Sendu berdiri di belakang meja kayu di toko bunga kecil, merapikan bunga bunga yang baru saja datang. Aroma harum bunga memenuhi udara, memberikan sedikit ketenangan dalam hidupnya yang penuh kesedihan. Ia sering menghabiskan waktu disana, menyusun dan merawat bunga bunga , berharap suatu saat nanti merasakan kebahagian yang sama.
Sore itu, saat Sendu asyik mengatur bunga, pintu toko berbunyi dan seorang pembeli masuk. Pratama dengan senyum lebar di wajah nya, melangkah masuk. Sendu sejenak tertegun melihatnya, teringat akan pertemuan mereka sebelumnya.
"Hai, kamu Sendu kan?" tanya Pratama sambil mendekat ke meja kasir.
"Iya, aku Sendu" jawabnya pelan, merasa canggung di hadapan Pratama.
Pratama tersenyum dengan ceria.
"Aku ingin membeli beberapa bunga. Apa ada rekomendasi?" tanya Pratama dengan senyum yang lebar.Sendu menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. "Mungkin mawar ini? Mereka sedang mekar dengan sangat indah," katanya sambil menunjukkan mawar merah yang sedang dalam kondisi baik.
Pratama mengangguk antusias.
"Baiklah, aku ambil beberapa!" Ia memilih beberapa mawar dan bunga lainnya, kemudian membawanya ke kasir.Saat Sendu mengemas bunga tersebut, Pratama bertanya sedikit pada Sendu, walau hanya sekadar bertanya tentang hobi mereka. Momen itu terasa hangat bagi sendu, seolah matahari menembus kegelapan yang biasa mengelilingi nya.
Setelah membayar, Pratama berbalik untuk pergi, tetapi sebelum melangkah keluar, ia menoleh "Jangan lupa untuk merawat dirimu, Sendu. Bunga yang indah butuh perawatan juga," katanya sebelum pergi.
Sendu terkejut, sebuah perasaan hangat menyelimuti hatinya—ada seseorang yang menyadari keberadaannya, yang peduli padanya.
⋆ ˚。⋆୨୧˚。⋆
Hujan turun sangat deras, menghantam jalanan dengan suara gemuruh. Sendu menutup toko bunga lebih awal hari itu, bersiap untuk pulang ke rumah. Orang tua nya tidak akan pulang sampai tiga hari ke depan, bersama kedua kakak tirinya yang tak memperdulikan nya.
Saat berjalan pulang, langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang ia kenal berdiri di sebuah halte, dekat sebuah pemakaman di pinggir jalan. Di bawah hujan yang tak kunjung reda, Pratama berdiri diam, memandang arah yang tak jelas, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Dengan perasaan bimbang Sendu memutuskan untuk menghampirinya. Ketika ia sampai di samping Pratama suaranya sedikit gemetar saat bertanya, "Kamu kenapa masih disini? Hujan sudah deras sejak tadi"
Pratama menoleh perlahan, matanya yang semula kosong berubah lembut ketika melihat Sendu. Ia tersenyum tipis, meski ada kesedihan yang tersirat di balik senyumannya. "Oh, aku tadi habis dari pemakaman," ujarnya pelan, suaranya terdengar tenang meski hujan deras terus mengguyur.
Sendu terdiam sejenak, tak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa mengangguk malu, merasa bingung harus merespon. Kehadiran Pratama yang begitu tenang di tengah suasana suram membuat hatinya campur aduk.
Saat bis tiba, Pratama menoleh ke arah sendu, "Ayo naik" ajaknya, membuat Sendu sedikit terkejut. Tanpa berpikir panjang ia mengikuti Pratama masuk ke dalam bis.
Mereka duduk bersebelahan di kursi dekat jendela. Sendu menatap jalanan yang basah dengan tatapan kosong, pikirannya entah melayang kemana, seakan hujan yang turun tak henti hentinya mencerminkan perasaannya yang tak terucapkan. Sementara itu, Pratama, yang duduk di samping nya tidak mengatakan apapun. Ia hanya menatap wajah Sendu, memperhatikan bagaimana wajahnya yang terlihat lelah namun lembut, seperti seseorang yang menanggung beban yang tak terlihat.
Pratama bisa merasakan ada sesuatu yang di sembunyikan dalam keheningan Sendu. Mereka duduk dalam diam, berbagi momen sederhana namun dalam, di antara suara hujan yang menetes di kaca jendela bis yang bergerak.
⋆ ˚。⋆୨୧˚。⋆
Hujan masih turun meski hanya gerimis lembut yang membasahi jalan. Ketika mereka turun dari bis, Sendu membuka payungnya dan tanpa berkata apa apa, ia menyerahkan payungnya pada Pratama. Sebelum Pratama sempat bereaksi, Sendu berlari kecil, seolah ingin menghilang di balik gerimis.
Pratama yang terkejut dengan tindakan spontan itu hanya tertawa kecil, dan berlari mengejar Sendu dengan cepat.
Setelah berhasil menyusul Sendu, Pratama memayungi Sendu tanpa berkata apa apa. Mereka berjalan berdampingan dalam keheningan, payung yang sama melindungi mereka dari gerimis. Langkah kaki mereka seirama di jalanan basah.
Setelah mereka sampai di rumah Pratama, mereka berhenti di bawah payung yang melindungi dari sisa sisa gerimis. Pratama menatap Sendu dengan senyum tulus. "Terimakasih Sendu" ucap Pratama lembut.
Sendu menatap sejenak, senyum manis tersungging di bibirnya. Ia berucap pelan, "Terima kasih," meski suaranya nyaris tidak terdengar, namun Pratama dapat menangkap sedikit dari kata kata itu.
Sendu kemudian berpamitan, melangkah perlahan meninggalkan Pratama yang hanya bisa menatap punggung Sendu yang perlahan menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Sendu | Shinjae
Teen FictionRumah seharusnya menjadi tempat pulang, tempat berlindung dari segala lelah dan sakit. Namun, bagi Sendu, rumah bukanlah tempat yang nyaman-itu penjara paling menyeramkan. Di sana, ia hidup di antara orang-orang yang tak pernah menganggapnya ada. Me...