3. Sweet for Sour (1)

53 20 31
                                    

🍁Don't forget to leave the orange star :)🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁Don't forget to leave the orange star :)🍁

***

Riki mencebikkan bibir, merajuk karena Jake dan Dylan tidak berhenti menggodanya setelah dia menolak diajak naik roller coaster.

" Jake! Dylan! Sudah, jangan ganggu adik kalian!"

Kedua mata sipit wanita di belakang mereka melebar, namun senyum di bibirnya tidak hilang. Suara lembut bernada memperingatkannya berhasil menyelamatkan si bungsu dari kejahilan kakak kakanya.

Usia Riki saat itu baru menginjak delapan tahun, wajar dia tampak takut ketika Dylan mengajaknya naik salah satu wahana paling ekstrem di taman hiburan yang mereka kunjungi.

" Hei, adik kecilku, kau harus merasakannya, seru sekali lho! Apalagi kalau duduk di bangku paling depan." Seru Jake, menarik narik tangan Riki, sama sekali tidak memedulikan peringatan ibu mereka maupun wajah adiknya yang telah memucat hanya karena mendengar pekikan pengunjung yang menaiki wahana tersebut.

" Sssht.. dengar dengar penumpang yang duduk di gerbong paling depan lebih rawan jatuh loh, atau malah hilang saat masuk ke terowongan gelap!" Dylan mengimbuhi dengan niat membuat adiknya tambah gemetar.

Hari itu, merupakan salah satu dari sekian banyak hari paling membahagiakan bagi Riki maupun saudara saudaranya.

Tapi siapa sangka, di waktu yang sama pula, hari tersebut berperan sebagai epilog dari seluruh suka cita yang selalu menyertai mereka? Penutup kisah bahagia yang kemudian mengantarkan mereka menuju nestapa tak berujung.

Sepulang dari sana, sesuai janji ayah pada Riki untuk membawa anak itu dan Jake ke toko mainan karena berhasil mendapat peringkat satu di kelas, mereka pergi mengendarai mobil bersama ibu.

Sedangkan Nolan, Ray, dan Dylan yang merasa sudah besar dan tidak cocok untuk masuk ke tempat berisi anak anak memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dengan menumpang bus.

Suasana Natal yang kental membuat kota lebih ramai dari biasanya. Wajar saja, hari ini banyak festival yang digelar di sepanjang jalan.

Ibu menatap khawatir ketiga putranya yang masih remaja di halte. " Nolan, jaga adikmu ya? Pastikan kalian sampai di rumah dengan selamat."

Nolan mengangguk dua kali, tanpa disuruh pun ida pasti akan melakukannya. Apalagi kalau si bungsu ikut mereka, mungkin Nolan bakal mengikat tangannya dengan anak SD itu supaya tetap berada di dekatnya.

" jaga dirimu juga. Sampai di rumah langsung mandi, bibi May sudah menyiapkan makan malam, jadi kalian makan duluan saja, tidak usah menunggu kami."

Nolan lagi lagi mengangguk, " Iya bu, aku mengerti, ibu tenang saja, aku akan melakukannya dengan baik." Ucap Nolan, agak gemas pada ibunya yang tampak terlalu khawatir. Padahal kan selama ini dia sudah sering di tugaskan menjaga adik adiknya yang kadang tantrum itu saat orang tua mereka pergi selama beberapa waktu untuk melakukan perjalanan bisbis. Jadi kecemasan ibunya kali ini sama sekali tidak diperlukan.

Seruan Riki yang meminta ibu supaya cepat-cepat masuk ke mobil menyita perhatian, anak itu sangat tidak sabar, Nolan tertawa melihat tubuh Riki yang sudah setengah keluar dari jendela.

" Tuh, Riki sudah merengek," Ia melambai ke arah Riki, " Hei bocah, nanti kau jatuh loh!"

Ibu sejenak tertawa, menyadari kalau dirinya memang berlebihan. Setelah sekali lagi lagi mengucapkan kaliamt hati hati pada ketiga putranya, ia pun berbalik menuju mobil tempat Jake dan Riki sudah riuh membicarakan betapa hebatnya mainan yang dijual di toko yang akan mereka datangi.

Sore itu, salju turun lumayan deras. Membuat jalan beraspal yang mereka lalui seakan berubah jadi area seluncuran saing licinnya.

