prolog

57 10 0
                                    

Rumah itu seharusnya tempat pulang kan? Tapi bagi Sendu rumah itu bukan lah tempat ia pulang, rumah adalah sebuah penjara yang paling menyeramkan.

Sendu harus hidup bersama orang orang yang tak pernah menganggap nya ada. Orang orang di rumah itu seperti tak melihat keberadaan Sendu.

Hidup nya selalu jauh dari kata sempurna, namun orang orang selalu bilang. "Kamu mah enak Sendu, punya rumah mewah" Iya, memang rumah itu mewah, tapi apa Sendu itu di anggap? Apa ada yang melihat Sendu di rumah itu.

Setiap ia melewati sebuah rumah yang persis ada di samping nya, rasanya ia ingin masuk ke dalam rumah yang bercahaya itu, hangat. Rasanya rumah itu hangat, rasanya rumah itu bisa membuat Sendu bahagia. Tapi Sendu tidak pernah tahu siapa pemilik rumah hangat itu.

Namun, kali ini Sendu melewati rumah itu, ada seorang anak kecil yang duduk di bangku yang ada disana. Terlihat risau, seperti ada sesuatu yang menganggu nya.

Ingin rasanya Sendu hampiri anak itu, namun tak berselang lama, pintu rumah terbuka. Sosok remaja laki laki seperti dirinya datang membuka pintu. Melihat ke arah anak itu dengan tatapan kesal.

Mereka mulai berbicara, dengan nada yang cukup keras, seperti nya laki laki itu kesal dengan adiknya, ya seperti itu lah yang Sendu pikir.

Sendu hanya menatap mereka, tanpa terasa hujan sudah turun, dengan segera Sendu berlari agar tidak kehujanan. Kalau ia sampai kehujanan, sudah pasti ia tidak makan.

Sendu melewati mereka yang masih ribut. Sendu berlari kencang, rasanya ia malu melewati mereka, tapi entah apa yang Sendu pikirkan ia terjatuh tersandung batu yang cukup besar.

Dengan khawatir laki laki itu menghampiri Sendu dan mencoba membantu Sendu, Sendu hanya menatap uluran tangan dari laki laki itu. Ia hanya berpikir, apa dia pantas untuk mendapat pertolongan.

"Ayo" ucap laki laki itu, lembut, suaranya sangat lembut.

Sendu yang tersadar, mau tidak mau menerima uluran tangan itu. Sendu merapikan seragamnya yang basah, ketika ia ingin pamit, tangan Sendu di cekal.

Sendu hanya menatap tangan nya yang di pegang itu. "Tangan kamu luka, ayo di obatin. Takutnya nanti infeksi" ucap laki laki itu.

Sendu ingin menolak, karena ia merasa takut, meski wajahnya terlihat lembut dan ramah, ia hanya tak ingin kejadian 2 tahun lalu terjadi lagi padanya.

Laki laki itu menarik Sendu untuk masuk ke dalam rumahnya, Sendu tak menolak, entah mengapa. Rasanya ketakutan itu menjadi rasa nyaman ketika ia duduk di sofa yang ada di rumah itu. Hangat, hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Tak lama laki laki itu datang dengan membawa kotak kecil. Laki laki itu duduk di samping Sendu. Dengan perlahan mengobati luka Sendu, ketika laki laki itu mengobati luka Sendu di area tangan, laki laki itu melihat banyak memar disana, tak berani bertanya laki laki itu hanya mengobati nya agar tidak semakin parah nantinya.

Anak laki laki yang ia lihat sebelumnya datang membawakan satu cangkir teh, ia duduk di salah satu sofa dan menyalakan televisi. Sendu hanya menatapnya, menatap arah televisi melihat gambar yang tak pernah ia lihat di rumah.

Miris ya, hidup di rumah itu emang sangat miris, tidak di anggap ada, selalu menjadi pilihan terakhir, atau bahkan tidak di pilih sama sekali.

Laki laki itu menatap Sendu, air mata yang jatuh dari mata Sendu ia cegah.

"Kenalin, nama ku Pratama" ucap laki laki itu. Sendu hanya menatap laki laki itu, tanpa ada niatan membalas uluran tangan dari Pratama.

"Abang tuh, kakak nya pasti kaget" ucap anak laki laki yang masih fokus pada televisinya.

"Sendu" ucap Sendu pelan, mungkin tidak terdengar karena hujan lebat di luar, namun Pratama mendengar nya.

Sendu,  namanya Sendu. Akan selalu Pratama ingat.

Rumah Sendu | ShinjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang