4. Behind the Scene

15 5 23
                                    

🍁Don't forget to leave ur orange star :)🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁Don't forget to leave ur orange star :)🍁

***

Tok! Tok! Tok!-Brak!

" Heh sialan! Aku tahu kau di dalam! Keluar sekarang!"

Dylan mendobrak pintu kamar Riki yang terkunci dari dalam sejak siang hari tadi. Penghuni kamar yang telah jatuh tertidur di kursi belajarnya buru-buru bangun lalu membukakan pintu untuk kakaknya.

Di luar, wajah seram Dylan menyambut Riki, " Kau kemanakan sepatu seluncurku?!"

Riki mengerjap, masih mengumpulkan nyawa, " Se-sepatu seluncur..?"

" Ya! Jangan pura pura bodoh, aku menyuruhmu mencucinya kemarin!"

Degh.

Kesadaran Riki seketika sempurna kembali.

Sepatu seluncur Dylan. Anak itu baru ingat kemarin Dylan menyuruh Riki mencuci sepatu seluncur favorit Dylan. Karena kemarin seharian dia ada les, Riki menitipkan benda itu pada salah satu pelayan supaya diserahkan pada tukang cuci sepatu.

" Maaf kak, aku kemarin mengirimnya ke penatu-"

Plakk!

Tamparan keras mendarat ke atas pipi Riki hingga membuatnya menoleh ke samping. Nyeri segera menjalar di atas wajahnya. Menambah rasa sakit luka yang disebabkan oleh pukulan Nolan dan Felix sebelumnya.

Namun Riki tidak menunjukkan ekspresi kesakitan. Dalam hal ini dia mengaku salah, harusnya kemarin dia cuci sepatu Dylan terlebih dahulu sebelum berangkat les.

" Maafkan aku kak."

" Lalu bagaimana sekarang hah?! Aku ada latihan sore ini!"

Riki menjawab takut takut, " kakak bisa pakai yang lain dulu? Nanti Riki tanyakan pada bibi Ara apakah sepatu kakak sudah selesai dibersihkan atau belum."

Dylan mendengus, " Kau berani memerintahku? Kau pikir kenapa aku memintamu mencuci kemarin hah?! Karena nanti malam juga aku akan tampil dan aku harus mengenakannya!" Ludah Dylan muncrat mengenai wajah Riki saking kencangnya ia berteriak marah.

" maafkan aku kak, aku tidak tahu."

Saat Riki masih menunduk mencoba mencari solusi lain karena dia yakin sepatu itu pasti belum beres, tangan Dylan telah mencengkeram pergelangannya lantas menariknya secara paksa.

Riki pun tidak memiliki pilihan kecuali melangkah cepat mengikuti kemanapun kakaknya menyeret dia.

Jujur, ingin sekali Riki memekik kesakitan karena eratnya cengkeraman Dylan, namun Riki sekuat tenaga menahan suaranya. Ia tidak ber hak mengeluh karena kesalahan yang ia buat.

Tiba di ujung tangga lantai satu, Dylan menghempaskan tubuh Riki ke lantai seolah anak itu tak lebih dari seonggok benda mati yang tidak berharga sama sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

highway 1009Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang