Bab 2 - Aku, Pratama Adhikara

46 7 0
                                    

Berbeda dengan Sakala Sendu, Pratama Adhikara tumbuh dalam keluarga penuh cinta dan kehangatan. Sebagai anak sulung Pratama selalu menjadi kebanggaan orang tuanya. Setiap hari kasih sayang berlimpah ia rasakan, tak hanya dari ibu dan ayah nya, tetapi juga seluruh anggota keluarganya. Senyum hangat dan pelukan lembut selalu menyambut nya ketika pulang.

Pratama juga tumbuh dengan tanggung jawab yang besar. Ia selalu memperhatikan adiknya dengan penuh kasih, seperti orang tua mereka yang selalu mengajarkan tentang arti kebersamaan dan kasih sayang.

Setiap langkah yang ia ambil, Pratama selalu mendapat dukungan kuat dari keluarganya. Mereka tak pernah membiarkan Pratama merasa kesepian. Hidup nya di kelilingi rasa aman, penuh harapan, dan keyakinan bahwa ia selalu memiliki tempat pulang yang hangat di rumah.    

Setiap pulang sekolah Pratama selalu menceritakan kegiatannya, dari pelajaran, kejadian kejadian kecil yang lucu. Namun ada satu hal yang tak pernah ia ceritakan pada orang tuanya. Suara lembut yang selalu ia dengar di perpustakaan. Suara itu pelan, tenang, dan seringkali membacakan kalimat kalimat dari buku dengan begitu merdu.

Meski sering mendengar nya, ia tak pernah tahu siapa pemilik suara tersebut. Pratama tak pernah menoleh atau mencari tahu, seolah menikmati misteri itu dari jauh.

                                 ⋆ ˚。⋆୨୧˚。⋆                                      

Sore itu, ketika orang tua Pratama pulang dari bekerja, mereka sering memperhatikan rumah di sampingnya yang terlihat sangat gelap. Penasaran ibu nya menatap rumah itu sejenak sebelum masuk ke dalam rumah. Setelah meletakkan barang barang dan membersihkan diri mereka memanggil anak anak nya.

"Kalian tahu gak, siapa yang tinggal di rumah sebelah? Kok gelap terus, ya?" tanya ibu dengan penasaran.

Pratama dan adik nya saling memandang, "Gak tahu Bu" jawab Pratama. "Sepertinya rumah itu selalu kosong. Aku jarang lihat ada yang keluar masuk".

Adiknya pun mengangguk, setuju yang apa Pratama ucapkan. Kedua nya memang tak pernah memperhatikan ada aktivitas di rumah itu, hanya keheningan meliputi rumah itu menambah rasa penasaran mereka, seolah ada sesuatu yang di sembunyikan dari balik jendela-jendela dan pintu yang tertutup rapat itu.

Namun ada satu hal yang membuat Pratama gelisah. Meski rumah di samping mereka tampak gelap dan sepi, ia sering mendengar tangisan samar, terutama di malam hari. Tangisan itu pelan, namun terasa kesedihan nya, seolah dari seseorang yang menahan rasa sakit yang dalam.

Awalnya, Pratama berpikir mungkin itu hanya tangisan yang berasal dari panti asuhan yang ada di belakang rumah mereka. Namun seiring berjalannya waktu, rasa penasaran mulai muncul—apakah benar suara itu berasal dari panti asuhan, atau justru dari rumah gelap yang ia tak pernah tahu siapa penghuninya.

                                 ⋆ ˚。⋆୨୧˚。⋆                                      

Pratama sering melihat seorang remaja berdiri di kejauhan, menatap rumahnya dengan tatapan yang penuh kesedihan. Tatapan itu begitu dalam, seolah membawa beban yang tak terlihat. Namun, Pratama tak pernah benar-benar memikirkan siapa remaja itu atau dari mana asalnya, hanya menganggapnya sebagai wajah asing yang kebetulan sering melintas.

Sampai suatu hari, ketika Pratama duduk di teras rumah, ia melihat remaja itu lagi—kali ini, berdiri di halaman rumahnya sendiri. Yang berbeda, remaja itu tak hanya diam, tetapi menangis. Air mata mengalir deras di wajahnya yang pucat, dan Pratama merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi.

Baru saat itu Pratama sadar, remaja yang selama ini sering ia lihat adalah pemilik rumah gelap di sampingnya, rumah yang selalu sunyi dan tak pernah menampakkan tanda kehidupan. Pratama tertegun, merasa aneh mengapa ia baru menyadari sekarang.

Rumah Sendu | ShinjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang