melakukan apapun, bahkan bicara pun tidak. Tatapannya yang kosong memandang kearah luar.
Perasaan takut yang datang saat pertama kali sampai ke tempat ini perlahan menghilang. Tergantikan oleh perasaan iba setelah melihat pasien tersebut. Sebenarnya mengapa orang bisa menjadi tidak waras? Apakah tidak ada yang mendukung mereka secara psikologi, seperti keluarga?
"Dea, kayaknya Ibu mau ke toilet dulu. Kamu disini sebentar, ya."
Aku sedikit terkejut dari lamunanku. Ketika sadar, Bu Karin sudah keluar dari ruangan ini. Lalu tersisa lah aku dengan Sam yang tengah memakan bekal bawaan kami.
•><><><•
"Terima kasih sudah datang."
Aku mengangkat pandangan dan menatap Sam. Mengapa tiba-tiba mengucap terima kasih, sih? Lalu aku harus menjawab apa?
"Ya."
"Kamu gak keberatan, kan?"
Bagaimana maksudnya? Keberatan dalam hal apa?
"Datang kesini." Lanjut Sam, melihat aku bingung dengan perkataannya.
Jika boleh jujur sebenarnya memang iya. Aku tidak ingin kesini, apalagi melihat kamu. Orang yang menghalangi hubungan aku dengan Rafif. Tetapi, entah mengapa hatiku menolak untuk mempercayai itu. Hatiku menolak untuk mengatakan 'ya' seperti yang logika ku ucap.
"Kebetulan memang aku libur."
Sebuah kemajuan. Aku berbicara dengan santai kepada Sam.
"Gimana sekolah kamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Teduh
Подростковая литератураTemuilah orang lain. Jadikan diri kamu rumah, bukan hanya sebuah payung untuk berteduh. Karena sejatinya cinta akan selalu membutuhkan rumah untuk pulang.