Rantai yang lebih dulu dipasang di ban ban mobil maupun kendaraan lain tidak selalu menjamin keselamatan pengemudi maupun penumpang. Jadi mereka harus ekstra hati hati saat berkendara.

Sore itu, Riki, Jake, dan kedua orang tuanya asyik mengobrol membahas macam macam topik hangat yang bersangkutan dengan Natal.

Lagu anak anak kesukaan Riki di putar dengan volume kecil menghiasi. Sabuk pengaman terpasang dengan baik kecuali milik Jake, karena di kursi baris kedua hanya ada satu sabuk yang berfungsi, jadi Jake membiarkan Riki memakainya.

" kakak tidak butuh, kau saja yang pakai," jarang jarang Jake mau mengalah untuk adiknya. Justru selama ini Riki lah yang lebih sering mengalah dari kedua kakaknya, Jake dan Dylan.

Persimpangan padat berhasil ayah taklukkan dengan mulus, dia bahkan sempat tertawa bangga karenanya.

Dalam keluarga itu, ayah memang memiliki perilaku ceria dan jenaka, wajar bila anak anaknya jarang ada yang pendiam, apalagi Jake dan Dylan. Bagai pinang dibelah dua, diamnya cuma waktu makan dan tidur saja, gemar menjahili saudara yang lain, tapi juga pandai bergurau dan mencairkan suasana. Persis seperti ayah mereka.

Lampu hijau yang kesekian menyala di depan. Ayah santai saja menginjak pedal gas perlahan. Namun, entah datang dari mana, sebuah mobil mini cooper tiba tiba menyalip mereka secara mendadak. Membungkam tawa ayah.

Dalam situasi normal tanpa salju, mungkin hal itu bukanlah perkara besar. Tapi di tengah jalanan licin ini, sulit sekali mengnedalikan laju kendaraan, apalagi kalau hendak mengerem.

Dan dua detik kemudian, ayah terpaksa melakuan manuver dadakan demi menghindari tabrakan dengan kendaraan di belakangnya.

Sayang sekali, jalanan berlapis es ini membuat mobil yang mereka kendarai lepas kendali. Rem sama sekali tidak berfungsi karena medan licin di bawah.

Mobil berkapasitas delapan orang itu terhempas bebas ke bahu jalan. Menghantam tiang betun sebuah perusahaan listrik.

Pekikan terdengan sesaat sebelum kejadian. Jake tanpa pikir panjang langsung melompat ke kursi di sebelahnya, memeluk erat tubuh Riki yang masih memattung karena syok atas manuver tajam yang dilakukan ayahnya.

Ketika benturan itu terjadi, lonjakan kuat membuat satu keluarga tersebut ikut terguncang, menghempas tubuh mereka ke sembarang arah meski telah mengenakan sabuk pengaman.

Namun Riki yang lebih dulu didekap oleh Jake erat erat sama sekali tidak bergerak.

Sebaliknya, Jake yang posisinya menghadap ke belakang tidak berkutik saat kepalanya terhantam kaca jendela.

Suasana hangat Natal waktu itu menguap sudah. Kendaran di sekitar otomatis berhenti di detik pertama kecelakaan terjadi. Pejalan kaki mengerumun, penghuni toko di sepanjang jalan keluar.

Orang orang berlomba lomba memanggil ambulance, polisi, serta pemadam kebakaran untuk antisipasi.

Sebagian yang lain berlari menuju TKP, berharap penumpang di dalam mobil itu selamat.

Meski agak mustahil mengingat kerasnya tabrakan hingga menyebabkan kap mobil bgian depan hancur tak bersisa.

Nafas Riki tak beraturan, batu besar seakan mengimpit dadanya. Kepala anak itu berdenyar hebat saat ia merasakan tubuh Jake yang mendekapnya perlahan luruh.

Walau kesadarannya menurun, Riki masih bisa mendengar sayup sayup seruan orang di luar.

Tapi semua itu makin pudar kala netranya yang memburam menangkap tubuh ayah dan ibunya di jok depan sudah bersimbah darah, juga Jake, kepalanya terkulai lemas dengan darah segar bercucuran dari pelipis kanannya mengenai bahu Riki.

" Kebakaran!"

Tepat seruan itu sampai ke telinga Riki, matanya tertutup, kesadarannya sempurna hilang.

~🍁•>🧸<3☃️°°

highway 1009Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang